15

35 15 10
                                    

"Melihat kalian bahagia adalah kesenangan tersendiri bagiku, tapi apakah pernah sekali saja kalian melihatku yang jungkir balik agar melihat wanita pertama yang ku cintai terus mengukir senyuman di bibirnya?"

_Alengka Prajastama Mahendra_

^^^^^

"Ayah? Bunda? Kalian ngapain?"

Kedatangan Alengka yang tiba-tiba saja membuat kedua pasutri tersebut terlonjak kaget. Bahkan kepala Arkatama sampai terbentur dengan meja saking terkejutnya dia.

"Mas gapapa?" tanya Hanna sambil mengusap bekas kepala Arkatama yang terbentur dengan meja

"Shhtt sakit sayang" adu Arkatama sambil memeluk Hanna dengan manjanya

Sedangkan Alengka hanya bisa tercengang melihat adegan mesra di depan matanya. Kepingan memori pun hinggap di benaknya, saat ibunya histeris, menangis bahkan pingsan hanya karena tidak bisa melupakan kepingan kenangan bersama ayahnya.

Bahkan masih sangat segar di ingatan Alengka saat ayahnya berbagi tubuh bersama tantenya.

Kemarahan pun tidak bisa Alengka tahan, dia langsung menarik Hanna menjauh dari Arkatama dan hal tersebut membuat Hanna terlonjak kaget sedangkan Arkatama langsung nyungsep ke depan dan lagi-lagi kepalanya terbentur dengan pegangan kursi.

"Aawwssss"

"Ale" Alengka hanya menatap ibunya tanpa menggubris kemarahan Hanna

"Eh itu istri ayah, bawa sini gak" Alengka langsung membawa Hanna ke belakang tubuhnya saat Arkatama akan menggapai tangan Hanna

"Jangan sentuh bunda saya tuan"

Deg

Ucapan Alengka yang formal cukup membuat hati Arkatama sebagai seorang ayah seperti diiris beribu belati. Hatinya benar-benar sakit saat anak semata wayangnya tidak lagi menyebutnya dengan sebutan ayah.

"Nak ada yang mau bunda jelasin" ucap Hanna yang tidak digubris sama sekali oleh Alengka

"Untuk apa anda kemari? Untuk menebar luka baru? Atau ingin pamer bahwa anda akan memiliki pewaris baru dari rahim pelacur anda" ucap Alengka dengan tegas dan hati yang dipenuhi oleh amarah

"ALENGKA" bentak Hanna

Plak

Satu tamparan mendarat tepat di pipi sebelah kiri Alengka. Dan tamparan tersebut berasal dari tangan wanita yang selama ini mati-matian dia jaga senyumannya.

Alengka tersenyum sinis dengan air mata yang menetes. Dia tidak menyangka jika Hanna bisa mengangkat tangan kepadanya.

"Nak maaf" Alengka mundur satu langkah saat Hanna akan menyentuh dirinya, saat ini amarah telah memenuhi dada Alengka tetapi sebaik mungkin Alengka mengendalikan dirinya

"Alengka ada yang mau bunda sama ayah jelaskan" ucap Arkatama

"Jelasin apa? Hmm? Jelasin kalau semua bukan seperti apa yang Ale liat? Iya? Dengan mata kepala Ale sendiri Ale liat ayah lagi gelendotan sama bunda, sedangkan beberapa tahun lalu Ale menyaksikan sendiri pergumulan panas ayah sama tante Talita, jeritan histeris bunda, tangisan kehancuran bunda, SEMUA ALE YANG MENYAKSIKANNYA" Hanna dan Arkatama menutup mata mereka saat Alengka menyebutkan satu persatu kejadian masa lalu bahkan sampai membuat Alengka menaikkan nada bicaranya

"Kalian tau? KALIAN TAU GAK GIMANA MATI-MATIAN ALENGKA BERUSAHA AGAR BUNDA TETAP TERSENYUM DAN GAK MENYERAH SAMA HIDUPNYA, tau gak? Gak kan? Kalian gak tau perjuangan Ale harus angkat bunda yang pingsan di lantai dan menaikkannya ke atas kasur, kalian gak tau perjuangan Ale nahan tangisan saat mendengar jeritan bunda yang penuh akan rasa sakit, kalian gak tau gimana rasanya Ale takut akan kehilangan seseorang yang sangat Ale sayangi" ucap Ale dengan penekanan di setiap kalimatnya dan air mata yang menetes ke pipi

"Setiap detik, setiap menit dan setiap jam Ale terus berpikir gimana caranya buat bunda bahagia kayak dulu? Gimana caranya buat bunda bisa tertawa lepas sama kayak dulu? Kalian gak tau, TAPI HARI INI DENGAN MATA KEPALA ALE SENDIRI, ALE LIAT KALIAN MESRA-MESRAAN SEAKAN AKAN GAK PERNAH ADA YANG TERJADI"

"Apa semua ini? Ayah? Bunda? Sandiwara apa ini?"

^^^^^

Alengka memilih pergi ke cafe untuk menenangkan pikirannya yang sedang kacau. Dia tidak tau takdir apa yang sedang dia hadapi tapi untuk saat ini dia hanya membutuhkan satu orang untuk membuat perasaannya lebih tenang.

Alengka pun memilih untuk menelfonnya sambil menatap pemandangan dari arah luar jendela.

Tut

Tut

Tut

"Halo?" ucap seorang gadis dari seberang sana

"Halo", jawab Alengka

"Kenapa?"

"Hiks" gadis dari arah seberang sana yang ternyata adalah Aurel merasa terkejut saat mendengar suara tangisan Alengka, tetapi dia tidak mengatakan satu patah katapun, dia hanya membiarkan Alengka menangis hingga akhirnya Alengka merasa tenang

"Ayah sama bunda hiks"

"Kenapa?" tanya Aurel

"Mereka jahat sama aku" rengek Alengka dengan air mata yang terus berlinang

"Jahat kenapa? Hmm?" tanya Aurel dengan suara lembut

"Mereka jahat sama akuu byy" adu Alengka sambil mencebikkan bibirnya ke bawah


ALENGKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang