10

60 1 0
                                    

Pada hari kedua, aku menemani Jiang Rui lagi ke tempat ujian. Saat dia Turun, Jiang Rui ternsenyum lebar, "Lihat, Sis, Aku tidak berbohong padamu! Takdirmu sudah disini,"

Dia betingkah nakal seperti biasa saat menyeretku, "Zhuang Fei, Kakak Zhuang." Dia menyapa dengan riang.

Begitulah bagaimana aku Bisa bertatap muka dengan Zhuang Xu.

Tiba-tiba, yang dapat kudengar hanyalah ocehan samar Jiang Rui di belakang.  Zhuang Fei dan dia tengah asyik mengobrol sementara Zhuang Xu berdiri diam di sampingku. Tidak ada seorangpun yang tampan seperti dia di antara kerumunan di sekitar kami. Tiba-tiba aku menyadari apa yang diisyaratkan Jiang Rui dengan 'jodoh' dan kekesalanku memuncak. Aku tidak bisa mengerti bagaimana dia bisa repot-repot dengan prank kekanak-kanakan seperti itu saat mengikuti Ujian Nasional.

Setelah beberapa saat berlalu, aku mendengar Zhuang Xu berkata, "Sudah waktunya kalian masuk," 

"Ayo, ayo."

Jiang Rui mengedipkan mata padaku sebelum memasuki komplek sekolah. Aku berpura-pura memperhatikan punggung mereka yang menjauh hingga mereka benar-benar menghilang dari pandangan. Sekarang karena tidak ada alasan untuk bersembunyi, aku tidak punya pilihan selain mengakuinya, "Kebetulan sekali,"

"Tidak juga," Zhuang Xu terdiam sejenak, "Sebenarnya, awalnya aku tidak berniat datang."

Kalau orang lain yang mengatakanya, kemungkinan besar aku menafsirkannya dengan seratus cara berbeda. Misalnya, "Awalnya aku tidak ingin datang, tetapi tahu kau ada disini..." dll. Namun, karena itu Zhuang Xu...aku tidak peduli dengan ilusi besar ini.  Aku pikir sejak aku sudah mengakuinya, aku bisa pergi.

Sebelum aku bisa mengatakan apapun, dia sudah mendahuluiku, "Kalian makan dimana kemarin?"

Aku agak kaget dengan pertanyaannya. Aku tidak mengerti mengapa dia tertarik.

"Terimakasih sudah menjaga Zhuang Fei. Aku yang akan mentraktirmu makan siang hari ini." Dia mengalihkan pandangannya.

Terbukti! Jadi, inilah tujuannya berada disini. Zhuang Xu masih seperti dirinya yang dulu, tidak pernah mau 'berutang' padaku sepeser pun. Karena aku mentraktir adiknya makan, dia ingin membalas budi tidak peduli seberapa padat jadwalnya.

Aku ingat saat aku meminjaminya uang, dia mengembalikkan uang itu kepadaku secara penuh dengan tambahan bunga sepuluh persen. Dia membuatku tampak seorang renteiner.

Dia dan aku... kurasa dia tidak pernah merasa tenang sampai semua utang uang atau rasa terima kasih yang belum dibayar itu lunas.

"Nie Xi Guang?"

Suaranya membawaku kembali ke sini. Mataku sakit dan aku tidak ingin melihat dia. Aku menjawab pelan, "Aku akan membawa kesana,"

Kita kenbali ke hotel yang sama. Kita menemukan kursi dan kami berdua mendapatkan salinan menu. Aku menatapi gambar diatasnya. Aku bisa merasakan Zhuang Xu menatapku. Lalu, tanpa tanya seleraku, dia sudah memesan.

Hidangan yang dia pesan jauh lebih mewah daripada hidangan yang aku pesan kemarin.

Pelayan itu pergi setelah mencatat pesanan kami. Ia lalu berkata, "Kamu yang mengantar adikku pulang kemarin..."

Aku tidak menunggunya selesai bicara selagi aku menyela, "Kau tidak perlu berterima kasih padaku. Biaya bensin sudah ditanggung dalam jatah makan siang mu." Dari sudut mataku, aku bisa melihat tangannya mengepal erat.

Aku tidak bisa menahan diri untuk mendongak dan melihat kecanggungan yang terpancar di matanya.

Aku tahu kalau aku sudah bicara kasar, tetapi aku tidak dapat menahan diri. Aku terdiam. Aku tidak bisa meminta maaf dan aku juga tidak tahan berada disana. Aku beranjak dan berkata acuh tak acuh, "Aku akan berbelanja dan kembali tepat waktu."

Blazing Sunlight I [BAHASA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang