5. Jadilah anak baik

281 63 5
                                    

Lily merasa tubuhnya sudah segar kembali. Saat ia kembali, ruangan sudah harum. Sprei juga sudah diganti. Sepertinya kamar baru saja dibersihkan. Lily melihat Archibald sedang menelepon seseorang. Archibald berkali-kali melirik Lily. Wanita itu begitu menggoda dengan rambutnya yang setengah basah.

Archibald mengakhiri teleponnya. Ia menghampiri Lily."Sebentar lagi aku harus meeting."

"Meeting? Paman akan pergi?"tanya Lily.

Archibald menggeleng."Tidak. Di sebelah sana ada ruang meeting dan ruang kerja. Bagian dari kamar ini."

"Ah, kukira pintu di sana adalah kamar orang lain,"kata Lily malu. Ia sama sekali tidak mengerti kamat mewah ini.

"Itu bagian dari kamar ini. Lalu, di sana juga ada dapur. Tapi, selama aku meeting sebaiknya kau tidak beranjak dari sini. Sebab teman-temanku akan datang."

"Iya, Paman. Aku hanya akan diam di sini."

"Kalau begitu, kau ingin makan apa, sayang?"

Lily terdiam sejenak."Paman saja yang memilihkan untukku. Aku percaya pada Paman."

Archibald terkekeh."Kenapa panggilan itu menjadi aneh sekarang."

Lily mengerucutkan bibirnya."Karena Kau memang Pamanku."

"Baiklah." Archibald menghubungi Martin."truffle duck dan~ chao fried rice untuk makan malamku bersama Lily. Lalu, desert dan makanan kecil kesukaan. Setelah itu siapkan ruang meeting, satu jam lagi mereka akan datang."

Archibald duduk di sebelah Lily. Ia memeluk pundak wanita itu.

"Paman masih menjalankan Perusahaan Ayah?"

Archibald mengangguk."Hotel ini miliknya. Sekarang menjadi milik kita berdua. Lalu ada banyak lagi."

Lily merasa kagum pada Ibunya yang bisa membuat seorang Billionaire jatuh cinta. Padahal saat itu statusnya adalah seorang wanita yang memiliki anak. Bahkan sampai saat ini, Lily tidak diberi tahu siapa Ayah kandungnya. Lily sangat bersyukur Ibunya bertemu dengan Helka. Mereka sangat serasi dan romantis sepanjang pernikahan. Setidaknya Ibunya merasakan cinta dari seorang pria yang juga mencintainya.

"Kau merindukan Ibumu?"

"Aku selalu merindukannya. Tapi, aku harus mengikhlaskan. Setidaknya ia pergi bersama suami yang mencintainya." Lily tersenyum lirih.

Archibald mengusap lengan Lily. Ia menarik kepala Lily agar bersandar padanya. Pandangan Lily terhadap Archibald sedikit berubah. Mungkin karena ia sudah memasuki usia dewasa. Hidup yang nyaman adalah hidup seperti ini. Jangan mengambil risiko yang terlalu besar, itu akan mempersulit hidup. Setidaknya ia bisa hidup berkecukupan saat ini. Risiko yang ia tanggung, tampaknya bukanlah apa-apa.

"Jadi, sejauh mana hubunganmu dengan Richard?"

"Dia mengenalkanku pada orang tuanya. Hanya sejauh itu,"balas Lily. Perihal Richard, hatinya berdenyut saat mendengar namanya. Ia masih ingat bagaimana ekspresi lelaki itu saat mengusirnya.

"Maksudku~hubungan fisik sebagai pasangan."

"Kami hanya berciuman dan berpegangan tangan,"kata Lily jujur.

Wajah Archibald merah. Entah apa yang sedang dirasakan lelaki itu. Ia menangkup wajah Lily, kemudian melumat bibirnya sekilas."Kau harus melupakan ciumannya dan mengingat ciumanku. Jika kau tidak bisa menyimpan di otakmu, aku akan melakukannya setiap saat. Hingga hanya ada aku di kepalamu."

Lily memegang bibirnya yang basah. Ia kaget sekaligus bergidik ngeri. Ucapan Archibald selalu sukses membuatnya merinding. Ia sampai takut melakukan sesuatu yang membuat lelaki itu marah.

Archibald bangkit. Ia mengambil paper bag dengan logo sebuah merk ternama. Ia mengambil kotak dari dalamnya. Kemudian membuka di hadapan Lily. Wanita itu terperangah.

"Aku memesan kalung untukmu." Archibald memasang kalung dengan batu permata ke leher Lily.

"Terima kasih, Paman. Kenapa repot-repot memesankan perhiasan untukku?" Lily memegang kalungnya dengan wajah yang merona.

"Karena kau kekasihku."

"Paman~ apa Paman yakin menjadikanku kekasih. Paman bahkan melihat bagaimana saat aku masih berusia sepuluh tahun. Paman tidak menganggapku sebagai anak?"

"Tidak. Aku selalu menganggapmu sebagai wanita. Lagi pula rasa tertarikku muncul saat kau remaja." Archibald mengecup pipi Lily."Jadi, bagaimana pendapatmu setelah tinggal di sini?"

"Aku masih takut. Aku tidak terbiasa dengan Paman. Karena dalam hitungan detik, Paman bisa berubah."

"Kau harus membiasakan diri. Kau hanya perlu bermanja-manja denganku selayaknya anak kecil."

"Aku akan berusaha, Paman."

Bel berbunyi. Makan malam mereka telah tiba. Keduanya makan tanpa banyak bicara. Setelah selesai makan, tamu Archibald langsung hadir. Jadi, Lily masuk ke ruang tidur. Ia berbaring sembari menyalakan televisi.

Archibald masuk ke ruang meeting. Ia tersenyum kepada pria paruh baya yang sangat
Menghormatinya. Archibald tahu orang itu dengan baik.

Archibald duduk di sebelah orang itu. Dia merupakan Direktur Utama di tempat Lily bekerja."Bagaimana kabar Perusahaan Anda belakangan ini?"

"Perusahaanku adalah yang terbaik di Negara ini."
"Kudengar ada kekacauan belakangan ini." Archibald meneguk wine-nya.

Pria itu mengernyit."Kekacauan? Tidak ada hal seperti itu. Jika kau mendengarnya, itu pasti masalah kecil. Karena hal itu tidak sampai di telingaku."

Aechibald menatap pria itu tak puas. "Asisten Manager Richard Miles baru saja kecelakaan, kan?"

Lelaki itu mengingat-ingat siapa Richard Miles."Ah sepertinya dia orang titipan. Ya kau sendiri tahulah. Memangnya ada apa dengan orang itu? Jika dia menyakitimu katakan saja."

"Kudengar ada seorang karyawan wanita yang diskors. Dia disebut sebagai wanita pembawa sial. Dia dianggap membawa kesialan bagi RiChard. Hingga akhirnya dia juga dijauhi dan diskors. Skors? Apa ada hal seperti itu?" Archibald benci jika harus mengatakan hal ini.

"A-aku akan mengecek ulang. Aapa yang kau inginkan dari masalah ini?"

"Biarkan karyawan itu kembali bekerja minggu depan. Peringatkan semua karyawan di sana untuk bersikap yang baik. Sikap seperti itu sangat buruk untuk citra Perusahaanmu. Aku jadi berpikir ulang untuk melanjutkan kerja sama kita." Archibald memutar gelas winenya.

"Akan kuatur sesuai permintaan. Maaf jika hal tersebut mengganggumu."

Archibald menyeringai."Baik, kita lanjutkan perbincangan bisnis kita."

Pria itu mengembuskan napas lega. Ia pikir Archibald akan terus membahas hal tersebut. Momen yang ia tunggu-tunggu tidak jadi rusak karena hal tersebut. Untung saja ia bisa mengatasinya dengan cepat.

HIS FORBIDDEN OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang