【 11 - A HEAD 】

43 20 12
                                    

Please vote before reading! Thank you
Happy reading

Please vote before reading! Thank you Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________________________

Kembali pada masa yang sekarang. Kini Sion, Juloan, dan juga Own berada di loteng. Duduk bersila di atas tikar saling menghadap, sementara Own berada di pangkuan Juloan. Tidak lupa dengan juga lentera yang diletakkan di tengah-tengah mereka sebagai pengantin penerangan. Meskipun remang tapi tetap membantu.

Sion dan Juloan terus terdiam sejak Juloan menghentikan ceritanya. Entah apa yang sedang dipikirkan, tapi keduanya tampak serius terutama Sion. Yang biasanya tersenyum ceria dengan wajah polos khasnya, tiba-tiba harus terus mengerutkan keningnya.

“Jadi kamu juga tidak melihat apa-apa?” tanya Sion terus menatap Juloan intens.

“Iya,” jawab Juloan singkat “Tolong berhenti menatapku seperti itu,” ungkap Juloan merasa tidak nyaman terus ditatap Sion.

“Maaf, Juloan.” Saat itu juga Sion langsung menundukkan kepalanya.

Terdengar suara pintu menderit pelan. Mengalihkan fokus Sion dan Juloan. Dari luar bingkai pintu, terlihat seseorang yang rupanya tampak seperti bayangan, tengah berdiri di luar sana. Terlihat sedang mengenakan gaun panjang hingga menutupi kaki. Dengan rambut panjang tergerai, serta sebuah mahkota berduri terpasang di atas kepalanya.

Tiba-tiba, cahaya remang dari lentera itu berkedip berkali-kali sebelum akhirnya padam. Sekeliling menjadi gelap gulita. Sion mulai meraba-raba, merisik kesana kemari mencari keberadaan Juloan. Sementara Juloan tetap duduk dengan tenang, hanya melihat Sion yang kebingungan sendiri. Dan Own meringkuk, semakin betah di atas pangkuan Juloan.

Langit malam pun ikut berkedip-kedip setelah lentera itu padam, seolah ini memang ada yang mengendalikan. Kemudian disusul oleh gemuruh guntur yang keras, bersamaan dengan kilatan petir yang terang. Sion pun terdiam.

Saat itu juga sesuatu terjatuh, menggelinding di dekat Sion. Tanpa sengaja Sion menyentuh itu lalu mengambilnya, meraba-raba benda itu mencoba mengenali bentuknya. Kemudian langit kembali berkedip, sejenak membuka penglihatan Sion yang semula tertutup oleh kegelapan.

Sekilas Sion melihat benda apa yang ada di tangannya, berteriak dan langsung melempar jauh benda itu ke sembarang arah. Dengan cepat Juloan langsung mendekap Sion serta membungkam mulutnya. “Ingat, kita sedang diam-diam di sini, kalau kamu teriak yang lain bisa tahu terutama mama. Ingat juga kalau ini bagian dari ide mu,” ujar Juloan di dekat telinga Sion.

Sion mengangguk-angguk, sambil menahan tangan Juloan agar tidak terlalu membungkamnya. Juloan segera menyadari itu dan langsung menurunkan tangannya dari mulut Sion. Akhirnya Sion bisa bernafas meskipun tersengal-sengal.

“Tenang kan dirimu, ini tidak seburuk itu,” ujar Juloan lembut sambil mengelus puncak kepala Sion, membiarkannya bersandar di bahunya. Lalu mengalihkan pandangannya kepada Own, “Own, Coba kamu lihat itu apa,” pinta Juloan pada Own.

Own pun mengeong, melangkah turun dari pangkuan Juloan lalu mendekati benda itu. Memainkan benda itu layaknya sebuah gulungan benang, menggelindingkannya ke arah Juloan.

Juloan segera meraih benda itu, sebelum akhirnya dia mengambil itu sejenak melihat ke arah Sion lantar bertanya, “Sekarang kamu tidak melihatnya kan?”

Sion menggeleng-gelengkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya di balik punggung Juloan.

Juloan menghela nafas panjang. Kemudian mengambil benda itu dan melihat-lihat nya. Lama-lama dilihat rupanya tidak lagi seperti bayangan, namun malah… Juloan tidak berani mengatakan tentang apa yang dia lihat setelah tahu reaksi Sion yang sudah lebih dulu melihatnya.

“Itu… kepala nenek,” ujar Sion terdengar bergetar karena ketakutan.

Alis Juloan langsung menukik tajam, kemudian berteriak, “Dasar bodoh kenapa kamu mengatakannya!!”

Seketika benda berwujud bayangan itu memudar menampakkan wujud aslinya. Sebuah kepala seorang wanita berambut putih tak beraturan, dengan cepat berubah menjadi rambut hitam panjang dan lurus tidak lupa dengan mahkota duri yang masih tetap terpasang. Cairan pekat mengalir keluar dari penggalan leher kepala itu, membasahi tangan Juloan. Tanpa ragu Juloan melempar kepala itu menjauh darinya, tepatnya dari Sion, dan segera mengajaknya keluar agar dia tidak perlu melihatnya lagi. Saat hendak keluar mereka dihadang oleh sesuatu, sesuatu itu juga berwujud bayangan yang kemudian memudar menampakkan wujud aslinya. Sama mengerikannya seperti kepala itu.

Entah kali ini apa yang akan terjadi. Tiba-tiba tangan dari badan tak berkepala itu bergerak memisahkan pegangan tangan Juloan dan Sion dengan paksa. Lalu melempar Juloan keluar ruangan hingga membuatnya menggelinding jatuh turun ke tangga. Belakang kepala dan punggungnya langsung menghantam lantai dan kemudian cairan pekat mengalir hingga membentuk sebuah genangan yang perlahan meluas nyaris memenuhi lantai lorong di dekat area tangga. Sementara Sion ditendang masuk ke dalam ruangan, terkurung bersama kepala dan tubuh yang terpisah itu. Yang dia yakini kalau itu adalah neneknya–Lenny.

“Juloan!! Tolong aku!” pekik Sion dari dalam sambil menggedor-gedor pintu sekuat mungkin dengan harapan pintu itu langsung rusak setelah dipukuli beberapa kali.

Juloan mendengar pekikan yang diiringi ketukan pintu yang keras itu. Mencoba memasukkan diri untuk menolong, namun dirinya sudah tidak berdaya. Terkapar lemas tidak mampu melakukan apapun.

“Kak… maafkan aku,” lirih Juloan lemas diselingi rintihan pelan. Kepalanya terus berdenyut ditambah pandangannya yang mulai kabur, buram atau bahkan dia sudah tidak lagi melihat apapun kecuali… hamparan cahaya terang yang datang langsung mendekapnya.

---------- To be continued ----------

---------- To be continued ----------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

18 . 10 . 24

INSIDE HOUSE  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang