_________________
Keesokan harinya di sekolah, suasana sedikit berbeda. Aruna merasa lebih percaya diri, meski ejekan dan tatapan masih ada. Dia mulai belajar bahwa kekuatan bukan hanya datang dari dukungan orang lain, tapi juga dari dalam dirinya sendiri. Namun, ada satu hal yang ia sadari: perasaannya pada Haikala semakin sulit untuk diabaikan.
Di jam istirahat, Haikala menunggu di luar kelas seperti biasa. Kali ini, dia membawa dua botol minuman dingin dan sepotong kue yang mereka suka.
“Pagi, Aru! Nih, buat kamu,” Haikala menyerahkan kue kesukaan Aruna dengan senyum lebar.
Aruna menerima kue itu dengan senyum kecil. “Makasih, Kal. Kamu selalu inget apa yang aku suka.”
Mereka duduk bersama di bangku taman seperti biasa, berbicara tentang hal-hal kecil yang terjadi di sekolah. Tapi hari ini, ada sesuatu yang berbeda di hati Aruna. Setiap kali Haikala berbicara, Aruna merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Setiap kali Haikala tertawa, senyumnya terasa lebih bermakna. Dia mulai bertanya-tanya, apakah Haikala merasakan hal yang sama?
“Aru?” Haikala memanggil, menyadari Aruna yang melamun. “Kamu nggak apa-apa? Dari tadi kok kayaknya mikirin sesuatu?”
Aruna tersentak dan buru-buru tersenyum. “Ah, nggak kok. Cuma lagi kepikiran soal… ya, tentang kita.”
Haikala mengangkat alis, sedikit bingung. “Kita?”
Aruna mengangguk, lalu menghela napas. Dia merasa harus mengungkapkan perasaannya, meskipun dia takut akan apa yang mungkin terjadi setelahnya. “Kal, aku… aku udah lama mikirin ini. Kamu selalu ada buat aku, selalu bantu aku waktu aku lagi butuh. Tapi aku jadi bertanya-tanya… perasaan aku ke kamu ini udah lebih dari sekadar teman.”
Haikala terdiam, wajahnya berubah sedikit serius, meskipun dia tetap tenang. “Aru… maksud kamu?”
Aruna menundukkan kepalanya, merasa pipinya mulai memanas. “Aku nggak tau pasti… tapi aku ngerasa mulai ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara kita. Kamu selalu bilang aku penting buat kamu, dan aku ngerasain hal yang sama. Tapi aku takut, Kal… aku takut kalau aku salah ngomong, persahabatan kita jadi rusak.”
Haikala terdiam untuk beberapa saat, memandang Aruna dengan tatapan yang lembut. Lalu, dia tersenyum pelan, sebuah senyum yang membuat Aruna sedikit lega.
“Aru,” Haikala mulai bicara dengan suara tenang, “aku udah lama ngerasain hal yang sama. Aku juga nggak tahu kapan tepatnya perasaan itu berubah, tapi satu hal yang pasti—kamu selalu jadi orang yang paling penting buat aku. Bukan cuma sebagai teman, tapi lebih dari itu.”
Aruna menatap Haikala dengan mata lebar, terkejut mendengar pengakuannya. “Jadi… kamu juga ngerasain hal yang sama?”
Haikala mengangguk pelan. “Iya. Tapi aku juga nggak mau ngeburu-buru. Yang paling penting buat aku sekarang adalah kamu tahu kalau aku bakal selalu ada di sini, apa pun yang terjadi. Kita nggak harus ngasih label apa pun, Aru. Yang penting, kita tetap bersama.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Harapan - HAERINA
Teen FictionAruna adalah malam tanpa bintang, hidupnya selalu kelam dan sepi. Namun, Haikal hadir seperti mentari di ufuk gelapnya, selalu setia memberi terang.