Sudah tiga hari berlalu sejak Tuan Saint pergi dan belum mengirimkan kabar apapun. Meski begitu Soraru yang telah bertekad akan menjaga panti asuhan meminta libur di setiap tempat kerjanya karena alasan tidak enak badan. Selain alasan itu disarankan oleh Teto, Soraru juga mulai menyadari adanya sesuatu yang terjadi saat dia melantunkan syair pujian.
Pada hari pertamanya berlatih dengan Teto, Soraru terkejut lantaran tubuhnya tiba-tiba diselimuti cahaya. Teto pun juga mengatakan kalau dia juga mengalami hal yang sama sewaktu melantunkan syair dihadapan pendeta hitam. Awalnya dia sempat bingung karena yang sebelumnya terjadi adalah kemunculan sesuatu serupa pedang sihir muncul di depan wajahnya. Akan tetapi setelah dia melantunkan syair pujian secara utuh dan khidmat, pedang itu tidak muncul sedikitpun.
“Kenapa, ya?” adalah pertanyaan yang terus menghantuinya sampai hari ini.
Menatap kedua tangannya risau, Soraru mencoba mengingat-ingat bagaimana saat dirinya melantunkan syair dihadapan Tuan Saint. Meski dia sudah mengulangi bait yang sama berkali-kali, pedang itu tetap saja tidak muncul.
Kalau begini terus, mana bisa aku melindungi panti? batin Soraru khawatir.
BLARRR!
Terkejut dengan suara ledakan tiba-tiba itu, Soraru melompat dari ranjangnya dan membuka jendela lebar-lebar. Mata birunya membelalak tak percaya kala melihat adanya asap hitam membumbung dari arah desa.
“Jangan-jangan ... gelombang monster?!” pekik Soraru tak percaya.
Gereja yang telah berdiri kokoh dengan anggun di tengah desa itu kini hancur berkeping-keping. Debu dan serpihan kayu beterbangan di udara. Di tengah kepulan debu, sosok raksasa muncul—seekor singa putih dengan tiga ekor yang melambai-lambai di udara. Tingginya mencapai lima meter, dengan bulu seputih salju yang berkilau ditimpa cahaya matahari.
"GROAAAARRR!" Auman singa itu menggetarkan seluruh bangunan.
Para penduduk desa berlarian kalang kabut. Ibu-ibu menggendong anak-anak mereka, pedagang meninggalkan dagangan, dan petani menjatuhkan peralatan mereka. Kepanikan menyebar secepat api di musim kemarau.
Gideon yang berhasil menghindar dari reruntuhan terpaku di tempatnya. Matanya membelalak melihat cipratan darah yang merembes keluar dari puing-puing, bukti hanya dirinya yang selamat dari serangan kejutan itu. Gideon mendongak ngeri pada mata keemasan sang singa putih yang menyala-nyala penuh amarah. Ada kecerdasan dan kebencian yang mendalam di balik tatapan itu yang mana bisa Gideon artikan sebagai kedatangan monster itu terkait dengan kegagalan rencana mereka tahun ini.
"Tu-tunggu!" Gideon tergagap, "Kami sedang berusaha mengatasi masalah persembahan! Kami butuh waktu lebih—!"
Singa putih itu mendengus meremehkan. Tanpa peringatan, cahaya keunguan memancar dari ketiga ekornya. Dalam sekejap, Gideon dan sembilan pendeta bawahannya yang saat ini menyebar di seluruh desa tiba-tiba diselimuti kabut hitam. Tubuh mereka menggeliat dan berubah bentuk—tangan menjadi cakar, kulit menjadi sisik, dan mata berubah merah menyala. Sepuluh monster tingkat menengah telah lahir dari para pemuka agama itu. Mereka tak lagi memiliki kesadaran manusia, hanya insting buas yang mendorong mereka untuk menghancurkan. Dengan raungan penuh amarah, kesepuluh monster itu berlari menuju satu arah—panti asuhan.
Pada detik-detik monster-monster itu melompat untuk menyerang, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Sebuah penghalang transparan bersinar menyelimuti gedung panti. Begitu monster-monster itu menyentuh penghalang tersebut, tubuh mereka langsung terbakar dalam api suci yang menyilaukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunny Snow || MafuSora
Short Story☀️ Utaite Fanfiction☀️ Special Edition [ Sunoctober] Ada banyak kisah di sebuah perjalanan. Namun, perjalanannya hanya mengisahkan seseorang. Utaite Fanfiction Main Pair : MafuSora ©All right received ©Original story by me, iyey :V