"Adek, buka pintunya ini Ayah." Ayah Hana mengetuk pintu kamar putrinya dengan cemas. Usai mendengar apa yang diceritakan Nadin tentang alasan mengapa Raden tidak datang. Mereka semua bergerombol di depan kamar hana yang sejak tadi terkunci."Dek, ibu tau Adek butuh waktu. Tapi ibu harap adek jangan sampai putus asa ya, Nak." Ujar sang ibu yang kondisinya juga tidak baik. Ibu mana yang tidak sedih melihat anaknya hancur di hari yang paling diharapkan akan membuatnya bahagia.
"Han, buka pintunya!" Nadin berteriak cemas. Pasalnya sudah setengah jam Hana mengurung diri.
Sepertinya tidak ada pergerakan apapun dari dalam kamar. Perasaan negatif dan khawatir menyergap mereka semua. Bagaimana jika terjadi hal yang buruk terhadap Hana.
Nadin tau perasaan Hana pasti sangat hancur. Hampir seluruh tamu undangan sudah datang. Sejak tadi mereka juga bertanya tanya" kapan 𝘐𝘫𝘢𝘣 𝘲𝘰𝘣𝘶𝘭 nya akan dimulai?" Tidak mungkin acara ini dibatalkan bukan?
Pernikahan adalah waktu ketika sepasang kekasih akan menjadi Raja dan Ratu dalam sehari. Bagaimana bisa mereka mebiarkan sang Ratu duduk sendirian di atas pelaminan. Nadin tak sanggup membayangkannya.
"Kita dobrak aja yah." Anzan, kakak Hana mengusulkan. Sejak tadi dia lebih banyak diam karena pikirannya juga kalut.
"Oke, kita dobrak berdua." Ayah Hana mengambil ancang ancang. Mereka pun mendobrak pintu kamar Hana dan berhasil terbuka.
"HANAAA!!"
Mereka semua panik melihat Hana yang masih memakai gaun pernikahan terbaring di lantai.
Anzan memeriksa keadaan adiknya. Ia pun berdecak kesal.
"Cuma tidur."
Perasaan lega langsung mendominasi. Anzan memindahkan adiknya ke kasur agar lebih nyaman.
"Pasti dia capek habis nangis." Nadin sudah hafal kebiasaan Hana. Dan ketika bangun nanti ia akan misuh misuh sendiri karena matanya sangat bengkak.
Ayah mengelus kepala Hana dengan sayang. Tak tega melihat putrinya melalui kejadian yang tak terduga seperti ini.
Mereka semua keluar dari kamar Hana yang sejatinya sudah disulap menjadi kamar pengantin. Ribuan kelopak mawar memenuhi kasurnya. Dinding biru mudanya ditutupi kain sutera bewarna emas. Setiap sudutnya di penuhi bunga yang wanginya semerbak.
"Gimana ini Ayah? Apa kita batalin aja?"
Ayah Hana menggeleng bingung. "Belum tau juga, Bu." Gurat wajahnya tampak lelah. Jika pernikahan dibatalkan, ada kehormatan keluarga yang dipertaruhkan disini. Sebagai kepala keluarga tentu saja ini menjadi beban berat baginya.
"Ini gimana jadinya ya Pak? Kenapa mempelai laki lakinya belum juga datang?"
Tanya Penghulu yang resah kepada Ayah Hana. Jadwalnya yang padat mengharuskan ia bergerak cepat dan tepat waktu.Dengan ragu Ayah Hana menjawab."Begini Pak, qodarullah mempelai laki lakinya tidak bisa datang. Jadi kemungkinan pernikahan akan dibatalkan."
Tamu undangan yang duduk di sekitar mereka pun turut mendengarkan. Seketika dengung bisikan memenuhi ruangan.
"Ih masa pengantin cowoknya ga bisa dateng katanya."
"Serius? Pantesan dari tadi acaranya ga mulai mulai."
"Kok bisa gini sih jadinya?"
"Kasian mbak Hana."
"Aku kalau jadi perempuannya ga bakalan bisa kuat."
"Saya bersedia menggantikan."Kalimat dari seorang laki laki muda menghentikan kebisingan.
Hampir semua orang disana terpaku pada lelaki berkemeja hitam yang berjalan menuju Ayah Hana.
"Maksud Lu apa, Gaf?" Anzan sekonyong konyong datang. Dia mendengar kata kata temannya itu barusan.
Laki laki itu mengabaikan Anzan dan menatap Ayah Hana."Saya bersedia menggantikan mempelai yang tidak bisa datang." Perjelasnya dengan mantap.
Kini atensi semua orang betul betul tertuju pada pemuda itu. Dia, Asgaf. Lengkapnya Asgaf Arhaa Aksatama. Salah satu teman yang Anzan undang ke pernikahan adiknya ingin menjadi mempelai pengganti. Sekali lagi biar heboh, Ingin jadi MEMPELAI PENGGANTI.
"Kamu serius, Nak?" Ayah Hana yang bimbang akan pernikahan anaknya pun bertanya.
Ia mengenal Asgaf dengan baik. Teman Anzan sejak SMA itu adalah pemuda yang shalih. Sejujurnya pernah terbesit di benaknya ingin menjodohkan Hana dengan Asgaf, Namun saat Hana berucap ingin bertaaruf dengan teman kuliahnya. Sang Ayah membatalkan niat tersebut.
"Saya serius, Om." Ucap Asgaf bersungguh sungguh.
"Gaf?" Anzan berucap syok.
"Kenapa? Nggak setuju?"
"Bukannya gitu, tapi—"
'𝘚𝘪𝘤𝘬 𝘴𝘢𝘤𝘬 𝘴𝘺𝘰𝘬 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘢𝘥𝘦𝘬 𝘨𝘶𝘢.' Anzan membatin.
"Ayo kalau begitu, tunggu apalagi." Penghulu mengingatkan.
"Apa yang mau Lu jadiin mahar?" Tanya Anzan pada Asgaf. Sesaat membuat Asgaf sadar bahwa awalnya ia datang sebagai tamu, dan tidak membawa apapun yang bisa dijadikan mahar.
"Nih, Pakai cincin Aku aja!" Nadin berseru memecah lamunan Asgaf. Sejak tadi ia memperhatikan.
"Gapapa? Nanti Saya ganti ya." Lalu Asgaf berterima kasih pada Nadin. Asgaf menatap cincin berlian biru tersebut. Indah.
"Iya gapapa, udah buruan nikahin temenku." Nadin senang Asgaf menikahi Hana. Tidak tau bagaimana reaksi Hana nanti, Namun Nadin yakin Hana tidak akan menolak Asgaf.
"Hana nya nggak usah di kasih tau, Kak?" Nadin bertanya pada Anzan.
"Nanti aja Nad, masih tidur dia." Jawab Anzan cekikikan.
Well, sebenarnya ini cukup lucu. Yang ingin dinikahkan malah tidur dan tidak diberi tau.
"𝘉𝘪𝘴𝘮𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘳𝘢𝘩𝘮𝘢𝘯𝘪𝘳𝘳𝘢𝘩𝘪𝘮, Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Asgaf Arhaa Aksatama bin Bayu Aksatama dengan putriku, Ananda Azura Kalea Hana binti Wildan Aro dengan mas kawin cincin berlian, dibayar Tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya, Azura Kalea Hana binti Wildan Aro dengan mas kawin tersebut di bayar tunai."
"Bagaimana para saksi?"
"SAHH!!"
"𝘈𝘭𝘩𝘢𝘮𝘥𝘶𝘭𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩." Ucapan syukur menggema di seluruh penjuru ruangan.
Ibu dan Ayah Hana menangis bahagia, begitu pun dengan Nadin dan Anzan. Pernikahan yang mereka pikir akan berakhir kini terlaksana.
Asgaf memandang sekitarnya. Dekorasi pelaminan, ucapan selamat pernikahan. Itu semua tertulis dengan nama '𝘙𝘢𝘥𝘦𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘏𝘢𝘯𝘢'. Ia menguatkan hati jika ini takdirnya.
Tidak ada alasan khusus untuk Asgaf melakukan ini. Semua itu murni '𝘳𝘦𝘧𝘭𝘦𝘬𝘴'. Anzan tak tega melihat raut wajah Ayah Wildan yang membuatnya ingin membantu.
"Ayah, Ibu. kenapa ini?" Hana dengan raut bangun tidur dan mata sembab bingung melihat semua orang menangis. Ditambah ada Asgaf yang duduk di tempat yang seharusnya Raden duduki.
"Kak Asgaf?" Hana sungguh bingung dengan keadaan saat ini. Kenapa mereka semua tesenyum melihatnya? Bukan harusnya mereka sedih karena Hana tidak jadi menikah?
"Kamu udah jadi istri ka Asgaf sekarang, Han!" Nadin berkata antusias.
"Istrinya ka Asgaf? NGGAK MUNGKINN!" raut Hana berubah menjadi marah.
Senyum Nadin dan semua orang disana pun luntur mendengar perkataan Hana. "Kenapa, Han kamu nggak suka?"
"Bu-bukan gitu, Aku cuma—" Hana berlari ke luar rumah tanpa menyelesaikan ucapannya.
"HANAAA!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Plot
SpiritualitéHana benar benar tak menyangka. Alur hidupnya bisa menjadi tak terduga seperti ini. Di hari H pernikahan. calon suaminya mendadak tak bisa datang dengan alasan sang Ibu mengancam bunuh diri jika dia tetap nekat pergi. Membuat Hana dan keluarga kaget...