‧ ︵‿₊୨୧₊‿︵ ‧ ˚ ₊
꒰ Happy Reading ꒱
︶⊹︶︶୨୧︶︶⊹︶Keesokan harinya Ashley pun menerima pesan dari Sadewa mengenai rencananya jadi dijalankan hari ini atau tidak.
"Langkah selanjutnya gue tinggal hubungin Grisella." ucap Ashley. Lalu Ashley pun mengirim pesan kepada Grisella.
"Grisella lo kena jebakan gue sekarang." gumam Ashley setelah membaca pesan itu.
"Semoga rencana ini berhasil dan Sadewa sama Matheo juga bisa ngambil handphonenya Grisella." ucap Ashley.
────୨ৎ────
Ashley melangkah masuk ke dalam kafe, memindai ruangan dengan cepat. Ia memilih meja di sudut, tempat yang mudah dijangkau oleh Sadewa dan Matheo jika mereka harus menjalankan rencana cadangan. Jika Grisella tidak mengeluarkan ponselnya dan menyimpannya di dalam tas, rencana mereka jelas ponsel itu harus diambil saat Grisella ke toilet bersama Ashley. Ashley sudah bertekad akan meminta Grisella menemaninya, dengan alasan takut pergi sendirian.
Tak lama, sosok Grisella memasuki kafe dan melambaikan tangan ke arah Ashley.
“Halo, Ash! Lo udah lama nunggu?” sapa Grisella sambil tersenyum.
“Baru lima menit kok,” jawab Ashley, menyembunyikan kegugupan di balik senyum manis.
Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan menyerahkan menu.
“Silakan dipilih menunya, Mbak,” ujar pelayan itu ramah.
“Sel, lo mau pesan apa?” tanya Ashley, menatap Grisella dengan ekspresi santai.
“Gue cappuccino sama waffle aja deh,” balas Grisella tanpa ragu.
“Oke, gue caramel macchiato sama pancake ya, Mbak,” ucap Ashley, mengembalikan menu kepada pelayan.
“Baik, pesanan segera kami antar,” jawab pelayan sebelum pergi meninggalkan mereka.
Percakapan pun mengalir hangat. Mereka berbincang panjang lebar tentang pernikahan Grisella dengan Arsenio, membicarakan persiapan dan berbagai hal kecil tentang hubungan mereka. Ashley mendengarkan dengan penuh perhatian, meski di dalam pikirannya ada skenario yang harus berjalan dengan sempurna. Saat momen yang tepat tiba, Ashley memasang ekspresi ragu.
“Sel, boleh anterin gue ke toilet gak?” tanyanya, sedikit cemas. “Gue takut sendirian. Dulu gue pernah kekunci dari luar, trauma banget.”
Grisella, dengan rasa iba, langsung mengangguk. “Ayo, gue anterin.”
Mereka pun beranjak dari meja, meninggalkan tas Grisella di atas meja tanpa kecurigaan sedikit pun. Ponselnya tersimpan rapi di dalam tas itu dan target utama untuk mengambil ponsel itu ialah Sadewa dan Matheo. Begitu Grisella dan Ashley menghilang di sudut menuju toilet, Matheo dan Sadewa yang sudah mengawasi dari jauh bergerak cepat.
“Buruan fotoin!” bisik Matheo.
“Bentar atuh, sok ambil dulu,” balas Sadewa sambil mengambil gambar posisi awal ponsel di dalam tas Grisella.
Dengan cekatan, Matheo menyambar ponsel itu dan menyelipkannya ke dalam kantong jaketnya. Tanpa menunggu lama, mereka berdua segera meninggalkan kafe dan meluncur menuju markas, tempat Ethan dan Liam sudah menunggu.
“Nih, udah gue ambil ponselnya,” kata Matheo sambil menyerahkan ponsel itu kepada Ethan.
“Good,” ujar Ethan dengan senyum puas. “Sekarang tinggal sambungin ke laptop Liam.”
Liam segera bekerja, menyambungkan ponsel Grisella dengan perangkatnya. Dalam beberapa menit, mereka berhasil mendapatkan akses penuh.
────୨ৎ────
Sementara itu, Ashley dan Grisella kembali ke meja mereka. Namun, begitu tiba, ekspresi Grisella berubah panik.
“Eh, handphone gue kok gak ada?!” serunya, mengaduk-aduk tasnya dengan cemas.Ashley pura-pura terkejut. “Lah, kok bisa? Tadi lo simpen di mana?” tanyanya, menatap Grisella dengan wajah bingung.
“Di tas! Tapi kok sekarang gak ada?” Grisella makin panik, tak berhenti mencari.“Coba kita cek CCTV, deh,” usul Ashley.
Mereka segera pergi ke bagian keamanan untuk memeriksa rekaman CCTV. Tapi hasilnya nihil rekaman tidak menunjukkan apa-apa. Grisella makin cemas, sementara Ashley tetap mempertahankan peranannya dengan sempurna. Ia tahu bahwa Ethan telah lebih dulu menyabotase CCTV kafe ini. Lagipula, kafe ini juga telah dipesan khusus oleh Liam agar mereka bisa beroperasi tanpa gangguan.
“Udah, jangan sedih, Sel,” hibur Ashley sambil menepuk pundak temannya. “Mungkin lo lupa naruh atau jatuh di jalan?”
Grisella menggeleng, bingung. “Gue gak tahu, Ash. Gue beneran lupa.”
Mereka akhirnya memutuskan untuk pulang lebih awal. Saat berjalan menuju halte bus, Sadewa yang mengikuti dari belakang menyelinap mendekat. Tanpa sepengetahuan Grisella, ia menyelipkan kembali ponsel itu ke dalam tasnya. Aksi selesai dalam hitungan detik.
Di halte, Grisella kembali gelisah. “Ash, coba deh lo telepon handphone gue.”
“Oke, gue call sekarang,” jawab Ashley, mengeluarkan ponselnya.Nada dering terdengar samar dari dalam tas Grisella. Dengan tergesa, Grisella membuka tas dan menemukan ponselnya tergeletak di sana.
“Eh, kok ada di sini? Perasaan tadi gak ada,” ucap Grisella dengan ekspresi bingung.
Ashley tersenyum lega, berusaha mempertahankan kepura-puraannya. “Syukurlah udah ketemu. Mungkin tadi lo panik makanya gak sadar.”
Grisella tertawa kecil, meski masih sedikit bingung. “Hehe, mungkin ya.”
Ashley mengangguk dan tersenyum simpul, memastikan semuanya tetap sesuai rencana. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa permainan baru saja dimulai.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacific and Love (END)
RomanceDIBACA YA‼️ ⚠️ Cerita ini 100% fiksi, but ada beberapa bagian yang emang real terjadi. ⚠️ Cerita ini mengandung kata-kata kasar ⚠️ 15+ ⚠️ Cerita ini mengandung beberapa bagian yang dibuat seperti au dan ada juga dialognya😚🫰🏻 ⚠️ Banyak bahasa sund...