Chapter 16

1.4K 84 0
                                    

.
.
.
.
.

Yuri menatap kepergian Cessy dengan perasaan yang campur aduk. Kepalanya penuh dengan pertanyaan dan rasa bersalah. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu Cessy lagi, apalagi dalam keadaan seperti ini.

"Kenapa jadi seperti ini?"

Dia menghela napas panjang, merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dalam kepalanya, bayangan masa lalu dan situasi saat ini terus berputar, membingungkan.

Setelah beberapa saat, Yuri berdiri, merapikan jaketnya, dan segera bergegas keluar dari kafe. Langit di luar sudah mulai gelap.

Dengan langkah cepat, dia menuju rumahnya-panti asuhan tempat ia tinggal.

Pintu rumah besar yang sederhana itu berdiri di depannya, dan tanpa menunggu lebih lama, Yuri mengetuk pintu dengan tergesa-gesa. Napasnya terengah-engah, peluh membasahi pelipisnya.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan senyum lembut di wajahnya.

"Yuri kau sudah pulang? Kau tampak lelah, apa yang terjadi?" Sambut seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat terpatri pada wajah lembutnya.

Yuri berusaha mengatur napasnya, menyeka keringat di wajahnya dengan lengan bajunya sebelum mencoba tersenyum pada ibunya.

dengan napas tersengal "Aku... hanya sedikit berlari, Bu. Ada urusan yang harus segera kuselesaikan."

Ibu Yuri mengangguk pelan, menatap anaknya dengan penuh kasih sayang

"jangan terlalu memaksakan diri, ya? Anak-anak di panti juga merindukanmu hari ini. Mereka menunggumu bercerita."

Tersenyum tipis "Iya, Aku akan menemui mereka nanti. Tapi... ada sesuatu yang harus kuselesaikan dulu."

Ibu Yuri mengangguk, mengerti bahwa ada hal lain yang mengganggu pikiran putranya. Tanpa banyak bertanya, dia memberi jalan bagi Yuri untuk masuk.

Begitu pintu kamar tertutup di belakangnya, Yuri bergegas menuju meja belajarnya.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia membuka laci dan mengambil sebuah buku catatan kecil yang terlihat usang. Menatap sampulnya sejenak sebelum membukanya perlahan. Di dalamnya terdapat catatan-catatannya kecil dirinya dari dua tahun lalu, saat pertama kali ia terjebak di dalam dunia novel ini.

Yuri menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. Jemarinya yang bergetar membuka halaman demi halaman, sementara matanya membaca baris demi baris tulisan tangannya yang tergores di atas kertas.

"Hari pertama... Aku tak tahu kenapa aku di sini. Dunia ini bukan dunia yang kukenal." Yuri termenung mengingat pertemuan tak terduga dengan saudara tirinya beberapa jam lalu.







"Kenapa kau di sini?" Cessy bertanya, suaranya rendah namun sarat dengan kemarahan yang terpendam. Ia menatap gadis itu dengan intens, seolah-olah sedang menuntut penjelasan. "Apa kau juga terseret ke dalam dunia ini?"

Gadis itu tidak menjawab. Dia hanya menundukkan kepalanya lebih dalam, jelas takut untuk bicara.

"Aku berbicara padamu!" Suara Cessy meninggi, membuat gadis itu semakin terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kita berdua harus terjebak dalam novel ini?

Gadis itu menggeleng lemah, masih tidak berani menatap langsung ke arah Cessy. "Aku... aku tidak tahu kenapa kita di sini," katanya pelan. "Aku juga tidak mengerti..."

Cessy menghela napas panjang, mencoba menahan amarah yang tiba-tiba meletup dalam dirinya. Ia tidak hanya kesal karena mereka berdua berada di sini, tapi juga karena gadis ini, Yuri, adik tirinya yang dulu ia benci tanpa ampun, kini kembali muncul di hadapannya.

Sungguh ironi yang pahit.

"Aku tidak percaya ini," gumam Cessy,

"Kau tahu, Yuri kalaupun kita terjebak di sini bersama, aku tidak akan mengubah pendirianku soal dirimu." Cessy mendengus kecil, penuh dengan rasa puas.

Gadis itu tampak semakin pucat mendengar kata-kata Cessy. Menggigit bibirnya, jelas berusaha menahan air mata yang mungkin akan jatuh. Namun, ia tetap diam, tidak berani membantah.

Setelah beberapa saat, Cessy berdiri dari kursinya. "Aku pergi," katanya dengan nada dingin. "Jangan berharap hanya karena kita terjebak di dunia yang sama aku akan berkerjasama denganmu. Aku tidak peduli tentang masa lalu, dan aku tidak akan peduli sekarang."

Gadis itu masih tetap diam, menunduk tanpa kata.

Cessy melangkah pergi, meninggalkan café dengan perasaan bercampur aduk. Ia tidak bisa mempercayai betapa rumitnya situasi ini. Dari semua orang yang bisa terjebak di dunia ini, kenapa harus Yuri? Kenapa harus adik tiri yang dulu selalu ia remehkan?








Dalam mobil mewah, sore hari. Cessy duduk di kursi belakang dengan mata tertuju ke luar jendela. Sopirnya, Pak Rahman, mengemudi dengan tenang, menjaga kecepatan konstan di jalan yang lengang. Cessy memikirkan pertemuannya dengan Yuri, dan perasaan syok serta kenangan masa lalu perlahan menguasainya.

Pikirannya yang mulai kacau, penuh dengan ingatan masa lalu yang tidak ingin ia ingat lagi—masa saat ia dan Yuri masih di kehidupan sebelumnya, di mana Cessy membully adik tirinya tanpa ampun. Tapi sekarang, Yuri tampaknya memegang kendali atas nasibnya di dunia ini.

"Kenapa harus Yuri? Kenapa harus dia yang tahu semuanya?" Cessy berbisik pelan, kepada dirinya sendiri

Tiba tiba, Cessy merasakan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Tubuhnya mulai terasa lemas. Sesuatu yang tak terduga muncul dari dalam dirinya, seperti beban berat yang tiba-tiba menyerang. Tubuhnya terasa begitu panas, dan kakinya gemetar. Nafasnya menjadi lebih pendek.

Cessy berbisik lemah "Pak Rahman… bisa lebih lambat?"

Sopir itu menoleh sedikit melalui spion dalam, khawatir dengan nada suara majikannya.

"Baik, Nona. Apakah Anda baik-baik saja?"

Cessy berusaha mengangguk, tapi pandangannya mulai kabur. Keringat dingin membasahi dahinya, dan napasnya tersengal. Tubuhnya tidak merespon, dan ia mulai kehilangan kesadaran.

Cessy berbisik lemah "Kenapa... Aku merasa…"

Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya jatuh lemas ke samping, dan pandangannya sepenuhnya gelap. Pak Rahman, yang menyadari keadaan Cessy, segera menepikan mobil dan bergegas memeriksa keadaannya.

Dalam keadaan pingsan, Cessy jatuh ke dalam kegelapan pikirannya sendiri. Di tempat yang hampa dan sunyi, suara-suara samar mulai memenuhi kepalanya menangis, wajahnya penuh luka dan rasa takut. Yuri yang dulu, yang pernah Cessy bully.

"Kenapa, Kak? Kenapa kau selalu menyakitiku?"

Cessy merasakan kepanikannya tumbuh. Tubuhnya berusaha bergerak, tetapi tidak bisa. Dia terperangkap dalam alam bawah sadarnya, dihadapkan pada dosa masa lalunya.

Bayangan Yuri terus menatapnya, air mata menetes di wajahnya. Suasana berubah dingin dan mencekam. Berganti dengan gambaran Yuri dengan penuh kebencian menatapnya"Kau harus membayar semua ini."

Tiba-tiba, bayangan itu lenyap, dan Cessy merasa tubuhnya tertarik keluar dari kegelapan itu.


Cessy terbangun perlahan, suara alat monitor detak jantung terdengar samar di telinganya. Matanya membuka sedikit demi sedikit, dan dia mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit. Di sampingnya, ibunya duduk dengan tenang, memandangi Cessy dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Cessy... Kau sudah sadar, nak?"

Cessy mencoba berbicara, tapi tenggorokannya terasa kering. Dia hanya bisa mengangguk pelan, masih merasa lelah dan bingung. Sekilas, pikirannya terlempar kembali pada kejadian sebelum ia pingsan—dan pertemuannya dengan Yuri. Tubuhnya terasa gemetar, bukan karena kondisinya, tapi karena sesuatu yang baru saja ia sadari di alam bawah sadarnya.













Updateeeee 🥳🔥
To be continue.... ✌️🖐️🥰

AreksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang