Langit malam di luar jendela kantor Soohyun tampak gelap pekat, seolah mencerminkan apa yang sedang terjadi di dalam ruangan itu. Jiwon berdiri di dekat jendela besar, memandangi lampu-lampu kota yang berkilauan. Namun, pikirannya tak bisa terfokus pada apapun kecuali satu hal--perjanjian itu. Perjanjian yang sudah hampir satu dekade menyandera hidupnya.
"Soohyun..." Suaranya pecah di antara keheningan. Dia memutar tubuhnya, menatap pria yang duduk di belakang meja besar. "Kita harus bicara soal kontrak ini. Hanya tersisa satu tahun lagi."
Soohyun tidak mengangkat pandangannya dari dokumen di tangannya. Jarinya mengetuk meja dengan irama pelan yang membuat Jiwon semakin gelisah. "Apa yang mau dibicarakan? Kita sudah sepakat sejak awal."
"Kita sepakat, ya," Jiwon melangkah maju, mendekati meja. "Tapi sekarang kondisinya berbeda. Sembilan tahun, Soohyun. Sembilan tahun aku di sini, mengikuti permainanmu, dan sekarang... aku butuh kepastian."
Akhirnya, Soohyun mengangkat pandangannya. Mata hitamnya menatap Jiwon, tetapi tetap tenang, tanpa emosi yang jelas. "Kepastian seperti apa yang kau inginkan, Jiwon? Bukankah kontrak ini sudah cukup jelas? Kau mendapatkan apa yang kau inginkan, dan aku juga mendapatkan bagianku."
Jiwon tertawa kecil, pahit. "Apa yang aku inginkan? Kau pikir ini semua tentang uang dan hidup nyaman? Kau tahu bukan itu yang aku inginkan dari awal." Matanya mulai memerah, tapi dia menahan diri. "Aku ingin tahu... setelah ini, setelah kontrak ini berakhir, apakah ada sesuatu di antara kita yang nyata? Atau aku hanya seseorang yang bisa kau buang begitu saja?"
Soohyun mengangkat alisnya sedikit, tampak lebih tertarik, tapi tetap tak menunjukkan banyak emosi. "Jiwon, ini hanya bisnis. Kita sepakat sejak awal."
"Tidak buatku!" Suara Jiwon meninggi, tangannya gemetar. "Sembilan tahun, Soohyun. Aku bukan robot. Aku bukan kontrak berjalan. Kau tidak bisa terus memperlakukanku seperti ini tanpa sedikitpun kepastian!"
Ada keheningan yang mencekam di antara mereka. Soohyun menatap Jiwon lebih lama kali ini, tetapi ia tetap tidak memberikan jawaban yang diharapkan Jiwon.
"Ada Park Seojun sekarang, bukan?" Akhirnya Soohyun berbicara, suaranya tenang, tetapi nadanya menusuk. "Kau semakin dekat dengannya, ya? Itu yang sebenarnya kamu inginkan? Lepas dari kontrak ini dan berlari ke pelukan pria yang bisa memberimu kehidupan normal?"
Jiwon terkejut, ekspresinya berubah. "Seojun tidak ada hubungannya dengan ini."
Soohyun berdiri, perlahan berjalan mengitari meja, mendekati Jiwon. Sorot matanya tajam, dingin, penuh kendali. "Jangan main-main denganku, Jiwon. Aku tau bagaimana perasaanmu terhadap Seojun. Tapi perlu kau ingat, aku tidak akan pernah melepaskanmu begitu saja."
Jiwon mundur selangkah, terkejut oleh intensitas yang tiba-tiba dari Soohyun. Dia merasakan perutnya mengencang karena campuran rasa takut dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan.
"Kontrak ini mungkin akan berakhir tahun depan," Soohyun melanjutkan dengan nada rendah, "tapi hubungan kita? Itu tidak akan berakhir semudah itu."
"Hubungan kita?" Jiwon mengejek, matanya menyala dengan marah. "Kau menyebut ini hubungan? Kau bahkan tidak bisa menyatakan apa-apa selain kontrak. Kau bahkan membiarkan ibumu mengatur kencan buta untukmu, seolah-olah aku ini tidak pernah ada!"
"Soal ibuku... itu masalah lain," Soohyun berusaha menenangkan nadanya, tapi masih ada nada sinis yang tidak bisa disembunyikan. "Dan tentang Seojun... kau pikir dia akan tetap bersamamu setelah dia tahu tentang kita?"
Jiwon terdiam. Soohyun semakin mendekat, suaranya hampir berbisik di telinganya. "Kau pikir Seojun tidak akan meninggalkanmu setelah dia tahu bahwa kau adalah simpanan rahasiaku selama sembilan tahun?"
Napas Jiwon terhenti. Matanya mulai panas lagi, tapi kali ini bukan karena marah, melainkan karena ketakutan. Soohyun benar-benar tahu bagaimana cara menghancurkannya. "Kau... kau tidak akan berani..."
"Aku tidak perlu melakukan apa-apa, Jiwon," jawab Soohyun dengan nada puas. "Kebenaran akan keluar dengan sendirinya. Dan saat itu terjadi, siapa yang akan tetap di sisimu?"
Ada jeda panjang. Jiwon menggigit bibirnya, berusaha menahan diri untuk tidak menangis di depan Soohyun. Dia tidak bisa membiarkan pria itu menang lagi. Dengan cepat, dia berbalik menuju pintu, memutuskan untuk pergi sebelum emosinya pecah.
"Jiwon." Soohyun memanggilnya, suaranya lebih lembut, hampir seperti peringatan. "Ingat. Kau tidak bisa lari dari ini."
Jiwon berhenti di ambang pintu, punggungnya masih menghadap Soohyun. Dia menutup mata, berusaha mengumpulkan kekuatan. "Aku tidak lari, Soohyun," katanya pelan. "Aku hanya berusaha menemukan jalan keluar dari lubang neraka yang kau ciptakan." Napasnya tersengal-sengal. Jiwon hampir bisa merasakan dada sesak, seolah jeratan Soohyun semakin kuat setiap kali dia berusaha melepaskan diri. Dia tahu, setiap langkah yang diambilnya menjauh dari Soohyun adalah langkah yang mengancam kehancurannya.
Dia melangkah keluar, membiarkan Soohyun sendirian di ruangan itu. Tapi dalam hatinya, Jiwon tahu bahwa tidak ada yang selesai. Tidak dengan Soohyun. Tidak dengan perjanjian yang menghantuinya selama bertahun-tahun.
---
Jiwon keluar dari ruangan, dan di ujung lorong, dia melihat Park Seojun menunggunya. Dia tersenyum lembut, tanpa tahu badai yang baru saja terjadi di dalam. Jiwon merasa terjebak, di antara dua dunia yang semakin sulit dia kendalikan.
"Jiwon-ah! Mau makan malam denganku?" tanyanya dengan senyuman manis, hati Jiwon tergores mendengarnya.
Wanita itu berusaha tersenyum, mengabaikan luka yang baru saja digores penuh dendam oleh Soohyun. Senyuman yang diukirnya terasa lebih seperti topeng rapuh. Setiap gurauan yang dia lontarkan terasa kosong, hanya untuk menutupi perang batin yang baru saja terjadi. Matanya masih terasa panas, tapi dia tidak bisa menunjukkan kelemahannya di depan Seojun. Tidak hari ini. Tidak ada tempat aman baginya di antara kedua pria ini.
"Ayo! Kau yang traktir, ya?" gurau Jiwon, lantas Seojun tertawa dan mengacak rambut Jiwon hingga gadis itu tertawa lepas.
Seojun tertawa, "Aku bisa mentraktirmu seumur hidup, kalau kau mau, sih?" guraunya juga hingga Jiwon merasa malu.
Dibalik senyum Jiwon yang merekah, terdapat Soohyun sambil menyesap americano-nya dari balik laptop---menatap sengit cctv disana. "Kau milikku, Jiwon-ah. Selamanya." katanya dengan senyum yang sinis, tangannya mengirimkan sebuah video rahasia melalui email untuk Park Seojun. Permainan baru dimulai, dan Soohyun tidak akan membiarkan Jiwon lepas darinya. Tidak hari ini, dan tidak selamanya.
Soohyun tersenyum puas saat jari-jarinya menekan tombol 'kirim'. "Kebenaran yang selama ini kusimpan... Hanya tinggal hitungan waktu sampai Seojun tahu semuanya." Di layar laptopnya, video itu berputar sebentar: gambar Jiwon dalam situasi kompromi, sesuatu yang bisa menghancurkannya. "Akan kutunggu, apa yang akan kau lakukan, Jiwon, ketika semua dunia Seojun runtuh karena dirimu."
---
Sejenak, Jiwon merasakan damai di sisi Seojun, tapi di sudut pikirannya, ada sesuatu yang tidak bisa dia enyahkan. Soohyun. Ancaman yang tak kasat mata tapi nyata. Apa yang sudah dia lakukan kali ini? pikirnya, tanpa tahu bahwa kehidupannya akan segera hancur sekali lagi.
🍀
13102024
tim first lead mana suaranya???
tim second lead mana suaranya???
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Love Behind The Contract | Kim Soohyun Kim Jiwon
Fanfictionebook ready, cek komen di chapter akhir yaa Perjanjian kontrak sebagai sugar baby selama 10 tahun. Gadis itu marah melihatnya, "Anda pikir, anda siapa?!" sungutnya kesal. "Kamu gak ada pilihan, Jiwon. Kamu cukup jadi sugar baby untuk 10 tahun, saya...