Airlangga
Tiga hari sejak ciuman itu terjadi dan hubunganku dengan Pita adalah bukti nyata dari ucapannya, bahwa kami baik-baik saja. Seolah malam itu tidak pernah terjadi, hubungan kami kembali seperti satu hari sebelum hari ulang tahunku. Semua rukun dan berada di batas profesionalitas.
Tapi, aku ingin kami lebih dari itu.
Namun, aku tidak bisa egois. Tujuan utamaku adalah menolong Pita, bukan menjalin hubungan dengannya. Meskipun di dalam hatiku, aku menginginkan itu.
Pita terlihat terkontrol dengan emosinya. Dia terlihat lebih dewasa dibanding aku dalam mengontrol perasaan yang menggebu-gebu ini. Meskipun beberapa kali aku mendapatinya gugup dengan pipi bersemu ketika berhadapan denganku. Satu hal yang kuyakini, dia memiliki perasaan yang sama denganku.
Dia tidak berubah, masih menjadi Pita yang pemalu dengan mata bulat yang memandangku seolah aku menggenggam bulan di tangan.
Seperti saat ini, ketika dia memandangiku tanpa berkedip di tengah-tengah lounge salah satu butik, tempat biasa aku memesan setelan jas khusus.
Aku tidak bisa menahan senyum melihat tingkahnya, "Pita?"
Alisnya berjengit seolah baru tersadar dari lamunannya, "I...iya?"
"Are you ok?"
Dia mengangguk lambat, menggigit bibir bawahnya yang lembut, "Iya.... Pak Airlangga... ehm... kelihatan...." tangannya naik turun menunjuk ke arahku, "...keren...."
Aku mengekeh mendengarnya, "Keren?"
Dia tersenyum lebar dengan mata berbinar, "Iya, warna maroon cocok banget di Pak Airlangga."
"Oh ya?" Aku mengangguk-angguk menerima pujiannya.
Aku meminta seorang personal shopper untuk memberikan Pita gaun. Namun, Pita menolak. Dia masih saja menjadi Pita yang sungkan. Begitu aku jelaskan berkali-kali bahwa aku memang ingin memberikannya gaun untuk acara besok malam -yang sebenarnya sudah kupesankan sebelumnya-, dia baru menyerah membantahku. Wajahnya masih terlihat sungkan dan pundaknya menurun. Dia selalu begitu. Namun aku tidak mengindahkannya dan mendorong tubuhnya ke ruangan di sebelah, mengikuti personal shopper-nya.
Beberapa menit kemudian, Pita muncul menggunakan gaun maroon dengan corak silver, senada denganku. Dia begitu cantik dan anggun. Berjalan menghampiriku dengan ragu-ragu, tidak lupa pipi bersemunya, sangat manis. Aku ingin mendekapnya dan menyimpannya hanya untuk diriku.
"Perfect."
_____
Pita
Malam ini aku menemani Pak Airlangga ke acara dinner party dengan kolega-kolega bisnisnya. Katanya bagus -termasuk aku- untuk berjejaring dengan orang-orang yang menggeluti bidang konstruksi. Ini bidang baru untukku, dan tentu aku tidak keberatan jika Pak Airlangga menyuruhku belajar lebih banyak dari kolega-koleganya.
Pestanya cukup mewah, dilakukan di sebuah hall di hotel. Pantas saja dia menyiapkan kemeja khusus dan gaun untukku. Awalnya aku bersikeras untuk menolak sebab itu terasa berlebihan. Aku memang tidak memiliki gaun yang mewah, tapi setidaknya aku memiliki beberapa dress. Awalnya aku merasa sedikit tersinggung karena ku pikir Pak Airlangga menilaiku tidak memiliki pakaian yang bagus. Tapi, sekarang aku merasa lega karena dress-dress-ku memang tidak akan ada yang cocok untuk acara ini.
Aku mengekorinya dari sejak turun mobil hingga menuju hotel. Menatap punggung lebarnya yang dilapisi jas. Aku pernah memeluknya, beberapa kali, dan aku ingin menyentuhnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss is My Roommate [21+]
Romance"Aku mau lakuin itu sama kamu, Pak." Cerita tentang Pita mengeksplor banyak hal baru dalam hidup ketika Airlangga menawarkan sebuah kamar di apartemen pribadinya. Pita hanya seorang gadis 22 tahun yang masih belum menemukan arah untuk masa depannya...