Hujan masih turun lebat ketika Taufan duduk sendirian di ruang tamu rumahnya. Langit mendung, seolah ikut merasakan beban di dalam hatinya. Rumah terasa sangat sunyi; ayah dan semua saudaranya sudah pergi ke Markas Tapops untuk menghadapi ancaman baru. Seperti biasa, Taufan ditinggalkan sendirian, tidak dianggap pantas untuk ikut. Tidak ada kekuatan. Tidak ada tempat.
Dia menatap ke luar jendela, mendengar gemuruh petir dari kejauhan. "Apa mereka semua baik-baik saja?" gumamnya pelan, meskipun dia tahu mereka selalu berhasil melewati situasi berbahaya. Namun, ada sesuatu di udara hari ini yang terasa aneh, membuatnya cemas. Suara petir yang terdengar bukan hanya dari langit-ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi di luar sana.
Sedangkan di Markas Tapops kembali dikejutkan dengan kedatangan reramos dengan antek antek nya
---
Sementara itu, di Markas Tapops, pertarungan berlangsung sengit. Reramos, alien jahat yang pernah menjadi musuh lama keluarga Tapops, kembali dengan kekuatan yang lebih besar dan pasukan alien yang lebih ganas. Halilintar berdiri di garis depan bersama saudaranya, Gempa, menggunakan petir dan kekuatan bumi untuk menahan serangan dari berbagai arah. Blaze dan Ice berdiri bersebelahan, menyatukan kekuatan api dan es mereka untuk melindungi Duri dan Solar yang lebih muda.
"Apa ini kekuatan Reramos yang sebenarnya?!" seru Blaze, matanya yang berwarna oranye bersinar, tangannya terbakar api saat dia menghantam sekelompok alien yang mendekat. "Kita tidak akan bertahan lama jika terus begini!"
"Fokus saja pada pertahanan!" jawab Ice dengan dingin, tatapan matanya yang biru tajam. "Kita harus menahan mereka sampai bala bantuan datang!"
Amato, berada di puncak menara Markas Tapops, melihat dengan mata penuh kecemasan. Dia tahu kekuatan anak-anaknya hebat, tetapi ancaman yang dihadapi saat ini jauh lebih besar dari yang mereka duga. Reramos terus menerobos pertahanan dengan kekuatan gelap yang semakin kuat, seolah-olah energi tak terbatas mengalir melalui tubuhnya.
"Ayah!" teriak Solar dari bawah, mencoba menyerang dengan cahaya dari tangannya. Namun, serangan itu diblokir oleh perisai energi Reramos, seolah-olah kekuatan cahaya itu tidak berarti apa-apa.
"Ini tidak baik," kata Amato sambil mengepalkan tangan. Dia melihat Reramos mendekat, siap untuk melancarkan serangan yang lebih besar.
BRAK!
Ledakan lain mengguncang markas, kali ini lebih dekat, lebih kuat. Tiba-tiba, sesuatu yang tak terduga terjadi. Langit di atas markas berputar, angin kencang mulai terbentuk dari berbagai arah, seolah-olah badai besar sedang muncul di tengah-tengah pertempuran.
"Apa itu?" Halilintar menoleh ke langit, matanya merah menyala saat dia mencoba menganalisa apa yang terjadi.
Gempa berdiri di sampingnya, menatap ke kejauhan. "Angin ini... ini bukan angin biasa."
Taufan, yang masih berdiri di tepi jendela rumahnya, merasakan angin aneh berhembus kencang, seolah-olah mengundangnya untuk bertindak. Perasaan tak dikenal itu semakin kuat, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa harus melakukan sesuatu.
"Aku tidak bisa hanya duduk di sini," gumamnya pelan. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk pergi, untuk berbuat sesuatu meski ia tahu dirinya berbeda dari yang lain. Meskipun tidak memiliki kekuatan seperti saudara-saudaranya, hatinya mengatakan ada sesuatu yang lebih besar yang sedang menunggu untuk ditemukan.
"Kekuatanmu tidak hilang, Taufan. Kau hanya belum menemukannya."
Kata-kata itu kembali terngiang di kepalanya. Ia menatap ke luar, kemudian tanpa berpikir panjang, ia keluar dari rumah. Angin semakin kencang saat ia mulai berlari menuju Markas Tapops, meskipun jaraknya jauh, ada dorongan kuat yang membuatnya tidak ingin berhenti.
Saat Taufan semakin mendekat, angin di sekelilingnya mulai berubah, membentuk pusaran kecil yang mengikutinya. Mata safirnya bersinar, dan perlahan-lahan, ia mulai menyadari bahwa angin tersebut tidak hanya mengikuti-tetapi juga merespon dirinya.
Di dalam Markas Tapops, angin kencang mulai masuk melalui celah-celah dinding, menarik perhatian semua orang. "Apa yang terjadi?" tanya Blaze, menatap langit yang berputar di atas mereka.
Ice, dengan ketajaman mata birunya, mengamati angin yang berputar di sekitar Markas. "Ini tidak biasa. Sepertinya angin ini... memiliki kekuatan sendiri."
"Aku belum pernah melihat angin seperti ini," kata Duri dengan mata emerald-nya menatap langit yang berputar semakin cepat. "Seolah-olah ini bukan sekadar fenomena cuaca."
Sementara itu, di luar Markas, Taufan semakin dekat. Pusaran angin yang sebelumnya mengikuti kini mulai mematuhi keinginannya. Angin tersebut tidak hanya bergerak dengan sendirinya, tetapi mengikuti perintah batinnya, memberikan kekuatan dan kecepatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Aku bisa merasakannya," pikir Taufan. "Angin ini... seolah menjadi bagian dari diriku."
Begitu sampai di depan Markas, Taufan berdiri tegak. Angin kencang yang mengelilinginya tiba-tiba berhenti, menciptakan keheningan sejenak sebelum badai yang lebih besar muncul. Mata safirnya berkilauan
Saat itu, pintu Markas terbuka, dan angin kencang masuk ke dalam ruangan. Semua orang menoleh, terkejut melihat Taufan berdiri di ambang pintu, dikelilingi oleh pusaran angin.
Reramos menyipitkan mata, merasa ada ancaman baru yang datang. "Kau? Anak tanpa kekuatan ini berani muncul di hadapanku?"
Dia mengangkat tangannya, dan seketika pusaran angin besar terbentuk di sekeliling Reramos. Alien jahat itu berusaha melawan, tetapi angin itu terlalu kuat, menghancurkan perisai energinya.
Reramos jatuh terpuruk, terluka parah dan terpaksa melarikan diri dengan sisa pasukannya. "Ini belum selesai!" teriaknya, sebelum menghilang di balik kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IS THERE NO PLACE FOR ME? (END)
TeenfikceTaufan Malviano hidup dalam bayang-bayang saudara-saudaranya yang memiliki kekuatan elemen. Kekuatan saudara-saudaranya mulai muncul sejak kecil, sementara Taufan tidak pernah menunjukkan kemampuan apa pun. Hal ini membuatnya menjadi sasaran ejekan...