BAGIAN 4

4 0 0
                                    

"Memecah Keheningan"

Hari demi hari, aku masih terjebak dalam suasana hatiku yang kelabu. Kafe itu terasa lebih sepi dari biasanya, meskipun orang-orang berhalu-lalang. Aroma kopi dan kue tidak lagi memberi semangat. Setiap sudut ruangan seolah berbisik tentang harapan yang tak terwujud. Sejak dia pergi, dan bahkan setelah dia kembali, semua yang bisa kulakukan hanyalah menunggu. Menunggu kabar darinya, menunggu janjinya untuk bertemu, dan menunggu harapan-harapan yang terpendam untuk kembali bersinar.



Aku tidak bisa melupakan pandangannya saat terakhir kali kami berbicara. Ada sesuatu yang tak terkatakan di sana, seperti sebuah janji yang terputuh. Rasanya setiap kali dia menatapku, ada ribuan kata yang tidak keluar dari mulutnya, dan kini, saat dia tidak ada, semua itu terasa seperti jeritan yang menggema di dalam hati.



Hari itu berlalu dengan lambat. Kafe yang seharusnya menjadi tempat pelarianku kini menjadi penjara. Setiap suara, setiap gelak tawa, hanya mengingatkanku pada momen-momen indah yang telah berlalu. Akhirnya, aku mengambil keputusan. Mungkin sudah saatnya aku bergerak, meski terasa sulit. Aku harus mencoba melanjutkan hidupku, meski tanpa dia.



Menjelang sore, saat matahari mulai terbenam dan menyisakan cahaya jingga di langit, aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, aku tidak bisa berhenti berpikir tentang bagaimana seharusnya aku berhadapan dengannya ketika dia kembali. apakah aku harus menunjukkan betapa aku merindukannya? Atau seharusnya aku bersikap seolah-olah tidak ada yang berubah?



Malam itu, setelah menyantap makan malam yang terasa hampa, aku duduk di meja tulisku. Aku membuka dokumen yang berisi surat yang kutulis untuknya. Dalam surat itu, aku menuangkan semua rasa yang tidak terungkap, semua kerinduan dan ketakutanku. Rasanya sudah terlalu lama aku menyimpannya. Dengan perasaan campur aduk, aku membacanya sekali lagi, setiap kata membawa kembali kenangan tentangnya.



Satu kalimat yang paling menghantui pikiranku adalah ketika aku menulis, "Aku berharap kau tidak lupa akan semua yang kita bagi." Saat itu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah dia benar-benar kembali ke kehidupannya yang dulu, ataukah ada harapan untuk kita di masa depan. Ternyata, tidak semua surat ditujukan untuk dikirim. Beberapa hanya perlu ditulis untuk menyembuhkan diri.



Ketika pagi tiba, aku bangun dengan niat yang baru. Di depan cermin, aku menatap diriku sendiri. "Cinta tidak seharusnya menjadi beban," kataku pada diri sendiri. "Cinta adalah tentang memberi dan menerima, tentang saling mendukung meski jarak memisahkan." Dengan semangat baru, aku mulai menata hidupku. Mengambil kembali kendali atas tulisanku, memikirkan kisah yang akan kutulis selanjutnya.



Di siang hari, aku memutuskan untuk menjelajahi kota. Ini adalah salah satu cara terbaik untuk mengalihkan pikiran dan menemukan inspirasi. Aku pergi ke taman kota, di mana pepohonan berdaun lebat memberi naungan, dan suara burung berkicau mengisi udara. Di sana, aku duduk di bangku dan mengamati orang-orang di sekitarku. Anak-anak bermain, pasangan berjalan bergandeng tangan, dan orang-orang tua duduk santai menikmati sinar matahari. Semua itu mengingatkanku bahwa hidup terus berjalan, terlepas dari apapun yang terjadi.



Aku mulai menulis sketsa cerita baru di buku catatanku. Tidak ada yang lebih baik daripada menemukan inspirasi dari kehidupan sehari-hari. Seorang pria tua yang duduk di bangku seberang terlihat merenung, mungkin mengenang masa-masa indah dalam hidupnya. Di sebelahnya, seorang wanita muda dengan senyum lebar menceritakan lelucon kepada teman-temannya. Aku mulai menuliskan detail-detail kecil itu, membayangkan bagaimana kisah mereka bisa terjalin.



Namun, meski aku berusaha untuk fokus, pikiranku selalu kembali padanya. Dia masih membayangi langkahku, seolah-olah ada benang tak terlihat yang menghubungkan kami. Beberapa hari berlalu, dan meskipun aku berusaha untuk tidak memikirkan tentangnya, namanya selalu muncul di pikiran.

MERANGKAI KATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang