Please vote before reading! Thank you
Happy reading___________________________
Juloan berjalan di lorong sambil berpegangan pada dinding seolah sedang merayap. Dia baru teringat tentang Sion yang terkunci di loteng, entah apa yang terjadi padanya. Di tengah jalan, napasnya tersengal, rasa sakit di kepala sangat menghambatnya tapi dia tidak terlalu peduli, terus berjalan berjalan dan berjalan sampai di belokan.
Tiba-tiba kaki kiri Juloan terkilir saat hendak menginjakkan lantai, membuatnya terhuyung dan jatuh. Beruntung seseorang dengan cepat menangkap tubuh Juloan lalu memapahnya.
Sejenak pandangan Juloan beralih menatap seseorang yang memapahnya. Perlahan senyuman tumbuh di wajah manisnya dan matanya melebar.
“Sion? Ini bener-bener kamu?” ujar Juloan melihat Sion dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Sion mengangguk singkat tidak menjawab, hanya tersenyum simpul menatap mata Juloan. Juloan pun langsung menyambar memeluk Sion erat, dia benar-benar merasa lega melihat Sion di dekatnya.
“Aku senang kamu baik-baik saja, kamu tidak di apa-apakan olehnya, kan?” tambah Juloan, memastikan.
Sion hanya menggeleng pelan. Juloan pun menghela napas lega, sedetik kemudian dia kembali memperhatikan Sion, menyipitkan matanya, menyadari ada sesuatu yang salah padanya. “Kenapa rambutmu memutih?” tanya Juloan kemudian.
Mendengar itu, Sion langsung mengernyitkan dahi dan mengangkat satu alisnya, lantas balik bertanya, “Putih? Kamu tidak salah lihat?”
Sejenak Juloan terdiam, fokus melihat ke arah rambut Sion yang memutih. Tangannya terangkat hendak menyentuh rambut Sion, penasaran.
Sion langsung menepis tangan Juloan, lalu berujar, “Maaf Juloan, tapi kamu tidak bisa melakukan itu.”
“Aku tahu ini tidak sopan tapi aku penasaran, apa itu benar-benar rambutmu?” sangkal Juloan, masih penasaran.
“Kenapa kamu masih mempertanyakan itu! Jelas ini benar-benar ini rambut ku, dan juga rambut ku itu hitam tidak putih seperti apa yang kamu bilang,” geram Sion kemudian sengaja menguraikan tangannya dari Juloan yang akhirnya membuat laki-laki terjatuh dan mengaduh kesakitan.
Juloan langsung menarik celana Sion–menahanya, lantas berujar, “Sion, aku tidak pernah melihatmu seperti ini, ini seperti bukan kamu. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Sion langsung mengangkat kakinya, menyingkirkan tangan Juloan dari celananya. Kemudian berjalan menjauh dari Juloan. Tanpa peduli seperti apa keadaan Juloan sekarang.
“Kak-Sion, tu-tunggu,” pekik Juloan mencoba menahan Sion, namun Sion tetap berjalan menjauh tanpa sedikitpun menengok kebelakang.
“Sion!!”
Apa yang terjadi?” Juloan terbangun dengan keringat membasahi seluruh wajah sampai lehernya. Dia pun melihat kedua tangannya yang satu masih terhubung jarum dengan selang transparan dan satunya terbebas. Kemudian meraba-raba dirinya demi memastikan apa yang terjadi padanya itu bukanlah mimpi, namun setelah mencubit pipinya, Juloan langsung menghela nafas panjang sambil mengusap-usap dadanya.
“Juloan,” tiba-tiba saja Jean memanggil, membuat Juloan tersentak. Napasnya tersengal.
“Kamu mimpikan Sion?” Tanya Jean mengangkat satu alisnya.
Juloan mengangguk cepat, dan tangannya menarik rambutnya sendiri–geram. “Si-sion rambutnya putih,” ujarnya tiba-tiba.
“Hah?”
“Iya, Sion rambutnya putih, lalu… lalu-”
“Sudah cukup Juloan, aku tahu kamu bermimpi tapi tidak ku sangka juga kamu akan berlebihan dengan mimpimu. Sekarang kamu lihat ranjang di sebelah Sloan, di sana ada siapa,” celetuk Jean menunjuk ke ranjang di sebelah Sion.
Juloan pun langsung duduk, mengintip ke arah ranjang yang ditunjuk Jean. Seketika Juloan tertegun dengan apa yang dia lihat. Seorang Sion terbaring lemah di atas ranjang dengan mata sembab dan hidung memerah. Satu tangannya juga terhubung dengan selang transparan, sama sepertinya.
“Sejak kapan Sion ada di sini?” tanya Juloan kembali membaringkan dirinya.
“Sejak kamu ketiduran, tiba-tiba saja dia digotong Helz dan Riven kemari. Sebenarnya akhir-akhir ada apa saja sampai kita terbaring disini, dan besok siapa lagi? Lama-lama kita semua berkumpul disini, dan ruang ini pun tak sanggup untuk menampung kita semua, pasti bapak-bapak itu akan kewalahan mengurus semuanya sendiri,” sahut Jean panjang lebar.
Juloan langsung terkekeh setelah mendengar bagian terakhir ucap Jean. Jean pun mengernyitkan dahi, menatap Juloan kesal lalu bertanya, “Apa yang lucu?”
Juloan terus-terusan terkekeh, tak kunjung menjawab.
Merasa tak mendapat jawaban, Jean akhirnya berbalik membelakangi Juloan, memutar bola matanya–malas. Menarik selimutnya lalu mendesah pelan “Terserah kamu saja.”
Saat itu juga Juloan langsung diam, berhenti terkekeh. Sedetik semenit berjalan, Juloan terus menatap langit-langit. Kali ini dia benar-benar merasakan apa yang Jean rasakan selama di ruangan itu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu di kepalanya, lalu mencoba membicarakan itu dengan dirinya.
“Itu tadi celahnya dari mana ya? Mimpi, bangun, mimpi, bangun, mimpi, dan bangun,” gumamnya pelan. Jujur saja dia bingung dimana celahnya dia bermimpi dan dimana juga celahnya dia tertidur. Apa kali ini dia bermimpi? Sayangnya tidak ada yang tahu.
---------- To be continued ----------
20 . 10 . 24
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE HOUSE
HorrorKisah dimulai dengan kehidupan ketujuh laki-laki yang tinggal bersama seorang wanita tua bernama Lenny, disebuah rumah kecil sederhana, sebelum akhirnya tinggal di panti asuhan bersama Ethel. Meskipun hanya rumah kecil tapi sangat bisa menampung set...