~Oscar Frederick~

1 0 0
                                    

Oscar Frederick Part I

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aria merasa lega karena segalanya berjalan lancar di awal, dengan empat orang yang siap melindungi masa depannya. Sementara itu, Mielle masih tampak pendiam, mungkin khawatir karena ada tamu yang datang dan pergi dari kamar Aria. Jadi ketika makan malam terakhir, Mielle tampak tidak makan dengan benar.

Tubuhnya terlihat sedikit lebih kurus, mungkin karena keterampilannya dalam menyulam tidak banyak berkembang. Meski apa yang dialami Mielle tidak sebanding dengan penderitaan Aria, melihatnya semakin lemah dan kurus di depan matanya...

...Aria tak kuasa menahan tawa. Baginya, pemandangan itu sungguh menggelikan.

'Ya, jalani hidupmu seperti kau mencoba memahami ekspresiku, seperti aku yang pernah tertipu olehmu sepanjang hidupku.'

Mungkin karena tak punya tempat lain untuk mencurahkan kekhawatirannya, Mielle semakin sering mengirim surat kepada saudaranya, Cain. Hal ini membuat tawa Aria semakin keras. Betapa bodohnya Mielle, berpikir bahwa Cain, yang hanya bisa menghibur lewat surat dari asramanya, bisa menyelamatkannya.

Sementara Mielle meratap kepada saudaranya, Aria dengan tenang memperkuat persahabatannya dengan ketiga lady dan menambah wawasan. Meski pelajaran budaya dari Nyonya White tidak banyak membantu, terutama dalam aritmatika, pelajaran sejarah dan sastra sangat berguna bagi Aria, yang sebelumnya tidak memiliki pengetahuan di bidang itu. Tujuannya jelas memastikan semuanya berjalan sesuai rencana, membangun kekuatannya melalui pengetahuan, menekan Mielle, dan secara bertahap mengungkapkan informasi sehingga tak seorang pun bisa lepas dari kendalinya.

Aria pun berniat menghancurkan impian lama Mielle yaitu pertunangannya dengan Oscar dan mengisolasinya sepenuhnya. Pada akhirnya, Aria berencana meniru kejahatan Mielle dengan menaruh racun di cangkir tehnya dan membunuhnya.

Sambil memandang keluar jendela, Aria melihat seorang tukang kebun yang berkeringat saat merapikan taman yang sudah teratur. Hampir sepuluh tukang kebun bekerja berpasangan, menata dan membersihkan taman secara menyeluruh.

Aria yang bersandar di bingkai jendela beberapa saat, memerintahkan Jessie untuk turun. Ia meminta Jessie berbaur dengan para pembantu rumah tangga untuk mencari tahu siapa yang datang. 

Karena saat itu akhir pekan dan guru privatnya tidak datang, serta ia sudah bosan menyulam, Aria pun memutuskan untuk tidur, menunggu kabar. Tak lama kemudian, ia terbangun tiba-tiba karena merasa lapar.

Saat ia melihat jam, waktu makan siang sudah lewat. Tubuhnya, yang sudah terbiasa dengan jadwal makan yang teratur di rumah itu, bahkan lebih akurat daripada jam dalam hal menandakan waktu makan.

Aria bangkit dari tempat tidurnya, meregangkan tubuhnya sekuat tenaga, dan memanggil Jessie beberapa kali. Namun, setelah mengingat bahwa ia telah memberi Jessie perintah lain, ia melangkah keluar kamar.

"Aku pikir aku butuh pelayan lagi untuk hal-hal sepele seperti ini," gumamnya pada diri sendiri.

Di dalam rumah besar yang sunyi, hanya terdengar suara langkah kakinya yang tenang.

'Apakah sudah ada tamu? Apa yang sebenarnya dilakukan Jessie?' pikir Aria, merasa tidak sabar karena belum mendapatkan laporan.

Saat ia menuju lorong di lantai pertama dan melangkahkan kaki ke anak tangga terakhir, ia melihat Jessie berlari dari bawah.

"Jessie?" panggil Aria dengan nada ingin tahu.

"Nona!" sahut Jessie, terengah-engah. Wajahnya tampak cemas, seolah ada berita buruk, dan jantung Aria mulai berdebar.

The Villaines Reverse HourglassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang