Di luar, markas tapops terjadi pertempuran yang kini tampak seperti zona kehancuran, Reramos berdiri di puncak reruntuhan markas lama Tapops. Kekuatan gelap yang mengelilinginya begitu besar, membuat udara di sekitarnya terasa berat. Alien jahat itu tertawa dengan kejam, merasa yakin bahwa kali ini dia akan menang. Para prajurit Tapops yang tersisa sudah terjatuh, terluka parah, atau berjuang keras untuk tetap berdiri.
"Kalian semua hanya lelucon!" seru Reramos dengan suara keras, energi gelap melingkupi tubuhnya. "Tak ada yang bisa menghalangi kehancuranku!"
Halilintar, gempa, Blaze, Ice, Duri, dan Solar semuanya berdiri dengan napas terengah-engah. Mereka telah menggunakan seluruh kekuatan mereka, namun Reramos masih terlalu kuat. "Ini buruk," gumam Blaze sambil menghapus darah dari sudut bibirnya. "Kalau ini terus berlanjut, kita semua akan hancur."
Halilintar berdiri dengan susah payah, tubuhnya penuh luka. Napasnya tersengal-sengal, dan tatapan merah matanya menatap penuh kebencian ke arah musuh yang berdiri di hadapannya. "Aku tidak akan membiarkanmu menang," gumamnya.
Namun, sebelum Reramos bisa melancarkan serangan terakhirnya, angin tiba-tiba berubah. Udara di sekeliling mulai berputar, membentuk pusaran angin besar di atas mereka. Semua mata tertuju ke langit, termasuk Reramos.
"Angin ini..." Halilintar berbisik, menyadari sesuatu yang familiar. "Fan?"
Di kejauhan, siluet seorang pemuda dengan mata safir dan rambut biru cerah "hai mas reramos"
"Kau lagi" gumam Reramos dengan nada sinis, matanya menyipit menatap siluet yang muncul dari balik badai.
"Taufan... akhirnya kamu bangun," gumam halilintar dengan nada lega.
Taufan melangkah maju dari balik badai, mata safirnya memancarkan cahaya yang intens. Angin berputar di sekeliling tubuhnya, Ia mengangkat kedua tangannya, dan badai besar terbentuk di sekelilingnya, mengelilingi Reramos. Dalam pusaran badai tersebut, Reramos terjebak, kekuatannya tidak mampu menembus angin yang terus berputar semakin cepat. Energi gelap yang biasa begitu kuat di bawah kendali Reramos mulai melemah, terhisap oleh kekuatan badai.
"Tidak! Ini tidak mungkin!" teriak Reramos, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman badai. Namun, angin yang diciptakan Taufan terlalu kuat, menghancurkan setiap usaha Reramos untuk melarikan diri.
Dengan satu gerakan terakhir, Taufan memusatkan seluruh kekuatannya pada satu titik, menciptakan ledakan angin yang begitu dahsyat. Pusaran itu meledak ke luar, menghancurkan kekuatan Reramos dan membuat alien jahat itu terlempar jauh ke langit, hingga akhirnya menghilang di kejauhan.
Halilintar menagis melihat taufan "fan kau kembali"
Taufan mendekat ke arah si sulung "cegeng" ucap nya sembari menghapus air mata kakak
"can I call you Alin?" Tanya taufan dengan suara lemah
Halilintar mengangguk cepat, air matanya masih mengalir. "Tentu saja, Fan. Kamu boleh panggil aku Alin kapan saja. Aku di sini untukmu."
"Alin kupu kupu nya cantik kan?"
Halilintar tertegun mendengar pertanyaan Taufan. Meskipun situasi masih tegang, senyum kecil muncul di wajahnya saat mengingat masa-masa mereka saat kecil. "Ya, Fan. Kupu-kupu itu sangat cantik, sama seperti kamu."
Taufan mengangguk lemah, berusaha untuk tersenyum meskipun energi masih mengurasnya. "Aku selalu ingin menjadi seperti kupu-kupu. Bebas terbang, tanpa beban." Ucapnya, matanya yang safir mengedip lembut, berkilauan dalam cahaya badai yang mulai mereda.
"Alin nanti kalau ufan udah gak ada, alin jangan sedih ya"
"Ngomong apa sih fan, jangan ngomong yang aneh aneh deh"
"Lin jaga ayah sama yang adik adik ya" taufan memeluk kakak nya dengan erat perlahan lahan mata indah nya kembali menutup
Di medan pertempuran yang kelam, suasana kembali berubah. Halilintar merasakan gelombang ketakutan merayap di dalam dirinya saat ia menyaksikan Taufan yang terkulai dalam pelukannya. Suara gemuruh badai yang mengguntur kembali memenuhi langit, seolah-olah mengekspresikan kesedihan yang mendalam.
"Fan?" Suara Halilintar bergetar, berusaha mencari jawaban, tetapi yang didapatnya hanyalah keheningan.
Tubuh taufan perlahan lahan menghilang menyatu dengan badai di langit tak lama setelah nya langit kembali cerah ke sedia kala di sertai ribuan kupu-kupu biru yang indah
Mereka menari-nari di udara, sayap mereka berkilauan di bawah sinar matahari yang perlahan mulai terbenam. Setiap gerakan mereka seperti lukisan hidup, membawa kedamaian dan keindahan
namun tidak bagi keluarga elemen kupu kupu indah itu seperti salam perpisahan bagi mereka dari pemuda biru yang selalu mereka remehkan dan orang yang mereka benci
Ribuan kupu kupu itu terlihat indah tapi memancar kan rasa kesedihan yang dalam
"Ufan maaf maaf" ucap halilintar dengan suara gemetar
"Alin, aku... aku sudah terlalu lelah," bisik Taufan dengan suara pelan namun penuh kepedihan.
"Ufan" halilintar menoleh ke segala arah mencari keberadaan adik angin nya, ia dapat mendengar suara sang adik tetapi tubuhnya tak tampak di mana pun.
"Kamu di mana, Ufan?" Halilintar berteriak putus asa, matanya mencari di antara ribuan kupu-kupu biru yang terus beterbangan.
Sebuah kupu-kupu biru yang lebih besar dari yang lain tiba-tiba hinggap di bahunya. Halilintar merasa ada sesuatu yang berbeda dari kupu-kupu ini. Ia menatapnya dengan penuh harapan.
"Ufan, apakah itu kamu?" tanyanya dengan suara bergetar.
Kupu-kupu itu mengepakkan sayapnya perlahan, seolah mencoba memberikan jawaban. Sesaat kemudian, Halilintar merasakan hembusan angin lembut yang familiar.
"Alin, jangan bersedih. Aku selalu ada bersamamu," suara Taufan terdengar lembut di telinga Halilintar.
Air mata mulai mengalir di pipi Halilintar. "Ufan, aku... aku janji akan menjaga semuanya untukmu. Aku akan menjadi lebih kuat, demi kita."
Kupu-kupu biru itu mengepakkan sayapnya sekali lagi sebelum terbang ke langit, meninggalkan jejak keindahan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Halilintar menatap kepergian kupu-kupu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IS THERE NO PLACE FOR ME? (END)
Genç KurguTaufan Malviano hidup dalam bayang-bayang saudara-saudaranya yang memiliki kekuatan elemen. Kekuatan saudara-saudaranya mulai muncul sejak kecil, sementara Taufan tidak pernah menunjukkan kemampuan apa pun. Hal ini membuatnya menjadi sasaran ejekan...