Aku memutuskan memberikan waktu pada Danu untuk bicara berdua saja dengan Anya setelah tangis keduanya sama-sama mereda.
Awalnya Anya terlihat sangat bingung saat aku mengatakan bahwa orang yang ada dihadapannya adalah sang ayah, sosok Papa yang beberapa waktu lalu sempat ia tanyakan padaku.
"Om itu Papa, Ma?" Tanya Anya dengan polosnya padaku.
Ku anggukkan kepala, "Iya, itu Papa Anya."
"Papa?" Ulang Anya sambil melirik kearah Danu yang matanya terlihat masih sembab.
"Tapi kata mama, Papa kerjanya jauh sampe ke planet Mars." Ujarnya lagi.
Salahku memang telah melebih-lebihkan cerita pada Anya. Tapi itu akan menjadi urusan Danu nantinya untuk menjelaskan pada Anya.
"Papa udah pulang, papa udah disini. Anya mau peluk Papa nggak?" Tanyaku padanya.
Tanpa memberikan jawaban, putri kecilku itu langsung turun dari pangkuanku dan segera memeluk Danu.
Dan lagi-lagi tangis Danu pecah. Aku tak tau jika dia bisa menjadi secengeng ini. Pria itu memeluk Anya dengan erat.
Dan aku sadar bahwa sekarang aku tak lagi bisa menghalanginya untuk bertemu dengan Anya di kesempatan berikutnya. Aku tidak bisa lagi menjauhkan Anya dari Danu. Sepertinya inilah waktu yang digariskan Tuhan untuk pertemuan mereka.
Waktuku untuk bersembunyi dan menjauhkan diri darinya sudah habis. Mulai saat ini sepertinya aku harus belajar berbagi Anya dengan Danu, suka atau tidak.
Apakah aku sudah siap? Rasanya aku belum siap, namun apa yang bisa ku lakukan? Tak mungkin aku kabur, dan hidup di tempat lain. Hal tersebut sangat melelahkan, terlebih Anya sudah semakim besar, pertanyaannya akan semakin sulit untuk dijawab.
Aku terkadang berpikir, rasanya aku ingin egois, dan mengatakan bahwa Anya hanya milikku seorang. Tapi apakah hal tersebut akan adil untuk Anya?
Mami pernah mengatakan padaku bahwa suatu saat Anya pasti akan membutuhkan peran Danu dihidupnya selagi pria itu masih hidup. Mami juga mengatakan bahwa Anya berhak untuk tau siapa ayahnya.
Namun kala itu aku berpikir Anya masih kecil dan belum membutuhkan hal tersebut. Aku ingin menunda lebih lama lagi untuk memberitahu dan menjelaskan kebenaran pada Anya.
Tapi seberapa lama? Apa selamanya aku harus terus berbohong pada Anya? Rasanya aku malah tak sanggup jika harus terus membohongi Anya.
Saat memandangi bagaimana Danu merengkuh Anya dalam pelukannya, bagaimana pria itu menangis tergugu sembari memeluk putri kecilku, aku menyadari bahwa Danu juga punya hak atas Anya.
Hubungan kami memang sudah berakhir, tapi hubungan Danu dengan darah dagingnya tak akan pernah bisa aku putus.
Ku ingatkan diriku untuk tak bersikap egois, ku ingatkan diriku bahwa Anya membutuhkan hal ini. Dia membutuhkan ayahnya, dia perlu tau siapa ayahnya walaupun kedua orang tuanya tak lagi bersama.
Aku meninggalkan Danu dan Anya berdua di ruangan kerjaku. Ku pilih duduk di kursi tunggu yang ada didepan teras apotek. Memandangi hamparan bunga yang ku tanam di halaman.
Cuaca terasa panas dan sedikit menyengat, namun tak kupedulikan karena sejujurnya aku tengah sibuk dengan pikiranku sendiri.
Aku masih mendengsr sayup suara tangis Danu. Namun tak lama ku dengar juga suara Anya yang berusaha menenangkan, padahal tadi ia juga sempat menangis karena terkejut saat dipeluk erat oleh Danu.
"Kata Mama nggak boleh nangis lama-lama, nanti capek. Kata Mama boleh nangis tapi sebentar aja, nangisnya cuma kalau lagi sedih aja. Oom jangan lama-lama nangisnya, nanti air matanya habis." Aku mendengar perkataan Anya, sedikit tersenyum kecil saat membayangkan raut wajah mengguruinya yang pasti sangat menggemaskan itu.
Ada jeda cukup lama sebelum aku mendengar suara Danu.
"Papa nggak nangis lagi sayang, Papa nggak nangis lagi, nak."
"Oom Papa Anya ya? Kata Mama Papa Anya kerjanya jauuuuhhh, diluar angkasa, dekat planet Mars, planet yang warnanya agak merah itu. Papa udah pulang dari luar angkasa? Kok lama sekali pulangnya?" Cerocos Anya yang membuatku tak bisa menyembunyikan senyum.
Danu pasti bingung, begitupun dengan Anya yang sama bingungnya saat nanti Danu menjelaskan kebenaran tentang pekerjaannya. Tapi aku tak peduli, itu urusan Danu. Dia pasti punya seribu satu cara untuk menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti Anya.
Mulai saat ini aku sepertinya harus membiasakan diri dengan keadaan seperti ini dan mengucapkan selamat tinggal pada hari-hari tenangku selama beberapa tahun terakhir.
Hidup selalu punya kejutan, dan kali ini aku yakin hidupku akan dipenuhi kejutan bernama Danu. Pria yang coba ku hindari namun tak bisa lagi.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak di Rumah Mertua 2
RomanceKarina mati-matian menghindari Danu, menjauhi pria itu agar tak tau mengenai keberadaan Anya, putri mereka. Namun usaha Karina untuk menjauhi Danu sepertinya gagal. Ia ingin menolak kehadiran pria itu, namun Anya malah jadi begitu menggilai sosok ay...