Dengan tubuh mungilnya yang hanya setinggi pinggang lawannya, Soraru menggenggam erat pedang tumpul standar turnamen dengan kedua tangan. Keringat mengalir dari pelipisnya, membasahi rambut biru gelapnya yang berantakan. Di hadapannya, Suzumu, menyeringai meremehkan sembari mengayun-ayunkan pedangnya dengan gerakan cepat dan mengancam.
TRANG!
Dentuman logam memekakkan telinga saat Suzumu melancarkan serangan mendadak. Pedangnya menghantam pertahanan Soraru dengan kekuatan yang membuat lutut bocah itu gemetar. Soraru menggertakkan gigi, otot-otot kecilnya menegang hebat menahan beban serangan yang jauh lebih kuat dari fisiknya.
"Menyerahlah, anak kuil!" Suzumu mendesis, matanya berkilat kejam saat ia menekan pedangnya lebih kuat. "Tempatmu bukan di sini. Kembali saja ke kuilmu yang kumuh itu!"
Soraru tidak membalas. Matanya yang tajam dan jernih mengawasi setiap detail yang ada di depan matanya.
TRANG! TRANG! TRANG!
Rangkaian serangan brutal Suzumu menggema di arena. Pedangnya berayun dalam pola yang semakin agresif - tebasan horizontal ke kiri, tusukan ke depan, sabetan miring dari atas. Soraru bergerak dengan presisi, kakinya melangkah dalam pola yang efisien. Setiap serangan ia tangkis atau hindari dengan gerakan minimal, menghemat tenaga sambil terus menganalisis.
Orang ini kebiasaannya jelek sekali. Bahkan caranya melangkah sangat buruk. Apa karena senjata? Atau zirahnya? Anak bangsawan memang hebat kalau soal uang! Gerutu Soraru.
Di tribun, kerumunan penonton menahan napas menyaksikan pertarungan tidak seimbang ini. Suara bisik-bisik kemarahan mulai terdengar dari bangku rakyat biasa.
"Ini tidak adil!"
"Meski dia juga calon Yuusha, tapi dia adalah yang paling muda. Apa panitia tidak mencocokkan lawan para peserta?"
Namun di tribun bangsawan, tawa-tawa angkuh justru semakin keras.
"Lihat bocah kuil itu, seperti tikus yang dipermainkan kucing!"
"Hah! Ini akan jadi pelajaran berharga untuk Kuil Unitas yang sok suci itu!"
Shoose mengepalkan kedua tangannya. Meski dia sendiri yang berkata ingin mengandalkan Soraru, tapi tetap saja anak itu masihlah 7 tahun. Dia masih tidak sebanding dengan anak bangsawan yang tidak hanya 10 tahun diatasnya tapi juga didukung oleh senjata modifikasi. Melihat sang Paus menonton dengan gelisah, Eve beralih kearah Mafu dan tercekat saat melihat sepasang mata merahnya berkilat tajam. Wajah Saint itu tampak tenang. Akan tetapi, merah delima yang menyala oleh energi sihir itu jelas dipenuhi oleh niat membunuh yang kuat. Kelimpungan memilih orang yang harus dia tenangkan, perhatian Eve tercuri oleh pekikan penonton yang menjerit ngeri.
Kembali ke arena, keringat sudah membanjiri tubuh kecil Soraru. Napasnya terengah, tapi matanya tidak kehilangan fokus. Selama bertahan, Soraru berusaha memerhatikan kecepatan ayunan pedang, interval antara serangan, pola pergerakan kaki, bahkan perubahan ritme napas lawannya. Merasa berhasil memahami semua pola itu, Soraru mulai bisa beradaptasi dan menangkis serangan dengan lebih baik. Langkah kakinya juga semakin mantap. Memahami lawannya akan menebasnya dari atas, Soraru sudah lebih dulu mengarahkan pedangnya ke atas kepala, bersiap di posisi bertahan.
TRANG! KRAK!
Serangan Suzumu kali ini begitu kuat hingga membuat pedang Soraru bergetar hebat. Retakan kecil muncul di bilah baja tumpul itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunny Snow || MafuSora
Short Story☀️ Utaite Fanfiction☀️ Special Edition [ Sunoctober] Ada banyak kisah di sebuah perjalanan. Namun, perjalanannya hanya mengisahkan seseorang. Utaite Fanfiction Main Pair : MafuSora ©All right received ©Original story by me, iyey :V