Pita
Hari ini, Pak Airlangga menyuruhku pulang lebih dulu. Setelah jam kerja berakhir, dia memintaku pulang tanpanya karena dia akan lembur. Aku mematuhinya saja, mungkin dia tidak membutuhkanku untuk pekerjaannya kali ini.
Seperti kebiasaanku selama hampir dua minggu ke belakang, begitu aku sampai apartemen, aku akan mengerjakan hal-hal domestik. Sebenarnya ini hal yang biasa kulakukan selama di kost. Jadi, bukan menjadi masalah untukku membersihkan dan memasak, terutama ketika dia memberikan tempat tinggal untukku dan -secara tidak langsung- membayar sebagian kebutuhan pokokku.
Kala aku sedang sibuk menyedot debu dengan mesin pembersih vacuum, terdengar bunyi smart lock dibuka dari pintu depan. Itu pasti Pak Airlangga.
Ketika pintu terbuka, aku melihatnya membeku sesaat sebelum wajahnya kembali terlihat tenang. Kami saling bertatapan untuk beberapa saat. Namun aku tidak bisa membaca arti tatapannya.
"Hey," sapanya sembari menutup pintu dan mengganti sepatunya dengan sendal rumah.
"Hai," hanya itu yang kubalas sambil kembali melanjutkan kegiatanku.
Aku bisa melihatnya melewati foyer menuju ruang tengah, dari sudut mataku. Namun, setelah itu seperti tidak ada pergerakan lagi darinya. Ku rasa selama beberapa saat dia hanya diam di ujung ruang tengah yang memisahkan antara dapur dengan ruang tengah.
Belakang tubuhku terasa panas, ini karena aku menyadari dirinya masih berada di titik yang sama, menatapku tanpa henti.
Ini membuatku merasa canggung.
Begitu selesai, aku berdehem singkat, dan membalikkan badan, hendak mengembalikan alat penyedot debu ini ke ruangannya. Namun, tatapanku langsung terhenti pada tubuh besar yang berdiri menjulang di hadapanku. Tangannya segera mengambil alat penyedot debu dari genggamanku.
"Saya tahu kamu suka menjaga kebersihan, tapi saya tidak berharap kamu melakukan ini setiap hari, Pita."
Perkataannya membuatku tertegun. Aku mendongak menatap wajahnya yang juga menatapku.
"Uhm... aku hanya mau bantu bersih-bersih saja. Maaf karena aku belum minta izin sebelumnya... Pak Airlangga nggak suka?"
Dia menggeleng, "Bukan begitu. Maksud saya, kamu sudah melakukan banyak hal, kamu sudah masak setiap hari. Kalau membersihkan apartemen, kita bisa panggil jasa deep cleaning. Biasanya saya melakukannya di hari minggu. Jadi, sebenarnya kamu tidak harus membersihkannya lagi."
Aku menggigit kulit bagian dalam bibirku, "Aku cuma mau membayar kebaikan Pak Airlangga. Kamu kan nggak bolehin aku bayar apa pun, jadi mungkin aku bisa... melakukan lebih untuk Pak Airlangga kalau aku melakukan ini semua. Bukan masalah kok, aku senang melakukannya."
Dia tersenyum tipis, tatapannya terlihat lebih tenang. "Kamu gadis baik," Tangannya terulur ke atas kepalaku, menghilang dari arah pandangku. Kemudian aku merasakan tangannya mengelus puncak kepalaku, membuatku terpaku. "tapi saya memberikanmu tempat untuk tinggal, bukan menyewakannya. Jadi kamu tidak perlu membayar apa pun kepada saya. Makananmu saja sudah cukup. Ok?"
Seolah semua perkataan dan perlakuannya kepadaku mengambil kemampuan berbicaraku. Rasanya lidahku kelu dan tidak mampu mengeluarkan sepatah kataku. Aku hanya dapat mengangguk menuruti ucapannya.
Sudut bibir kirinya terangkat. Lalu, ia melangkah mundur dan menghilang dari pandanganku, memberikan jarak kepadaku untuk dapat bernafas dengan lebih lancar.
Tuhan... hatiku...
_____
Aku suka membaca buku. Membaca membuatku mengetahui banyak hal di luar bubble hidupku yang kecil. Membaca juga membuatku merasakan banyak hal. Di saat aku merasa kebas dan tidak memahami perasaanku sendiri, aku jadi bisa merasakan banyak perasaan melalui buku dan cerita-ceritanya yang magis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss is My Roommate [21+]
Romance"Aku mau lakuin itu sama kamu, Pak." Cerita tentang Pita mengeksplor banyak hal baru dalam hidup ketika Airlangga menawarkan sebuah kamar di apartemen pribadinya. Pita hanya seorang gadis 22 tahun yang masih belum menemukan arah untuk masa depannya...