"Rukun iman ada enam, yaitu, iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, nabi dan rasulNya, hari kiamat, terus yang terakhir qadha dan qadar."
Suara seorang gadis yang tengah duduk di bawah pohon mangga dengan mulut sedang mengucapkan hafalan rukun iman sebagai tugas kelas TPA nya.
"Akhirnya hapal juga." Ayesha menghela napasnya.
"Habis ini pasti di suruh ngapain nama malaikat, nabi dan rasul, sama nama jin, males banget gue, mending kabur aja terus rebahan sepuasnya."
"Ayesha!" Suara seorang perempuan terdengar memanggilnya dari belakang.
Dia menoleh saat namanya terpanggil. "Sinta, Mba Aul? Ngapain kalian teriak manggil gue, telinga gue masih belum budeg, ya."
Dua gadis itu datang setelah susah payah mencari keberadaannya yang sangat sulit di jangkau penduduk pesantren, karena Ayesha tengah berada di belakang pesantren yang dimana itu adalah kebun yang berhadapan dengan hutan, memang gila.
"Kamu di panggil sama pengurus tuh," ujar Sinta memberitahu.
"Lah ngapain? Gue udah anteng kok gak bikin masalah lagi." Dia terbingung. "Atau mereka kangen kali, ya?"
"Udah cepetan kesana kamu." Paksa Aul.
"Ckkk, iya-iya, kenapa lagi ini." Dia beranjak untuk pergi ke kantor pengurus.
Dua temannya mengikutinya dari belakang, pastinya Ayesha menebak-nebak mengapa dia di panggil, karena pikirnya satu hari dia tidak membuat masalah, hanya sedikit menggemparkan pesantren dengan suara mercon diskonya.
Hingga sampailah Ayesha bersama Sinta dan Aul di depan kantor pengurus, yang saat itu dia agak ragu untuk masuk ke dalam.
"Woy, kenapa gue di cariin," ucapnya tanpa salam dan tanpa mengetuk pintu dulu.
Seorang perempuan yang berada di dalam pun menatapnya seraya menggeleng kecil dengan adab yang Ayesha miliki, sangat kurang ajar bukan?
"Dimana adab kamu, bisa ucapkan salam?" Cerca Ustadzah Amira.
"Kamu harus ngucap salam dulu, Ay, nggak sopan tau." Bisik Aul padanya.
"Yaudah gue replay. Assalamualaikum wahai orang-orang yang berada di sisi Tuhan."
"Kamu mendoakan kita semua mati, Ayesha!" Ucap kembali Ustadzah Amira dengan tajam.
"Ribet banget sih, kenapa Ustadzah manggil saya?"
Tak langsung menjawab, Ustadzah Amira melangkah mengambil suatu benda yang aja di tunjukkan untuk Ayesha, saat gadis itu melihatnya, matanya sontak membulat sempurna.
"Kamu telah melanggar peraturan pesantren dengan membawa laptop dan Hp, maka dari itu dua benda ini akan kami hancurkan nanti setelah ashar bersamaan dengan para santri yang ketahuan membawa benda elektronik juga."
Saat itu Ayesha menggeleng keras, ucapan Ustadzah Amira itu seketika membuatnya panik, sudah sangat susah payah dia menyembunyikan dua benda itu, tapi tetap saja ketahuan, padahal Ayesha menyembunyikan laptop dan hp nya di bawah sarung bantalnya.
"Gak bisa, ini namanya melanggar hak asasi manusia, saya nggak ridho lapop sama hp saya di hancurin, mikir dong saya itu belinya susah payah, punya otak, nggak?"
"Jaga bicara kamu, ya, ini sudah peraturan dan tidak ada toleransi, jadi harus siap mempertanggung jawabkan," balas Ustadzah Amira.
"Nggak bisa gitu dong!" Suara Ayesha semakin meninggi, hingga dua temannya mendekat agar gadis itu tak sampai kehilangan kendali.
"Ay, sabar, Ay, Ustadzah Amira itu guru kita, jaga lisan kamu, jangan sampai membentak." Sinta mencoba menenangkan sembari mengelus pundaknya.
"Maafkan saya, tapi kamu sudah melanggar peraturan jadi harus siap menerima akibatnya. Assalamualaikum." Ustadzah Amira keluar dari ruangan itu sambil membawa dua benda milik Ayesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA YANG KU CARI
Teen FictionTerlahir dari rahim seorang pelacur bukanlah kemauan Ayesha, namun nyatanya kesalahan yang di perbuat orang tuanya sudah menjadi takdir yang begitu menyakitkan untuknya, tak bernasab dan mendapat kutukan sedari lahir benar-benar menyiksa hidup gadis...