Perkenalkan, namaku Aruna Dwi Putri, atau sering dipanggil Runa, terkadang juga Arun. Ok jangan salah sangka ya, meskipun namaku terdengar imut dan penampilanku kayak perempuan, aku sebenarnya laki-laki.
Ya, kalian tidak salah dengar, aku ini laki-laki.
Dari sudut pandang orang lain, mungkin aku tampak seperti perempuan tulen. Rambutku hitam berkilau, Kulitku putih dan halus dengan bibir tipis merah alami. Dan wajahku, oh, wajahku yang katanya lebih cantik dari perempuan asli. Sebuah anomali dalam standar maskulinitas tentu.
Dan nama? Namaku tentu saja tidak membantu. Aruna Dwi Putri. Sebuah nama yang dari bunyinya saja membuat siapa pun membayangkan sosok seorang gadis manis, berlari riang di antara bunga-bunga. Tapi kenyataan, berbeda dengan harapan, saat mereka tau aku laki laki terkadang mereka tertawa geli tapi lebih sering terkejut sih.
Sebenarnya agak lucu sih gimana aku dapat nama ini, dulu, saat ibu masih mengandung, ibu dan ayahku mengira mereka akan mendapatkan bayi perempuan lagi, seperti ketiga kakakku. Segalanya sudah dipersiapkan—baju-baju mungil, pita rambut yang indah, hingga nama yang terasa sehalus angin senja, namun saat aku lahir mereka terkejut dan juga gembira karena bayi laki laki yang selalu dambakan telah lahir, namun ya mereka tidak ingin sesuatu yang sudah di siapkan terbuang sia sia.
Memang aneh sih seorang laki-laki yang diberi nama Putri. Ibarat langit yang tiba-tiba berubah warna menjadi ungu di siang hari.
Sekarang, mari kita tinggalkan masa lalu itu dan kembali ke masa kini, dimana keanehan dari hidupku menjadi lebih rumit lagi.
Pagi itu, aku terbangun dari tidurku, sinar matahari mulai menyinari kamarku membuat mataku silau olehnya, suara ibu yang lembut namun tegas berulangkali memanggilku dari dapur. "Runa! Ayo bangun kamu mau sekolah gak sih! ".
" Iya iya, ni aku udah bangun" Seruku sambil sambil menggosok mataku, dengan langkah malas aku turun dari tempat tidur, Air dingin yang menyentuh wajahku terasa seperti ratusan jarum kecil yang menembus kulit.
"Runa, cepat turun!" suara ibu kembali terdengar dari bawah, kali ini dengan nada yang lebih mendesak. Aku menyelesaikan rutinitas pagiku dengan cepat dan bergegas turun. Di meja makan, terlihat ibu yang sedang menyiapkan sarapanku, sedangkan ayah sedang duduk sambil membaca koran.
"Ayo makan, nanti bisa bareng ayah" Ucap ibu.
" Gak bu, aku jalan kaki aja" Ucapku sambil meletakan selak di roti milikku.
Selesai sarapan, aku langsung bergegas ke sekolah, di perjalanan aku melihat teman kelasku, diki yang sedang berdiri di depan gerbang sekolah.
Diki adalah salah satu sahabat terlama yang kumiliki, saat orang orang mengejekku Di SD dan SMP dialah yang berdiri membelaku. " Woy dik, udah lama" Sapaku.
" Baru juga nyampe" Balasnya, lalu dengan senyum tipis. " Waduh makin cantik aja lu run" Ucapnya bercanda.
" Gua masih cowok anjir, dasar homo lo" balasku dengan nada yang sedikit lebih tinggi, aku berusaha menatapnya walau dia lebih tinggi dariku sih.
" Hahahah, gua bercanda cok" Ucapnya sambil melihat kebawah. "Tapi lo pendek banget ya kayak cewek aja" Tambahnya.
Plak, sebuah pukulan mendarat di bagian perutnya. " Masih kayak cewek gak" Ucapku setelah memukul diki dibagian perutnya.
" Aduh duh.. Iya iya gua minta maaf deh, nanti gua jajanin deh gana? " Ucap diki sambil membujukku.
" Huh yang bener?, yaudah deh kamu aku maafin " Ucapku kembali ceria.
" Hahaha beneran kayak cewek kamu run " Ucapnya sambilengelus kepalaku.
"Apa.... " Sebelum aku sempat berkata apa apa diki pun berlari masuk kedalam pekarangan sekolah. " Ayo masuk udah telat ni" Teriaknya sambil berlari masuk kedalam.
Aku hanya mendesak pelan, aku pun menghela nafa, aku tau apa yang dia katakan hanyalah candaan saja, aku pun berlari mengikuti diki masuk ke kelas.
Saat aku melangkah masuk ke kelas, seolah sudah menjadi kebiasaan, beberapa teman sekelas langsung menyambutku dengan sapaan yang khas. "Bro, liat tuh Runa, makin cantik aja ya!" Mendengar Hal itu aku langsung menuju ke arah mereka dengan kepala memerah karena marah.
oh ya aku lupa bilang, walau penampilanku begini tapi aku ini seorang sabuk hitam di bidang karate, aku belajar karate saat SMP untukenghukup para pembully ku, ya aku gak mabergantung pada diki terus sih.
Saat aku tentang menghajar para siswa itu aku di tarik dari belang, ternyata itu diki yang menarik ku di bagian ransel seolah sedang menarik anak kucing. "Huh lu ngapain sih dik" Teriakkk marah. " Hadeh jangan buat masalah sehari aja ngapa sih, dan kalian jangan bercanda bawa bawa fisik" Ucap diki sambilenasehati kami.
" Iya dik sorry, maaf ya run kami bercanda " Ucap para siswa itu. "Ya.. Yaudah deh aku maafin buat kali ini" Ucapku, namun sebenarnya akuasih sedikit marah.
Tak lama berselang pelajaran pun dimulai, pak Salman masuk ke kelas dengan buku matematika tebal di tangan.
Jam demi jam berlalu, dan akhirnya, setelah berbagai rumus dan penjelasan yang membingungkan, bel istirahat pun berbunyi, memecah keheningan yang ada di dalam kelas. Suara bel itu seperti musik di telingaku, mengeluarkan ku dari siksaan matematika ini.
"Yesss! Akhirnya!" teriak Diki, melompat bangkit dari kursinya. Sebagian besar siswa lain juga bangkit dengan semangat, tak sabar untuk merenggangkan kaki dan menjauh dari meja belajar.
Aku mengikuti diki menuju kantin. " Woy tunggu" Ucapku sambil berlari.
Di kantin suana ramai dengan suara Siwa yang tertawa dan mengobrol, samapai sesorang menabrak dari belakang. " Ahh maaf.... Eh kamu siswi baru ya? " Tanya si penobatan.
" Huh? " Ucapku mulai marah. " Eh tenyata elu run, maaf ya" Ucap siswa itu kecewa sambil berlalu pergi, meninggalkanku dalam kebingungan.
" Maksudnya apaan coba" Grutuku, diki yang sudah duduk dari tadi hanya tertawa melihatku tingkahku.
Aku menggelengkan kepala dan melangkah menuju tempat duduk di samping Diki. " Lagi lagi aku dikira cewek anjir" ucapku frustasi.
" Hahaha, makanya cari cewek run " Ucap diki menasehati, tak lama seorang siswi datang menghampiri kami.
Ternyata itu Naila, pacarnya diki. " Lu dikira cewek lagi run" Tanyanya dengan nada bercanda.
" Jangan tanya " Jawabku betek. Oh ya Naila ini adalah sahabatku dari saat masih SD, sama seperti diki.
" Iya nih nail, tadi udah aku saranin buat nyari pacar. " Jawab diki dengan nada bercanda. " Gue juga mau kali dik, tapi kebanyakan cewek yang gue tembak pada bilang, sorry gue bukan lesbian, kan goblok " Jelasku. Mereka hanya tertawa setelah itu.
Waktu berlalu dengan cepat, setelah bel pulang berbunyi, aku melangkah pulang.
Di tengah jalan aku berpisah dengan Naila dan diki yang kebetulan rumah kami berlawanan arah.Cuaca hari ini benar benar sangat panas, sesampainya di rumah, semua semangat itu seolah menguap. Tanpa tenaga, aku hanya berbaring di ranjang, menatap langit-langit kamar yang hening.
Pandanganku lalu beralih ke cermin kamarku, melihat pantulan diriku yang biasa kulihat setiap hari. " Oh Tuhan kenapa engkau memberikan wajah ini padaku, padahal aku kan laki laki " Keluhku. Tak lama akupun tertidur.
BERSAMBUNG..............
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Gender Bender, Body Swap, Possession
Science-Fictionini cerita cerita pendek selingan dari cerita utama,