【 19 - THE PLACE AGAIN.. 】

13 4 0
                                    

Please vote before reading! Thank you
Happy reading

Please vote before reading! Thank you Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________________________

Ethel melangkah lebih dulu, sementara Helz mengikuti wanita itu dari belakang. Helz terus berulang kali melihat ke arah belakangnya demi memastikan gilirannya, agar dia bisa segera memberitahu Ethel kalau saat itu sudah gilirannya.

Namun sudah beberapa menit berjalan hingga ruang tengah sudah menjauh tak tampak, sama sekali tidak ada tanda-tanda seseorang yang memanggilnya. Membuat perasaan tidak tenang karena terus kepikiran.

Akhirnya Ethel berhenti di depan sebuah pintu, membuat Helz juga itu berhenti. Sejenak dia memperhatikan pintu karena merasa itu bukan sesuatu yang asing, benar itu pintu menuju ruang bawah tanah. Kemudian dia menatap heran ke arah Ethel sambil bertanya, “Kenapa aku di bawa kemari?”

“Masuk saja, Ray dan Rey sudah menunggu,” jawab Ethel sambil tangannya bergerak membuka pintu.

Helz menatap ngeri ke dalam sana, masih sama gelapnya seperti saat dia di minta masuk kesana sepuluh tahun yang lalu dan kembali bertanya, “Mengapa mereka berdua ada di dalam sana?”

“Ku harap kamu tidak banyak bertanya lagi, Helz, masuklah” tekan Ethel pelan, nadanya terdengar mengancam. Kemudian menundukkan kepala sambil menggenggam kedua tangan, tengah berdoa.

Helz pun menelan ludahnya sendiri, mencoba meyakinkan dirinya untuk kembali masuk kesana. Kaki kanannya perlahan terangkat dan mulai mengambil langkah pertama, setelah merasa yakin sepenuhnya dia pun meneruskan langkahnya, menginjakkan anak tangga dengan kedua kakinya secara bergantian.

Ethel kembali mengangkat kepalanya, dan melihat Helz sudah berjalan masuk ke sana. Tanpa mengatakan apapun tangannya perlahan menutup pintu itu, lalu mengambil sebuah kunci dari sakunya dan memasukkan ke lobang kunci lalu memutar. Sebuah suara khas terdengar, membuat Ethel kembali menarik kunci itu. Lalu berjalan meninggalkan pintu itu seolah tidak terjadi apa-apa.

Di dalam sana Helz berjalan dalam kegelapan, setiap kali dia berjalan di tempat gelap selalu saja terpikirkan sesuatu. Kenapa di sini selalu gelap?–tepatnya seisi bangunan panti asuhan itu, tapi setelah melihat semua orang di sana yang terlihat terbiasa dengan lampu atau lentera di sepanjang ruangan panti asuhan yang menyala dengan cahaya redup, dia akhirnya berasumsi kalau orang-orang itu juga terbiasa dengan kegelapan. Terlebih lagi Juloan, dia selalu membuat kamarnya gelap sampai tak terlihat apapun. Antara suka kegelapan atau cinta kesunyian, dirasa anak itu punya keduanya.

Helz terus melangkah sampai akhir dia menemukan remang-remang cahaya yang semakin didekati semakin terang, hingga sampai di depan pintu yang mengarah ke dalam ruang bawah tanah. Helz langsung menutupi matanya dengan lengan kirinya karena disilaukan oleh cahaya lentera yang menggantung di atas pintu.

Penampakannya masih sama seperti sejak terakhir kali dia datang ke tempat itu, namun yang membedakan kali ini cahaya lentera itu yang menyala lebih terang dibandingkan lampu-lampu di setiap ruangan panti asuhan layaknya cahaya matahari yang langsung menerpa mata.

Lengan kiri Helz masih menghalangi cahaya lentera dari matanya, sementara tangan kanannya bergerak memutar knop pintu hingga timbul suara pintu terbuka. Tanpa berpikir cepat-cepat dia memasuki ruangan itu demi menghindari cahaya lentera itu dan langsung menutup kembali pintu itu. Tubuhnya pun luruh ke lantai diiringi hembusan napas yang tersengal.

Beberapa saat Helz kembali bangkit, dan mulai mencari Ray dan Rey di sana. Berteriak-teriak kesana kemari, “Bibi Ray, bibi Rey.”

Suaranya menggema di seisi ruangan saling sahut menyahut, namun tidak ada tanda seseorang membalas sahutan panggilannya. Helz pun terus berteriak memanggil kedua wanita kembar itu, terus menerus, namun tetap saja yang terdengar suaranya sendiri yang sahut menyahut.

Tiba-tiba saja sesuatu yang bergerak bagai angin menerjang tubuh jakung Helz, membawanya hingga terhantam dinding. Suara dentuman menggema di seisi ruangan. Akibat hantaman itu, tubuh Helz langsung luruh ke lantai, terbatuk-batuk menyemburkan cairan kental pekat terpercik mengenai lantai serta pakainya.

“A-apa ini?” Helz mengangkat kepalanya demi bisa melihat ada apa disana, namun yang dia lihat hanya penampilan ruangan yang masih sama seperti saat dia datang.

Suara tawa seorang wanita menggema di seisi ruangan. Terus terdengar hingga memekakkan telinga. Helz yang melemah, berusaha keras mengerakkan kedua tangannya yang terasa berat demi bisa menutup telinganya.

“Bibi Ray, bibi Rey,” panggil Helz sekuat tenaga.

---------- To be continued ----------

30 . 10 . 24

INSIDE HOUSE  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang