Dosis Tinggi

265 30 0
                                    

Risma dia sedang berada dalam ruangan yang begitu gelap, kalian ingin tahu ruang bawah tanah yang dibuat oleh dirinya khusus untuk dirinya tanpa ada satu orang pun yang tahu. Risma mengambil satu pil yang biasa dia gunakan saat isi kepalanya berisik, obat penenang dengan dosis tinggi ini biasa Risma pakai setiap dirinya sedang merasa lelah dan Panik tanpa ada yang tahu jika Risma selalu mengonsumsi obat itu.

Dering ponsel Risma berbunyi, sebelum mengangkatnya dia kembali menelan pil itu 3 biji sekaligus

"Ada apa? " Tanya Risma setelah menelan pilnya

"Dosis tinggi itu yang aku butuhkan" Jawabnya.

"Kamu gak usah banyak omong, dan gak usah peduliin aku. Aku baik-baik ajah setelah minum obat ini"

"Dengar ya Je... Kita gak sedekat itu jadi stop bilang peduli" Kesal Risma dan langsung mematikan teleponnya begitu saja.

Tenang inilah yang sedang dirasakan oleh Risma, tanpa bantuan darinya mungkin hidupnya tak bisa setenang ini meski hanya beberapa jam saja tapi ini membuat Risma menjadi tenang.

"Semua orang terlalu berisik, terutama kak Anin harusnya dia memikirkan penyakitnya saja jangan peduli dengan masalah orang lain. "

"Dari awal kan memang begitu, kita semua egois jadi gak usah saling peduli" Ucap Risma pada dirinya sendiri.

Beberapa detik kemudian Risma tertidur entah apa yang akan di mimpikan olehnya disaat tidur dengan pengaruh obat itu.

****

" Berapa harganya? " Tanya seorang gadis menggunakan masker dan topi untuk menutupi wajahnya.

"Ini mahal anak kecil kaya lo mampu beli? " Tanya orang berpakaian serba hitam itu

Gadis itu mendecih, apakah dirinya dianggap tidak mampu membeli bahkan dirinya juga mampu membeli mobil Lamborghini dengan uang kekayaan orang tua tentunya. Meski begitu gadis tersebut tidak peduli uang orang tuanya adalah uangnya juga.

" Ginjal lo ajah gue mampu beli, nih gue beli" Ucap Gadis itu melempar beberapa tumpukan uang yang gak bisa dihitung ada berapa ke pria tersebut, pria tersebut tersenyum senang ternyata pembelinya ini sangat kaya raya.

"Thanks you ya, kalau lo butuh lagi telfon gue" Ucap Orang itu

"Hemm" Jawab Gadis itu

Dan pergi meninggalkan orang itu yang sedang menghitung lembaran uangnya.

Caca itulah gadis yang membeli barang terlarang itu, bagaimana bisa Caca tahu tentang barang itu? Tentunya dia mencari tahu sendiri yang berawal ingin mencoba namun menjadi kesukaan.

"Siapa yang tahu kalo gue suka Ngonsumsi obat terlarang ini? " Gumam Caca sambil menelan obat itu.

"Gila efeknya terlalu kuat hahahh, gue capek tapi gue harus hidup hahahh" Ucapan Caca mulai ngelantur.

Gelisah dan cemas kini yang dia rasakan, sampai seseorang membuyarkan pikiran Caca.

"Mau sampai kapan lo kaya gini? " Tanya Nando melihat keadaan Caca mengelus rambut Caca dengan lembut namun ditepis oleh Caca.

"Bangsat! Jangan pegang-pegang gue" Tepis Caca

"Ca, gue bener-bener peduli sama lo! Gue gak mau lo kaya gini gue deket sama lo karena gue tulus sama lo. Please berubah ya jangan kaya gini, kalo orang lain tahu lo Ngonsumsi obat ini lo bakal dipenjara Ca" Jelas Nando menggenggam tangan Caca.

Caca tersentuh entah kenapa hatinya sakit mendengar ucapan Nando, tanpa sadar airmatanya jatuh didepan Nando Caca meruntuhkan bentengnya agar tidak menangis tapi hari ini karena ulah Nando dia menangis.

"Gue... Capek Nan! Bener-bener Capek, gue kira selama ini gue buat onar orang tua gue bakal peduli sama gue tapi ternyata enggak mereka selalu sibuk dengan dunia pekerjaannya, dan disaat gue butuh sosok kakak yang peduli justru mereka sibuk dengan dunianya masing-masing tanpa melihat keadaan gue seperti apa. Gue capek makanya gue... Gue gak kuat buat cerita" Tangis Caca pecah

Nando memeluk Caca erat, menenangkan Caca agar lebih tenang dia tidak menyangka jika Caca akan bercerita seperti ini. Ada rasa senang karena Caca mau bercerita tentang dirinya namun ada rasa sedih melihat Caca seperti ini.

"Gue yakin lo kuat Ca, gue mohon berhenti ya jangan gunain barang itu lagi" Kata Nando

Caca hanya diam, entah mau menjawab apa? Dia dengan barang terlarang itu sudah menjadi satu. Mungkin dia tidak bisa lepas darinya.

****
"Runa" Panggil Julian dia melambaikan tangan dan tersenyum melihat Kekasihnya itu.

Aruna tersenyum melihat Julian yang selalu setia menunggu dirinya keluar dari kantor, meski Aruna sibuk Julian selalu mengerti, bagi Aruna hanya Julian manusia yang paling mengerti dirinya. Dia bersyukur memiliki Julian yang selalu mendengar keluh kesahnya.

"Bagaimana hari ini baikkah? " Tanya Julian dengan senyuman itu.

"Seperti biasa" Respon yang di keluarkan Aruna membuat Julian mengerti jika Aruna tidak baik-baik saja.

"Prilly lagi? " Tanyanya

"Hemm, siapa lagi jika bukan Prilly yang selalu ngeluh. Kali ini dia keterlaluan banget katanya aku egois, karena memikirkan diri aku sendiri nyatanya kan aku sibuk kerja demi kebebasan mereka Jul" Keluh Aruna.

"Kamu tahu di kantor banyak banget masalah malah ditambah dengan ocehan Prilly, kenapa mereka gak mau ngertiin aku? Kenapa harus aku yang selalu ngertiin mereka? " Lanjut Aruna ngadu ke pacarnya.

Julian sebenarnya merasa kasihan dengan beban Aruna dia rela melakukan apapun demi kebebasan adik-adiknya, tapi ada sisi lain yang ngebuat Julian gak suka dengan sikap Aruna, dia terlalu gila kerja sampai lupa ada hal lain yang harus diperhatikan.

"Kamu yang sabar ya, mungkin Prilly lagi banyak kerjaan terus dia pusing karena masalah adik-adik kamu yang susah diatur, jadi kamu maklumin ajah gak perlu marah sama Prilly"

"Kalo aku saranin yah, coba kamu jangan terlalu fokus sama kerjaan kamu. Kamu juga harus liat gimana kondisi adik-adik kamu? Apa ada masalah sama mereka atau apa sebagai kakak harusnya kamu mencoba mengerti mereka" Jelas Julia.

Namun Aruna tak suka dengan perkataan Julian " Jadi menurut kamu, aku egois juga? Aku gak peduli sama mereka. Julian kamu kok jadi gini sih ikut nyalahin aku, pokoknya 3 hari kedepan aku gak mau ketemu sama kamu titik" Ucap Aruna marah dia pergi ninggalin Julian sendirian.

"Aruna dengerin aku, aku gak bilang kamu egois aku cuma mau kamu jangan terlalu fokus sama kerjaan kamu" Penjelasan Julian yang mulai resah jika Aruna marah

"Aku gak peduli itu sama ajah kamu bilang aku Egosi, kenapa sih semua orang gak ada yang mau ngertiin aku" Kesal Aruna dan masuk kedalam mobil menghiraukan panggilan dari Julian.

Mobil milik Aruna melaju kencang, meninggalkan Julian sendirian.

"Aruna" Teriak Julian

"Prilly gak salah! nyatanya emang kamu yang Egois Aruna" Gumam Julian


"Prilly gak salah! nyatanya emang kamu yang Egois Aruna" Gumam Julian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Julian

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang