"Udah baikan?". Chika masuk ke dalam mobilnya. Seperti biasa menuju ke perkuliahannya.
"Uda Non". Ara diam sesaat. "Terimakasih banyak Non". Ara meremas setir. Mulut pedas Chika ternyata tidak bisa menutupi sisi baik yang dimilikinya.
"Hmm". Chika bergumam.
Ara tidak masuk kerja selama 2 hari. Lagi lagi dia sakit. Ternyata tubuhnya tidak sekuat yang dia bayangkan.
Chika sampai di kampusnya. Langkah Ara yang akan meninggalkan kampus terhenti ketika Olla menghampirinya.
"Ra, nanti malam, lo mau kan? Biar gue bilang langsung sekarang, kasih tau juga kang somai lo itu". Yang di maksud Olla tentu saja Azizi.
"Nanti ya La, gue bicara dulu sama Azizi".
"Oke, jangan lama lama mikirnya. Kapan lagi kan dapat hadiah kemenangan setengah M loh ini". Ara mengangguk. Otak nya langsung mengajak nya untuk berpikir keras.
Ara membawa kemudinya ke suatu tempat. Memarkirkan mobil Chika setelahnya mengayunkan langkahnya masuk ke pekarangan yang terlihat damai dan tentram.
Ara sampai di sebuah gundukan yang selalu bersih. Hampir setiap minggu Ara mendatangi pemakaman ayahnya.
"Ayah, kakak datang lagi". Ara berjongkok di samping makam ayahnya. Mengambil satu lembar daun yang hinggap di atas kuburan ayahnya dan membuangnya.
Mengusap kepala nisan itu dengan senyumannya. "Kakak datang lagi, rindu ayah". Ara mendudukkan pantatnya di tanah tanpa takut mengotori celananya. Tangannya masih mengusap nisan yang mengkilap tersebut.
"Ayah". Ara terdiam. "Ibu sakit, kakak harus gimana? Kakak gak mau kehilangan Ibu. Kakak gak sekuat yang ayah bilang, ayah bisa kembali lagi tidak? Mau sama sama kalian aja. Kakak masih butuh ayah, masih butuh Ibu".
Entah kenapa setiap rasa sedihnya datang, Ara tidak bisa menangis, air matanya tidak pernah mau keluar. Namun rasa sedih nya itu tergantikan oleh rasa sakit di dadanya yang pastinya akan sesak.
"Kakak, gak kuat ayah, kakak capek, kakak mau istirahat aja, tapi kakak masih punya tanggung jawab yang besar". Ara terdiam lagi. "Ayah, tolong bilang sama Tuhan jangan jemput Ibu dulu, kasih kakak waktu buat bahagiain Ibu dulu, ayah sabar dulu buat ketemu Ibu ya".
Ya, Ara baru mengetahui jika Ibunya itu terkena kanker kelenjar getah bening stadium akhir. Awalnya Laras tidak ingin mengakui tetapi berkat selembar kertas keterangan yang Ara temukan di dibawah kasur. Ara tidak sengaja menemukannya ketika ingin mencari foto copy KK tempo hari berniat untuk mencari kerja di tempat lain.
Dan ternyata yang di dapatnya itu membuatnya tidak bisa berkata apa apa, nyaris membuat Ara tumbang dari tempatnya. Ternyata diam diam Laras nekat periksa dirinya sendiri seorang diri ke rumah sakit tanpa sepengetahuan anak anaknya. Makanya, sekarang ini Ara mati matian mencari uang untuk biaya pengobatan Laras.
"A-ayah, m-maaf, kakak ngeluh lagi, kakak ingkar janji buat jangan sedih tapi nyatanya kakak gak bisa ayah". Ara menjatuhkan kepalanya di atas kuburan ayahnya. Beberapa saat mendiamkan kepalanya di atas sana, dia lelah benar-benar lelah.
Ara terjaga, sepertinya dia tertidur disana. Melirik jam sudah 12.30, berarti hampir satu jam Ara tertidur tanpa dia sadari. Selalu saja, jika Ara merasa lelah dia akan mendatangi makam ayahnya dan berbicara disana. Dia merasa lega setelah dari sana, seolah olah ayahnya mendengarkan apa yang dia katakan.
Ara menegakkan punggungnya mengusap lagi batu nisannya. "Ayah kakak pulang dulu, besok kakak pergi lagi ya". Mengambil air dan bunga, menabur nya setelah itu Ara bangun dan pergi dari sana.
Masih ada satu jam lagi untuk menjemput Chika, tetapi Ara lebih memilih menjemput sekarang, lebih baik menunggu di sana saja karena dia juga tidak tahu mau kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine DRIVER (ON GOING)
Ngẫu nhiên"Tuh, Ibu kamu aja bilang aku cantik". Sejenak Ara melirik makhluk Tuhan di sampingnya ini yang sangat cerewet dengan mengangkat dagunya tinggi tinggi. "Itu karena Non seorang perempuan". Sambil membentangkan tikar untuk Chika duduk. Chika mendengus...