7. First Kiss

336 13 3
                                    

Pita

Hari ini Pak Airlangga berulang tahun. Aku tahu tentang ini tiga hari lalu ketika Mbak Dita, resepsionis di front desk, menyinggung traktiran apa yang akan diberikan Pak Airlangga di hari ulang tahunnya untuk seluruh kantor. Dia bilang ini sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya, biasanya akan ada makan siang dan beberapa camilan yang dibagikan ke seluruh orang di kantor.

Aku semakin mengidolakan Pak Airlangga. Sudah pintar dengan kecakapan dalam memimpin, dianugerahi fisik dan wajah yang luar biasa, dan juga murah hati.

Selama tiga hari ini, diam-diam aku menyiapkan sesuatu untuknya.



Setelah membantu di front desk bersama beberapa cleaning staff untuk koordinasi ke setiap lantai, agenda traktiran ulang tahun Pak Airlangga pun berjalan lancar. Sekarang giliran aku yang harus membawakan makan siang untuknya ke ruangannya. Namun, aku sudah mempersiapkan hal kecil yang baru saja terpikirkan olehku 10 menit lalu.

Aku mempersiapkan kue cokelat kecil dengan lilin mini di atasnya yang sebelumnya aku beli dari minimarket di sebelah kantor. Aku berjalan dengan hati-hati menuju ruangan Pak Airlangga sembari menenteng paper bag berisi makan siang di tangan kanan dan kue di tangan kiri. Ku ketuk tiga kali pintunya sampai terdengar sahutan dari dalam. Aku menekan gagang pintu dan mendorongnya pelan, mengintip sedikit ke dalam untuk melihat apa yang sedang ia lakukan.

"Happy birthday to you...." Aku melagukannya lamat-lamat sembari membaca raut wajah Pak Airlangga yang masih berkutat dengan komputer di balik mejanya.

Dia segera memindahkan perhatiannya kepadaku dari pekerjaannya. Senyum tipis terpatri di bibirnya. Oh aman... Aku khawatir dia tidak suka aku melakukan ini untuknya.

"Aku bawa makan siang, sama ada kue kecil untuk Pak Airlangga, maaf kuenya kecil, aku baru sempat beli tadi...." Kataku mengiringi setiap langkahnya menghampiriku yang berdiri di dekat sofa di ruangannya.

Dia berhenti tepat di depan kue dengan lilin yang masih menyala. Dari jarak sedekat ini, aku bisa memperhatikan wajahnya dengan jelas, juga mencium aroma musk dan pinus dari cologne yang digunakannya. Aku bisa melihat binar geli dari matanya ketika memandangi kue di tanganku. Sudut bibirnya terlihat berkedut dan menukik kecil ke atas. Dia sangat tampan dengan kacamata yang membingkai wajahnya.

"Saya sudah 40 tahun, Pita. Kayaknya sudah ketuaan buat kue dan lilin pink..." celetuknya.

Aku mengangkat bahu, "Nggak ada batas usia dong, pak, semua orang boleh dapat kue dan lilin," aku tersenyum sambil menunggunya, "make a wish?"

Lalu dia memejamkan matanya sesaat. Bulu matanya yang tebal menyentuh kulit wajahnya. Begitu ia membuka mata, pandangannya bertemu dengan. Ia tersenyum dan aku terkunci oleh tatapannya. Kami saling diam dan menatap ke dalam mata satu sama lain untuk beberapa detik. Bukan hanya bulu matanya yang tebal, alisnya juga tebal. Matanya memiliki rona kecokelatan. Hidungnya mancung. Garis filtrumnya tajam. Dan bibirnya... garis bibir di bawah filtrumnya juga tajam. Bibirnya yang penuh berwarna merah muda.

Bagaimana rasanya jika dicium oleh bibir itu?

Dia yang memutus pandangan dengan meniup lilin yang masih menyala di bawah dagunya, dan itu membuatku mengerjap beberapa kali untuk kembali menyadarkanku dari sihir matanya.

"Selamat ulang tahun...." bisikku dengan suara yang sedikit tercekat.

"Terima kasih." Jawabnya sambil memindahkan kue dari tanganku ke tangannya. Tangan lainnya ia gunakan untuk menarikku ke arah sofa, "Temani saya makan ya?"

Seolah masih dalam pengaruh sihirnya, aku hanya mengangguk. Ini pertama kalinya kami makan siang bersama.

_____

The Boss is My Roommate [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang