4. Through your stomach

319 11 0
                                    

Pita


Sudah hampir seminggu aku tinggal di apartemen Pak Airlangga. Selama itu juga aku pergi dan pulang kerja bersama dengannya. Seolah 24/7 hidupku bersamanya.

Sepanjang ini tidak ada perubahan drastis antara hubunganku dengannya. Aku masih merasa sebagai orang yang bekerja untuknya dan pekerjaan itu menjadi terasa sedikit lebih panjang karena beberapa pekerjaan -tambahan- kukerjakan di rumah. Pak Airlangga tetap sangat sibuk meski sudah di rumah. Dan aku tidak mempermasalahkan jika dia memintaku mengerjakan sedikit pekerjaan untuknya walau sudah di luar jam kerja. Setidaknya aku ingin membalas kebaikannya.

Interaksi kami di luar pekerjaan pun minim. Hanya obrolan singkat selama makan malam. Lalu setelahnya, dia akan kembali ke ruang kerjanya. Sementara aku kembali ke kamarku. Dia pernah mempersilakanku menggunakan tv atau membaca koleksi bukunya, tapi aku masih sungkan. Aku hanya meminjam bukunya dan membaca di kamar.

Kalau akhir pekan, biasanya aku pulang ke rumah orang tuaku. Pak Airlangga tidak mempermasalahkan hal itu. Ku pikir ini hal yang bagus karena dengan begini, aku jadi punya waktu untuk menjauhkannya dari radarku.

Pak Airlangga seperti magnet yang selalu menarik perhatianku. Pikiranku selalu menuju kepadanya meskipun kami terpisahkan oleh pintu dan tembok. Aku seperti imun dengan pesonanya. Kuakui dia tampan, dan semua orang pasti setuju denganku. Dia tinggi, tubuhnya padat dengan otot -bisa terlihat dari bagaimana semua pakaiannya melingkupi kulitnya, kurasa itu hasil dari olahraga yang dilakukannya. Dia memiliki kesan intimidatif. Matanya tajam ketika wajahnya serius saat bekerja. Tetapi, di luar itu, tatapannya akan memancarkan kelembutan. Dia jarang tersenyum, tapi jika pekerjaannya berjalan baik, dia akan memancarkan senyuman yang sangat manis sampai lesung pipinya muncul. Lesung pipinya menjadi poin unggul dari seluruh karisma yang dimilikinya. Telunjukku rasanya gatal ingin menekan lesung pipinya. Jariku yang lain juga gatal, keinginan untuk mengelus rahangnya yang tajam terkadang muncul begitu saja ketika dia berdiri di hadapanku.

Setahuku dia hampir mencapai kepala 4, walaupun begitu, dia masih terlihat luar biasa tampan.

He's aging like a fine wine

Dan aku bisa menjabarkan banyak hal menjadi sebuah buku khusus tentang bagaimana dia bisa memikatku, seolah pikiran dan pandanganku terkunci kepadanya, hanya dari kenyataan bahwa dia adalah sosok yang nyata.

He seemed unreal



Selama tinggal di apartemen ini, aku selalu berusaha untuk melakukan apapun yang bisa kulakukan untuknya – dan untuk diriku, setidaknya agar aku merasa lebih baik dari sebuah benalu. Tanpa meminta izin, aku membersihkan apartemennya, setiap ruangan kecuali kamar dan ruang kerjanya. Tidak etis rasanya jika memasuki ruang privat orang lain tanpa izin. Aku juga memasak untuknya, dan untukku. Terutama makan malam karena -dari yang kuamati, Pak Airlangga hanya memakan telur rebus dan kopi untuk sarapan.

Aku tak tahu bagaimana perasaannya tentang ini, tetapi dia tak pernah berkomentar atau membahasnya.

Seperti saat ini, setelah pulang kerja, seperti biasa, aku akan mengganti pakaianku dengan pakaian rumah yang lebih nyaman. Kemudian aku mulai membersihkan setiap ruangan, dari ruang tengah di mana tv dan lemari buku besar berada, dapur, balkon, sampai lorong kamarnya dan lorong kamarku. Lalu, aku mulai menyiapkan makan malam dari bahan-bahan yang ada di kulkasnya.

Pak Airlangga lebih sering menghabiskan waktunya di ruang kerja atau di kamarnya. Ini lebih baik karena aku masih canggung jika berkeliaran di rumahnya dengan dia berada di ruangan yang sama denganku.

The Boss is My Roommate [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang