"Ganteng, aku berangkat ya". Selesai dengan sarapannya, Chika bangun dan menghampiri Gilang serta Angel yang masih di meja makan. Menyalami keduanya dan berlalu dari sana.
Sampai di depan teras, Chika melihat Ara dan juga Fiony yang sedang tertawa. Tatapannya datar tanpa rekasi apa pun. Fiony memang setiap pagi sering kerumah Chika, ya karena Ibu dan juga ayah berkerja disana. Sebelum berangkat ke kampus, Fiony memang lebih dulu menjumpai mereka. Atau tak jarang Fiony yang mengantar Ibunya ke rumah Chika jika ayahnya sudah lebih dulu pergi kesana.
"Masih mau ketawa terus?". Setelah mengatakan itu, Chika masuk ke dalam mobil seraya menghentikan candaan Ara dan juga Fiony.
"Fio, aku duluan, kamu hati hati perginya, jangan ngebut". Pesan Ara. Fiony mengangguk. Dia selalu menurut apa yang Ara katakan, Ara bukan hanya sekedar sahabat untuknya tetapi sudah menjadi bagian dari hidupnya.
"Hati hati Ara". Ara mengangguk, menglakson mobil tersebut sekali dan kemudian pergi dari sana. Disusul Fiony dari belakang. Dia juga pagi ini ada mata kuliah yang sama dengan Chika, dan tentunya satu kelas lagi.
Sibuk dengan ponselnya, Chika sedang berbalas pesan dengan Reno yang mengajaknya keluar nanti malam, dan dengan senang hati Chika mengiyakannya. Senyum terbit dari bibirnya. Sudah 2 minggu Reno yang katanya sibuk dan mereka tidak berjumpa, akhirnya malam nanti bisa bertemu melepas rindu.
Chika menyimpan kembali ponselnya kedalam tas, setelah Reno mengakhiri pesannya karena sedang bekerja.
Tatapan Chika kini fokus ke depan. Sesekali matanya melirik Ara yang dengan santai mengemudi tidak ugal ugalan dan tidak terburu buru.
"Drrrrtt". Ponsel bergetar, kali ini punya Ara. Ara melirik Chika dari kaca spion dan tatapannya beradu pandang dengan Chika yang juga sedang menatapnya lewat sana. Ara berdehem. "Non, saya izin angkat telpon sebentar, boleh?". Ara akan meminta izin lebih dulu, tidak enak jika langsung mengangkatnya.
"Lagi nyetir, bahaya, nanti juga bisa kan?". Jawaban ketus Chika mendiamkan Ara. Dia melirik kembali ponsel dia atas pangkuannya yang telah berhenti bergetar.
"Drrrrtt". "Non sebentar aja ya, ini penting".
Chika mendengus. "Kalo ada apa apa, tanggung jawab lo. loudspeaker in biar tu hp gak nempel di telinga lo, entar nyetir nya satu tangan lagi.". Mendengar perkataan Chika, Ara langsung mengangguk.
"Iya bg". Akhirnya dia bisa mengangkat panggilan tersebut.
"Jadi ya, Ra, jam jam 10 aja. Ada 3 nih, gue gak bisa kalo sendiri, andalan gue kan lo". Terdengar suara tawa dari seberang sana, Chika mengerutkan dahinya bingung karena tidak sengaja mendengar percakapan mereka.
"Oke bg Andi. Selesai dari sini, aku otw kesana ya". Dengan mata yang fokus ke arah depan Ara masih berkonsentrasi penuh dengan kemudinya.
"Oke, di tunggu, jangan telat".
"Sip Bg. Bg matiin aja, aku lagi nyetir".
Chika yang sedari menyimak obrolan itu jadi bersikap biasa lagi. Suasana kembali hening. "Nanti jangan jemput dulu sebelum gue kabari, dengar?".
"Non mau kemana? Nanti pak Gilang marah". Lagi dengan sebelah tangannya Ara membelokkan setirnya dengan begitu mudah.
"Kepo lo, terserah gue, yang penting pulangnya sama lo kan". Chika entah kenapa selalu saja tidak bisa santai bicaranya.
"Bukan gitu Non, soalnya Bapak udah pesan ke saya, agar Non pulang kuliah langsung pulang kerumah".
"Gue ada acara kampus, mau ke kampus lain, rame rame sama dosen juga, puas". Chika kesal dengan Ara yang lama lama seperti Papi gantengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine DRIVER (ON GOING)
Random"Tuh, Ibu kamu aja bilang aku cantik". Sejenak Ara melirik makhluk Tuhan di sampingnya ini yang sangat cerewet dengan mengangkat dagunya tinggi tinggi. "Itu karena Non seorang perempuan". Sambil membentangkan tikar untuk Chika duduk. Chika mendengus...