14. Anak tak bernasab

632 68 9
                                    

"Nini...!" Suara seorang laki-laki yang terdengar begitu berat memanggil sebuah nama hingga pemilik nama itu menoleh ke arahnya.

Ayesha, gadis itu tengah membawa sapu lidi dan berjalan menuju lapangan sendirian pada jam yang masih terbilang pagi.

"Gue gak budeg, ngapain lo kenceng banget manggil nama gue?" Sesudah Ayesha menghentikan langkahnya, Irzan lantas segera menghampiri.

"Untung saja sempat ketemu."

"Ini, untuk kamu, sesuai perjanjian kita, dan tolong selama saya kembali bekerja kamu jangan buat ulah apapun." Sebuah coklat kesukaan Ayesha terlihat di tangan Irzan yang kala itu ia sudah menyodorkan tangannya untuk memberikan.

"Huaaa superkawin, lo ngasih lagi buat gue." Raut wajah yang tadi kesal kini menjadi berbinar.

"Dasar perempuan setengah coklat," Irzan bergumam.

"Saya akan selalu memberikan superkawin, asal kamu bisa menuruti peraturan, dan bisa berhijrah di jalan Allah."

"Nggak selalu, lo udah punya calon istri, kan, jadi sebentar lagi lo gak bisa ngasih gue coklat, atau durian," balasan Ayesha itu kembali memancing hati Irzan yang masih di ambang kegundahan.

"Belum tentu kami berjodoh, dan baru calon istri, kan, lagipula saya tidak akan segera menikah."

Kening Ayesha mengerut, hatinya sedikit tenang kala Irzan mengucapkan itu di depannya.

"Maksud lo? Belum tentu jodoh gimana? Orang Ning Hesti aja kata Salwa pilihan almahrumah Bunda lo, kan?"

"Tapi dia bukan pilihanku, Ni, tapi ada perempuan lain."

"Berarti lo selingkuhin Ning Hesti, ya, gila jahat banget." Rupanya Ayesha malah menangkap sampai sana.

"Ckk, cewe gila, kami tidak pacaran, dan belum juga ada ikatan khitbah, jadi menyukai orang lain itu masih menjadi hak antara kami, paham?"

Ayesha terus menggelengkan kepalanya. "Enggak."

"Pinter."

"Yasudah ini ambil, saya buru-buru, dan untuk coklat selanjutnya saya titipkan sama Salwa."

Secara perlahan tangan Ayesha mengambil alih coklat tersebut. "Makasih, ya, mas Izan, jujur baru kali ini gue di perhatiin."

"Maksudmu, apa sebelumnya keluargamu tidak pernah memperhatikan?" Irzan merasa penasaran.

"Gue aja lahir karena kesalahan orang tua, yang ada gue di kurung terus sama Mamah."

Sedetik usai kalimat itu terucap, Ayesha menutup mulutnya sendiri, ia tersadar jika baru saja keceplosan membocorkan latar belakangnya.

"Ini mulut kurang makan apa, ya?" Ia bergumam.

"Eh, gapapa, Mas, gue salah ngomong. Yaudah makasih superkawinnya, sana pergi, hus-hus."

Bukan Irzan yang pergi, melainkan Ayesha, ia buru-buru meninggalkan laki-laki itu dengan perasaan agak cemas, takut jika di pesantren ini ada yang mengetahui latar belakangnya, pastilah nanti ia akan di hina habis-habisan.

Sedangkan Irzan masih diam mematung memikirkan maksud dari Ayesha, sejauh ini ia hanya mengenal nama saja, tapi tak ingin terlalu jauh berpikir, karena belum saatnya.

🍭🍭🍭

Pukul 08:00, Irzan telah sampai di El-Fathan studio, jarak dari pesantren kira-kira satu jam, karena letak studio nya berada di tengah keramaian kota Jakarta, sedangkan pesantren milik Abinya terletak di gang perumahan yang cukup jauh dari dunia luar juga keramaian kota metropolitan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEMESTA YANG KU CARI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang