𝐗

20 6 0
                                    

___________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________

Beberapa hari setelah insiden di kantin, Aruna mulai merasa sedikit lebih tenang. Meskipun bayangan Rhea terus membayang-bayangi pikirannya, kata-kata Haikala selalu berhasil menenangkannya. Namun, perasaan insecure itu tetap belum sepenuhnya hilang. Di sekolah, Aruna masih memperhatikan bagaimana gadis-gadis lain—terutama Rhea—sering memperhatikan Haikala. Hal ini membuatnya semakin sulit untuk mengabaikan perasaan cemburu yang mulai tumbuh di dalam dirinya.

Suatu pagi di sekolah, Haikala tampak lebih sibuk dari biasanya. Dia harus mempersiapkan sebuah proyek kelompok yang akan segera dipresentasikan. Aruna memutuskan untuk menunggunya di taman tempat mereka biasa bertemu. Saat sedang menunggu di bangku, Rhea tiba-tiba muncul dari arah yang berlawanan, tersenyum penuh percaya diri.

"Eh, Aruna. Lagi nungguin Haikal, ya?" tanya Rhea, duduk di sebelahnya tanpa diundang.

Aruna menatapnya, mencoba tetap tenang. "Iya, dia lagi sibuk sama proyeknya."

Rhea tertawa kecil, seolah sudah menduga jawaban itu. "Haikala emang hebat, ya. Pinter, perhatian, selalu ada buat kamu. Kamu beruntung banget, Aruna."

Aruna mengangguk pelan, tidak ingin menunjukkan bahwa kata-kata Rhea mulai mempengaruhi pikirannya. Tapi Rhea belum selesai.

"Kamu tahu, Aruna... banyak yang tertarik sama Haikala. Dan jujur aja, aku juga tertarik. Dia bukan tipe orang yang gampang dideketin sih, tapi aku suka tantangan." Rhea menatap Aruna dengan senyum tipis, seolah ingin melihat bagaimana reaksinya.

Perasaan tidak nyaman mulai menggelayuti hati Aruna. Ia tahu bahwa Rhea adalah gadis yang cantik dan populer, tipe orang yang biasanya didekati banyak laki-laki. Dan sekarang, Rhea terang-terangan mengungkapkan ketertarikannya pada Haikala.

"Aku ngerti kenapa kamu suka sama dia," jawab Aruna dengan suara yang berusaha tetap stabil. "Tapi Haikala sama aku punya hubungan yang... spesial. Kami udah lama saling kenal."

Rhea mengangguk, tapi tatapan matanya tetap penuh percaya diri. "Oh, aku nggak meragukan itu. Tapi, kadang hal-hal berubah, Aruna. Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, kan?"

Rhea berdiri, melambaikan tangan dengan santai sebelum pergi. "Kita lihat aja nanti, ya? Siapa tahu, aku juga bisa jadi bagian dari masa depan Haikala."

Aruna menatap kepergian Rhea dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia tahu Haikala selalu berkata bahwa dia yang paling penting, tapi di sisi lain, kata-kata Rhea terasa seperti tantangan yang sulit diabaikan. Bagaimana jika suatu hari Rhea benar-benar mendekati Haikala dan merebut perhatian yang selama ini hanya untuknya?

Saat Haikala akhirnya muncul, wajahnya penuh semangat setelah berhasil menyelesaikan proyeknya. "Aru, maaf lama! Udah nunggu lama, ya?"

Aruna tersenyum, meskipun perasaan cemas masih menggantung di dadanya. "Nggak, kok. Gimana proyeknya?"

Detak Harapan - HAERINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang