Dua Tahun telah berlalu, dan kini di sebuah rumah kecil yang hangat dan nyaman, suasana pagi dipenuhi dengan tawa dan suara riang seorang anak. Aruna dan Haikala kini menjadi orang tua dari seorang bayi laki-laki yang bernama Harka. Harka adalah sumber kebahagiaan dan kekuatan baru bagi mereka. Setiap hari adalah petualangan baru, dan kehidupan mereka terasa lebih penuh.
Pagi itu saat di dapur, Aruna sedang menyiapkan sarapan sambil mengawasi Harka yang sedang duduk di kursi makan bayi. Dengan mata besar yang penuh rasa ingin tahu, Raka melihat sekeliling, sesekali mengoceh dengan suara ceria.
"Harka, sayang, mau makan apa hari ini?" tanya Aruna, sambil tersenyum.
"Umm...! Bubu!" jawab Harka, menyebutkan kata 'bubur' yang masih terdengar lucu di telinganya.
Aruna tertawa. "Oke, bubur siap! Tunggu sebentar, ya."
Sementara itu, Haikala masuk ke dapur, masih dengan kaus tidur dan rambutnya yang acak-acakan. "Pagi, Aru.. Ada yang butuh dibantu?" tanyanya, menatap Harka dengan penuh kasih sayang.
"Mau bantu masak? Aku lagi bikin bubur," jawab Aruna sambil menuangkan bubur ke mangkuk kecil.
"Bubur? Bagus! Harma pasti suka," kata Haikala, lalu mengangkat Raka dari kursi makannya. "Ayo, Harka! Kita mau sarapan bareng, ya!"
Harma tertawa dan merentangkan tangannya ke arah Haikala, seolah meminta pelukan. Haikala segera memeluknya dengan lembut.
"Jadi, hari ini kita ada rencana apa?" tanya Haikala, menatap Aruna yang sedang menyelesaikan masakan.
"Sehabis sarapan, kita bisa jalan-jalan ke taman. Cuaca cerah banget hari ini, kal! kebetulan kamu juga lagi libur kerja kan." Aruna menjawab dengan semangat. "Harka pasti seneng ngeliat burung-burung dan main di luar."
"Setuju! Harka pasti seneng," kata Haikala, sambil menatap putranya yang tersenyum lebar.
Setelah sarapan, mereka bersiap-siap pergi ke taman. Harka mengenakan baju warna cerah dengan topi kecil, terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
Saat mereka sampai di taman, Harka terlihat sangat antusias. Dia berlari kecil dengan langkahnya yang masih belum stabil, dikelilingi oleh warna-warni bunga dan suara burung berkicau. Aruna dan Haikala mengikuti di belakang, sambil tertawa melihat kegembiraannya.
"Harka, lihat! Burung-burung!" Aruna menunjuk ke sekelompok burung yang berkumpul di atas ranting.
"Mama! Bulung!" Harka berteriak dengan senangnya, berusaha menjulurkan tangannya ke arah burung-burung itu.
"hati-hati, sayang.." Haikala mengingatkan, tetapi senyumnya tak pernah pudar.
Mereka menghabiskan waktu di taman dengan bermain dan bersenang-senang. Harka berlari ke sana-sini, sedangkan Aruna dan Haikala saling bertukar pandang, merasakan kebahagiaan dalam setiap momen.
Setelah beberapa jam bermain, mereka duduk di bangku taman untuk beristirahat. Haikala merangkul Aruna sambil menatap Harka yang sedang bermain pasir di dekat mereka.
"Rasanya kayak mimpi, ya? Lihat kita sekarang," kata Haikala dengan nada penuh kasih.
"Iya, mimpi yang indah banget. Harka ngebawa banyak kebahagiaan dalam hidup kita," jawab Aruna, matanya bersinar ketika memandang putranya.
Haikala tersenyum. "Dan ini baru permulaan. Kita bakal banyak mengalami momen-momen kayak ini."
"Tapi ada satu hal yang aku pikirin, Kal," Aruna mulai bicara lagi. "Kita harus mempersiapkan Harka untuk masa depannya. Kita perlu memberikan yang terbaik buat dia."
"Setuju! Aku udah mikirin itu. Kita harus mendukung semua impian dan cita-citanya, apapun itu," Haikala menambahkan.
Aruna mengangguk. "Kita bisa mulai dengan membiasakan Harka buat mencintai belajar dan berinteraksi dengan orang lain."
"Dan yang paling penting, kita harus bisa selalu ada buat dia. Kasih sayang kita akan jadi fondasi terpenting dalam hidupnya Harka," Haikala berkata sambil menggenggam tangan Aruna.
Mereka berdua menatap Harka yang sedang asyik bermain, dan merasakan harapan serta tanggung jawab yang baru. Dalam hati mereka, Aruna dan Haikala tahu bahwa bersama-sama, mereka akan memberikan yang terbaik untuk anak mereka dan membangun masa depan yang cerah
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Harapan - HAERINA
Roman pour AdolescentsAruna adalah malam tanpa bintang, hidupnya selalu kelam dan sepi. Namun, Haikal hadir seperti mentari di ufuk gelapnya, selalu setia memberi terang.