8

1.2K 108 1
                                        

Keinginan Danu dan permintaan anehnya mengenai perkara rujuk ternyata berhasil membuatku sakit kepala berhari-hari.

Terlebih ia memperpanjang masa berkunjungnya selama sepuluh hari dan itu artinya aku harus terus bertemu dengan pria yang sudah berhasil membuat kepalaku sakit berhari-hari.

Dan tentu saja tak lupa di tiap kesempatan, Danu akan membahas mengenai keinginannya yang kuat untuk rujuk denganku.

Ide yang jelas ku tolak mentah-mentah, karena aku tak punya rencana dalam waktu dekat ini untuk memiliki suami. Terlebih suami seperti Danu, aku belum terlalu percaya dengannya. Ia sepertinya masih seperti Danu yang dulu aku kenal.

Ketakutanku masih sama. Aku belum mempercayainya. Dan aku masih ingin sendiri.

Jika ku pikir, aku sepertinya masih sanggup untuk merawat dan membesarkan Anya sendiri tanpa bantuan siapapun. Dari segi finansial dan lainnya aku merasa tak ke kurangan.

Egoku mengatakan bahwa aku sanggup dan tak membutuhkan Danu. Namun lagi-lagi aku tidak ingin egois. Anya tetap butuh ayah kandungnya, ia butuh peran Danu dalam hidupnya. Aku sudah menyingkirkan peran itu selama hampir empat tahun, dan jika aku melakukannya lebih lama lagi, aku yakin itu tak akan adil untuk putriku.

Berdamai adalah jalan satu-satunya, namun aku juga tak ingin terlibat lebih jauh dengan Danu, kala hatiku masih tidak yakin dengan dirinya, aku masih takut.

Ketakutan itu membuatku ingin mengambil jarak sejauh mungkin dengannya. Aku ingin memberikan diriku sendiri waktu untuk memahami keadaan kami lebih lama lagi.

"Kar,"

Aku yang tengah berada di depan lemari pendingin sontak terkejut saat mendengar suara seseorang yang memanggilku dari arah belakang.

Tak lain dan tak bukan orang itu adalah Danu. Ku kira dia sudah pulang, karena malam sudah cukup larut. Bukannya dia akan kembali ke Jakarta besok pagi? Kenapa Danu masih ada disini, padahal aku sudah menitipkan pesan pada Mbak Tin untuk memberitahu Danu agar segera pulang jika ia sudah selesai bermain bersama Anya.

"Ngagetin!" Ucapku padanya.

"Ngapain kamu di kamar seharian Kar? Nggak suntuk?" Tanya Danu tanpa mempedulikan rasa kagetku akan kehadirannya.

Aku memang memilih untuk mendekam di dalam kamar sejak kedatangannya, untuk meminimalisir interaksi diantara kami berdua.

"Lagi mau istirahat aja." Aku berkilah, jelas aku tengah menjaga jarak dengannya. Malas jika harus mendengar permintaan aneh Danu mengenai rujuk yang rasanya masig terdengar asing di telingaku.

"Kamu menghindari dari aku kan?" Tebakan Danu jelas sangat tepat.

Sengaja ku teguk air mineral yang tadi sempat ku ambil dari dalam lemari pendingin, hal ini ku lakukan untuk menghindari tatapan Danu yang saat ini seperti menembus kedalam kepalaku.

"Aku serius dengan omongan tempo hari itu, Kar. Aku mau kita rujuk. Aku akan buktikan ke kamu bahwa aku serius dan aku sudah berubah."

Aku masih tak menjawab. Dan masih enggan untuk menatap pria itu, tiap kali ia mengutarakan keinginannya untuk rujuk, seketika aku tubuhku merinding. Aku menjadi sangat gugup.

"Percaya aku, Kar." Ujarnya lagi.

Danu ikut terdiam kala tak mendengar sepatah katapun terucap dari bibirku. Untuk beberapa saat keheningan melingkupi kami berdua.

Terdengar Danu menghela nafas panjang sebelum kembali bicara.

"Aku sudah mengajukan resign, Kar. Aku juga sudah masukin lamaran sebagai tenaga pengajar di salah satu kampus disini. Doain semoga semuanya lancar ya Kar, biar aku nggak jauh-jauh lagi dari kamu dan Anya."

Aku tidak tau harus bagaimana menanggapi ucapan Danu. Aku masih diam ditempatku. Sementara pria itu, berdiri disana dan terus berusaha meyakinkanku bahwa ia sangat serius dengan ucapannya.

Entahlah, aku masih belum tau apa yang harus ku lakukan, aku masih bingung dengan semua ini.

****

Terjebak di Rumah Mertua 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang