41 : :〻

316 78 9
                                    

Kabar tentang Duke Rin sedang berburu bersama dengan para ksatria membuatku harus menunggu di ruangan kerjanya.

Seminggu lalu, ruangan ini terasa hangat.

Meskipun pria itu jarang mengatakan secara gamblang tentang cinta, tetapi aku bisa merasakan hatinya mulai menghangat dari caranya memandang, memperlakukanku, hingga berbicara. Dan semuanya hancur dalam semalam.

Usaha yang aku lakukan dan segala pengorbanan terasa sia-sia ketika Rin mulai mendapatkan ingatannya. Bayangan tentang cinta di dunia ini seketika sirna, ke mana lagi aku harus pergi jika satu-satunya orang yang kupercaya telah meninggalkanku?

"Apa Duke Rin masih lama?" Tanyaku pelan pada pelayan di depan.

Tatapan sinis terpampang jelas di wajahnya, "Beliau menyuruh agar anda tenang dan tidak membuat keributan di dalam!"

"Aku hanya bertanya, kenapa sifatmu sangat kurang ajar hah?"

"Maaf Nyonya," Pelayan itu membungkuk. "Silakan tunggu di dalam."

Oh ayolah.

Untung saja suasana hatiku tidak terlalu buruk. Jika aku membuat keributan lagi bisa-bisa pria itu akan mengungkit-ungkit dan mencari kesalahan. Yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah duduk manis di dalam tanpa mendapat kepastian. Namun tidak mengapa, aku bisa melakukannya.

Dua puluh menit berlalu.

Satu jam.

Tiga jam.

Hingga langit mulai menampilkan warna kejinggaan tidak terlihat tanda-tanda kedatangan seseorang sama sekali. Sudah berapa lama sejak aku mulai melihat ke luar jendela dengan kedua mata yang masih utuh? Ternyata, langit sebagus ini jika dipandang dengan sungguh-sungguh.

Cklek

Pintu terbuka!

Mungkinkah ekspetasiku terlalu tinggi?

"Maaf Nyonya, Duke Rin sepertinya masih sibuk dengan para ksatria." Ujar Liana menghampiriku membawa perasaan bersalah.

Tidak seperti pelayan yang tadi. Liana, dia memperdulikan perasaanku. Tanpa perlu disuruh, gadis itu mencari informasi tentang situasi Duke Rin dan menyampaikan agar aku tidak perlu berharap lagi. Tapi, entah kenapa rasanya sangat sakit. Perasaan familiar ini kembali muncul, perasaan dingin dan tidak ingin kutemui.

Tapi, ayo bersikap biasa. "Tidak apa-apa Liana, terima kasih telah memberitahuku," Bibirku tersenyum tipis kemudian melangkah keluar dari ruangan diikuti oleh Liana dari belakang.

"Anda ingin teh hangat?" Liana menyusul, "Ah, nanti malam anda menghadiri pesta! Saya akan menyiapkan gaun terbaik untuk anda, Nyonya!" Seru Liana bersemangat.

"Haha, baiklah. Aku minta tolong ya, persiapkan yang terbaik untukku Liana."

Jika aku yang biasanya pasti akan marah tanpa alasan jelas ke Duke Rin. Namun kini situasi telah berubah. Akhir di dunia ini akan semakin mendekat karena aku sendiri yang akan mengakhiri semuanya.

"Liana,"

"Ya Nyonya?"

"Aku... bahagia karena bisa menemui orang baik di dunia ini."

Liana terpaku, terlihat kebingungan atas kalimat ambigu yang barusan dia dengarkan. Entah mengapa, namun pipinya bersemu merah sebab merasa bahwa yang dimaksud Duchess adalah dirinya. Secara tak sengaja, wajah Duchess sore itu terlihat bahagia, senyumnya terpampang jelas kala sinar kejinggaan menerpa sebagian tubuhnya sehingga memancing Liana untuk meniru ekspresi bahagia itu.

JADI ISTRI DUKE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang