4

1.5K 169 5
                                        

Gina bilang ada pasien yang sedang menunggu di ruanganku untuk diperiksa di pagi menjelang siang hari ini.

Aku buru-buru melangkah masuk menuju ruangan kecil yang ada di bagian belakang apotek. Ku ucapkan selamat pagi sembari melangkah mendekat.

"Selamat pa--"

Namun seketika sapaanku dan langkahku terhenti saat orang yang duduk membelakangiku menoleh.

Aku yakin dia bukan seorang pasien yang datang untuk memeriksakan diri.  Orang yang saat ini menoleh dan menatapku itu adalah Danu.

Oh Tuhan, darimana pria itu tau kediamanku? Apa ada yang telah memberitahunya?

Terakhir kali kami bertemu secara tidak sengaja terjadi sekitar dua bulan yang lalu, di rumah Ibu. Ku pikir hidupku aman setelahnya karena tidak ada tanda-tanda bahwa Danu mencari tau tentang Anya setelah pertemuan kami. Ku pikir ketakutanku kala itu sangat berlebihan karena nyatanya Danu tak tertarik dan penasaran dengan bocah kecil yang ada bersamaku. Pemikiranku jelas salah, rasa tenang yang ku rasakan akhir-akhir ini juga nyatanya salah.

Aku sepertinya harus menerima kenyataan bahwa cepat atau lambat hal ini pasti terjadi. Dan sepertinya ini adalah hari dimana semua ketenanganku selama beberapa tahun terakhir ini berakhir. Danu pasti datang kemari bukan hanya sekedar untuk hal sepele, dengan yakin dan sangat sadar aku tau bahwa tujuannya adalah menemui Anya.

Aku hanya bisa menghela nafas pelan setelah sadar dari keterkejutanku, sebelum akhirnya aku melanjutkan langkah menuju kursi yang ada dihadapan Danu.

"Ternyata selama ini kamu tinggal disini, Kar." Danu buka suara saat aku duduk di kursi, kini jarak diantara kami hanya dibatasi oleh meja yang ada dihadapan kami berdua.

Aku hanya bisa mengulas senyum kikuk padanya.

"Kamu sakit?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Nggak" jawabnya singkat, tapi tatapannya begitu tajam tertuju kearahku.

"Darimana kamu tau aku disini?" Tanyaku akhirnya, jujur saja aku penasaran kenapa ia bisa tau dan sampai datang kemari.

"Dari Ibu." Jawab Danu masih sambil menatapku lekat.

Aku meneguk air liurku dengan susah payah.

"Ibu? Nggak mungkin, Ibu udah janji sama aku buat nggak ngasi tau kamu."

Danu mendengus pelan saat mendengar perkataanku, namun tatapannya tak pernah berpaling dariku.

"Aku mesti sujud di kaki Ibu dan minta ampun dulu, Kar. Baru Ibu mau kasih tau dimana kamu dan anakku tinggal. Selama dua bulan ini aku terus memohon sama Ibu untuk diberitahu dimana kamu berada." Danu memberitahuku.

"Dia anakku kan Kar? Anya putriku kan Kar? Anya anak kita kan Kar?" Cecar Danu padaku.

"Dan, please...."

"Tolong jawab aku Kar, aku mau dengar dari mulut kamu sendiri, Kar. Tolong beri kepastian padaku, tolong jujur agar aku bisa menentukan kemana arah hidupku kedepannya." Tambahnya lagi.

Danu datang-datang langsung membawa beban baru dalam hidupku. Aku tau bahwa sudah saatnya aku mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanku yang tenang beberapa tahun terakhir ini. Karena setelah ini aku yakin bahwa Danu akan merecokiku.

Saat melihatku diam saja, Danu tiba-tiba berdiri dan berjalan kearahku. Dan apa yang dilakukan oleh pria itu selanjutnya benar-benar membuatku kaget.

Danu memutar kursi yang ku duduki, lalu bersimpuh didepanku, "Ibu bilang aku harus sujud di kaki kamu dan minta ampun, Kar. Dosaku sudah terlalu banyak sama kamu. Kata Ibu, aku bakal membusuk di neraka kalau belum minta ampun sama kamu."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Danu benar-benar bersujud didepanku. Aku jelas semakin kaget dibuatnya dan segera memegang bahu pria itu, berusaha membuat Danu menghentikan apa yang sedang dilakukannya.

"Jangan gila Danu! Bangun Danu!"

Namun pria itu bersikeras untuk tetap melakukannya. Pria itu masih bersujud didepan kakiku. Sesuatu yang membuatku tak nyaman, ini berlebihan.

Belum selesai dengan Danu, aku malah dikagetkan oleh suara yang berasal dari ambang pintu ruangan praktekku.

"Mama, itu omnya kenapa? Pingsan ya?" Anya bertanya dengan polosnya sembari melangkah takut-takut kearah kami.

Danu yang mendengar suara Anya segera mengangkat kepalanya dan menoleh pada putri kecilku itu.

Yang membuatku lebih terkejut lagi adalah saat melihat Danu tiba-tiba menangis tergugu di tempatnya.

Anya terlihat semakin penasaran, Mbak Tin yang datang bersama Anya memilih meninggalkan ruangan, sayup ku dengar wanita paruh baya itu mengajak Gina turut serta untuk meninggalkan tempat ini.

"Mama, kenapa Omnya nangis? Ma omnya sakit?" Anya terdengar semakin penasaran.

Mendengar tangisan Danu yang semakin keras membuat Anya sedikit takut dan menatap aneh pada pria itu. Namun itu tak menghentikan langkahnya untui terus mendekat kearahku.

Kini Anya sudah berada diatas pangkuanku, gadis kecil itu masih melihat kearah Danu yang tak henti-hentinya menangis.

"Dan, sudah nangisnya. Kamu datang buat ketemu Anya kan?" Ucapku pada pria itu.

Danu mengangkat wajahnya, pria itu berusaha menghentikan tangisnya. Matanya yang basah dan hidungnya yang memerah membuatku sedikit merasa iba.

Tanpa ku duga, Danu dengan cepat merangsek kearah kami. Lalu memeluk diriku dan Anya bersamaan. Dan ku dengar lagi-lagi ia terisak.

Anya yang kaget tiba-tiba juga ikut menangis. Sementara aku hanya bisa menghela nafas pelan.

****

Terjebak di Rumah Mertua 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang