⛈️

44 8 21
                                    

Langit malam memayungi desa kecil itu dengan cahaya lembut sang rembulan ketika Soraru dan pendeta hitam berjalan beriringan di jalan desa. Untungnya di jam segini semua orang sudah di rumah masing-masing. Jadi, Soraru tidak perlu membuat alasan kalau ada orang yang meminta penjelasan padanya. Terlebih mengenai pria aneh yang kini mengikutinya di belakang.


"Bocah," suara berat pendeta hitam memecah keheningan, "kau yakin kita tidak salah jalan?"


“Kau serius tanya begitu padaku yang tumbuh besar disini?” Soraru menyahut ketus. Lagipula sudah sewajarnya dia marah karena sebelumnya pria itu hampir membunuhnya dengan senjata suci.


Pendeta hitam mengangguk pelan. "Kamu terlihat akan mengantarku ke tempat lain, jadi bukan salahku kalau aku curiga padamu."


“Tolong berkaca, paman. Kamu lah yang paling mencurigakan disini! Manusia macam apa yang bisa menghilang begitu saja dari keramaian?!”


“Benar juga. Aku bisa menghilang dan mencari panti itu sendiri.”


Soraru buru-buru meraih selempang putih yang menjuntai dari bahu pria itu. “ ... kamu mau apa dengan Tarou? Apa kamu mau menyembuhkannya? Apa kamu sungguh mendengar doaku?”


Pendeta hitam mengendikkan bahunya. “Siapa tahu.”


Soraru ragu-ragu sejenak. Ia tahu bahwa tidak baik membawa orang asing ke panti, tapi sudah ada banyak bukti yang menunjukkan kalau pendeta hitam ini memang memiliki kekuatan suci seperti para praktisi para 7 Dewa yang dia ketahui.


"Tadi ... paman melantunkan syair pujian pada Dewa Terre, kan? Apa paman pemujanya?" tanya Soraru, sedikit ingin tahu.


“Itu pertanyaan yang menarik.” Pendeta hitam tertawa tipis. “Apa ada kewajiban untuk setiap orang hanya boleh memuja satu Dewa?”


“Anak-anak di desa ini banyak yang rajin datang ke gereja karena tertarik mendengar kisah para 7 Dewa. Aku harus bekerja, jadi tak pernah kesana. Tapi aku sering mendengar cerita dari teman-teman yang sering datang dan mereka bilang kalau manusia tidak boleh serakah. Kepala kuil selalu berpesan di setiap khutbahnya kalau setiap orang harus memuja satu dewa seumur hidupnya,” tutur Soraru panjang lebar.


Pendeta hitam melirik sesaat sebelum kemudian melempar pertanyaan. “Menurutmu sendiri, mengapa mereka ada tujuh?”


“Eh?” Soraru mengernyitkan dahinya. Pertanyaan itu jelas terlalu berat untuk anak-anak sepertinya. “Aku tidak tahu.”


“Karena mereka serakah.” Pendeta hitam melebarkan senyum. “Misalnya, Rinne yang mengatur kehidupan. Dia itu sangat serakah untuk mengendalikan dan mengatur seluruh kehidupan yang ada di tangannya. Kalau dia tidak serakah, dunia ini mungkin hanya akan diisi oleh tanah kosong saja.”


Keringat dingin mengucur dari pelipis Soraru. Wajah anak itu amat kebingungan karena kesulitan mencerna apa yang dibahas oleh Pendeta hitam.


“Mudahnya, serakah tidak selalu berkonotasi tamak atau rakus. Tidak ada yang salah untuk menjadi serakah jika ingin berterima kasih atau meminta perlindungan kepada para Dewa. Lagipula, semua yang kamu lihat dan rasakan di dunia ini diciptakan oleh ketujuh Dewa itu. Mengapa kamu hanya berterima kasih pada salah satunya? Siapapun yang mengajarimu begitu pasti adalah jenis yang tidak tahu diri.”


Tertegun dengan penjelasan itu, Soraru merasa ada sesuatu yang telah membuka pemahamannya. Seperti yang pendeta hitam itu katakan, dunia ini tidak hanya diciptakan oleh Dewi Rinne seorang. Setiap Dewa dan Dewi memiliki perannya masing-masing dan memiliki keistimewaannya masing-masing. Dengan seluruh keistimewaan yang mereka miliki itu, mereka curahkan seluruhnya untuk seluruh dunia. Untuk pertama kalinya Soraru merasa setuju dengan penuturan seorang pendeta.

Sunny Snow  ||  MafuSoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang