Chapter 11: Percikan Api di Tengah Dingin

56 4 0
                                    

---

Hari-hari setelah keputusan Chika untuk memberi ruang pada hubungan mereka dipenuhi dengan ketidakpastian. Meskipun mereka berdua sepakat untuk tetap saling mendukung dari kejauhan, ada rasa hampa yang terus mengganjal di hati Chika. Angelina juga merasakan hal yang sama, meskipun dia tidak pernah mengungkapkannya. Keduanya terjebak dalam kebisuan emosional yang semakin lama semakin menekan.

Chika mencoba menjalani harinya dengan rutinitas biasa—bekerja, berkumpul dengan teman-temannya, dan tetap menjaga jarak dari Angelina. Namun, di balik semua itu, ia selalu memikirkan Angelina. Malam-malamnya dipenuhi oleh bayangan percakapan yang belum selesai, perasaan yang tak terungkap, dan keinginan untuk kembali menghubungi Angelina, meskipun ia tahu itu mungkin bukan ide yang baik untuk saat ini.

Di sisi lain, Angelina juga merasa tersiksa oleh jarak yang ia ciptakan sendiri. Ia tahu Chika melakukan hal yang benar dengan mengambil waktu untuk dirinya sendiri, tetapi Angelina tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah yang terus menghantuinya. Perasaannya terhadap Chika semakin dalam, tetapi trauma masa lalunya masih menjadi bayangan gelap yang sulit ia lawan.

Suatu malam, Angelina duduk di kamar apartemennya, merenung sambil memandangi bulan yang tergantung tinggi di langit. Ia merasakan gelisah yang begitu besar, seolah-olah ada sesuatu yang harus ia lakukan, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Hatinya terjebak antara keinginan untuk mengejar cinta Chika dan ketakutan akan menghadapi masa lalunya yang belum tuntas.

Ponselnya bergetar, dan ia terkejut melihat pesan dari Chika. Pesan itu singkat namun jelas: “Kita perlu bicara.”

Angelina merasakan dadanya berdegup kencang. Apakah ini akhir dari segalanya? Atau mungkinkah ini awal dari sesuatu yang baru? Tanpa ragu, ia membalas pesan itu dengan cepat: “Baik, kapan dan di mana?”

Mereka sepakat untuk bertemu di kafe tempat mereka sering duduk bersama. Tempat itu penuh dengan kenangan, tetapi kali ini ada beban yang berbeda di udara. Angelina tiba lebih dulu, duduk dengan gelisah sambil memandangi pintu masuk, menunggu Chika datang. Setiap detik terasa begitu lambat, dan ia berusaha menenangkan pikirannya yang penuh dengan spekulasi.

Tak lama kemudian, Chika muncul. Dia terlihat tenang dari luar, namun Angelina bisa merasakan ada badai yang tersembunyi di balik tatapan matanya. Chika duduk di depannya tanpa banyak bicara, hanya menatap Angelina dengan serius.

“Kau ingin bicara?” tanya Angelina, suaranya bergetar sedikit.

Chika mengangguk pelan, menghela napas panjang sebelum memulai. “Aku sudah mencoba menjaga jarak, seperti yang kita sepakati. Tapi kenyataannya, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu, Angelina. Aku merasa seperti kita berdua hanya bersembunyi dari sesuatu yang lebih besar di antara kita.”

Angelina terdiam. Ada benarnya apa yang dikatakan Chika. Sejak mereka memutuskan untuk mengambil jarak, bukannya menjadi lebih mudah, justru semuanya terasa semakin sulit.

“Aku tahu kau masih butuh waktu,” lanjut Chika, “tapi aku juga tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian ini. Aku mencintaimu, Angelina, dan aku tidak bisa mengabaikan itu lagi.”

Angelina merasakan dadanya bergetar mendengar pengakuan itu. Ia tahu Chika telah berjuang dengan perasaannya sendiri, sama seperti dirinya. Tapi trauma yang ia bawa selama bertahun-tahun, luka masa lalu yang belum sembuh, selalu menghentikannya untuk membuka diri sepenuhnya.

“Aku juga merasakan hal yang sama, Chika,” kata Angelina dengan suara pelan. “Tapi aku takut. Aku takut jika aku membiarkan diriku jatuh cinta, aku akan kembali terluka seperti dulu.”

Chika mengangguk, memahami sepenuhnya ketakutan Angelina. “Aku tidak bisa berjanji bahwa semuanya akan selalu baik-baik saja, Angelina. Tidak ada yang bisa menjamin itu. Tapi yang aku tahu, aku ingin ada di sini untukmu, melalui semuanya. Aku ingin kita menghadapi ketakutan itu bersama-sama.”

Angelina menatap Chika, mata mereka bertemu dalam keheningan yang penuh arti. Ia bisa merasakan ketulusan dalam kata-kata Chika, dan itu membuat hatinya yang rapuh sedikit menghangat. Namun, rasa takut itu masih ada, menghantui setiap keputusan yang ingin ia buat.

“Aku tidak ingin membuatmu menunggu lebih lama, Chika,” kata Angelina dengan suara yang hampir patah. “Tapi aku juga tidak yakin apakah aku bisa mencintaimu dengan cara yang kau butuhkan.”

Chika tersenyum lemah. “Aku tidak butuh cinta yang sempurna, Angelina. Aku hanya ingin kau jujur dengan dirimu sendiri dan denganku. Jika kau butuh waktu, aku akan memberimu waktu. Tapi aku juga butuh tahu apakah ada harapan untuk kita. Aku butuh tahu apakah kau juga ingin berjuang untuk hubungan ini.”

Angelina terdiam lama, memikirkan kata-kata Chika. Di satu sisi, ia merasa seperti sudah terlalu jauh melangkah untuk mundur sekarang. Di sisi lain, ia tahu bahwa mencintai Chika akan membuka kembali luka-luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Namun, ketika ia melihat ke dalam mata Chika, ia melihat sesuatu yang tak bisa ia abaikan—sebuah keyakinan bahwa mungkin, kali ini, ia tidak harus berjuang sendirian.

“Aku... ingin mencoba, Chika,” Angelina akhirnya berkata dengan suara gemetar. “Aku tidak tahu apakah aku akan berhasil, tapi aku ingin mencoba. Untukmu. Untuk kita.”

Senyuman perlahan muncul di wajah Chika, penuh harapan yang selama ini ia pendam. “Itu sudah lebih dari cukup bagiku, Angelina. Kita akan melakukannya bersama.”

Dengan hati-hati, Chika meraih tangan Angelina, dan untuk pertama kalinya, Angelina membiarkannya. Di antara mereka, ada banyak hal yang belum terselesaikan—rasa sakit, ketakutan, dan trauma yang masih harus mereka hadapi. Namun, di momen itu, ada percikan harapan yang perlahan menyala di tengah dingin.

---
vote broo.. vote

Bayangan di Kota Kembang (ch²)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang