6☕

9 3 1
                                    

Pagi yang grasak-grusuk adalah hal lumrah yang biasa terjadi di kediaman Luvita. Bukan suatu hal yang baru-baru terjadi, alias sudah sangat sering terulang ribuan kali.

Kali ini Lentera kembali dibuat kalang kabut. Terburu-buru memasukkan berbagai macam buku dari yang kecil hingga yang besar sekalipun ke dalam tasnya. Untungnya gadis itu sudah menyelesaikan dirinya. Seragam sudah terpasang rapih dan jepit rambut yang selalu ia pakai pun sudah bertengger manis.

Gadis itu cepat-cepat turun untuk sarapan. Hanya untuk beberapa suapan, setidaknya perutnya tak terlalu kosong.

"Mah, Tera berangkat sekarang aja, ya?"

Luvita muncul dari dapur dengan dua kotak bekal di tangannya. Lentera mengernyit bingung. Dua kotak bekal? Untuk siapa?

"Ini buat kamu sama anak ganteng, Tera. Nanti bilangin ini dari mamah, SPESIAL!"

"Anak ganteng apaan? Anak mamah cuma satu, cuma LENTERA!"

Luvita hanya cengengesan. Sampai akhirnya suara klakson terdengar dari luar. Membuat Luvita tersadar akan satu hal.

"Nah tuh, mamah lupa! Kamu udah ditunggu di depan. Cepat keluar, jangan kayak putri solo! Sampein salam mamah juga, ya! Bekalnya jangan lupa kasihin!"

"Mah? Tera bingung apa yang dimaksud sama mamah."

"Astaga, Tera. Emang harus mamah jelasin satu-satu? Kamu udah telat. Intinya pagi ini kamu berangkat bareng anak ganteng tetangga kita. Terus bekalnya yang satu itu juga buat dia. Udah sana buruan! Nggak baik bikin anak orang nunggu kelamaan," ucap Luvita sembari mendorong pelan tubuh Lentera.

Kejutan apalagi ini, Tuhan? Lentera benar-benar tak habis pikir dengan semua hal yang secara tiba-tiba seperti ini.

Ah, tidak! Ia baru terpikir. Apa yang akan ia lakukan? Membonceng? Lalu menjadi pusat perhatian? Lentera sangat membenci itu. Ia benci menjadi pusat perhatian oleh puluhan pasang mata sinis.

"Hai." Raska melambaikan tangan. Suasana berubah canggung seketika.

"I-iya hai," ucap Lentera terbata-bata. Raska menahan senyumnya yang hampir saja terukir. Lentera selalu berhasil membuatnya tersenyum lebar.

"Dua kotak bekal buat apa, Ra? Mau mukbang?" Ledek Raska. Ia melihat gadis itu kesusahan membawa dua kotak bekal.

"Buat lo satu dari nyokap gue."

Raska hanya tersenyum. 'lampu hijau' batinnya dalam hati. "Haha, baik banget nyokap lo. Sini gua bantuin masukin ke tas biar nggak repot-repot bawa kek gitu. Ntar yang ada tangan lo kebas megang dua kotak bekal selama di jalan," tutur Raska.

Raska mengambil alih satu kotak bekal berwarna pink. Membalikkan tubuh Lentera agar memudahkannya mencapai tas yang digendong di pundak gadis itu.

"Tas lo sempit, Ra. Lain kali beli yang agak gedean dikit, ya? Biar muat banyak buku dan nggak ngerusak bagian-bagian buku."

"Kalo berat bilang ke gue aja, biar gue yang gendong. Bekal yang satunya buat gue, kan? Kalo iya, itu biar gue masukin tas gue," ujar Raska. Ia mengacak rambut Lentera entah sadar atau tidak. Lentera mematung sebentar hingga tangan kekar Raska kembali membalikkan badannya menghadap Raska.

"Sini." Raska mengambil satu kotak bekal yang tersisa. Lalu memasukkannya ke dalam tas miliknya yang masih muat banyak. "Bilangin ke nyokap lo, gue nitip bilang makasih."

Lentera hanya mengangguk. Masih tercengang dengan kejadian secepat kilat yang membuat jantungnya berdebar kencang.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka membelah jalanan menuju sekolah. Keduanya sibuk menetralkan degup jantung yang berdetak kencang.

LENTERASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang