22

122 36 5
                                    


**

Haechan kembali bekerja dengan dia, matanya terlihat lelah tapi juga bersemangat disaat bersamaan. Apa yang ada dibenaknya saat ini hanyalah bekerja dan bekerja.

"Mama.. Kenapa paman itu memiliki perut yang besar?" seorang anak laki-laki berusia sekitar 3 thn bergelayutan manja pada seorang wanita muda, anak itu sedang menanyakan kondisi fisik Haechan.

"Ssstt.. Jangan dekat-dekat.. Dia kotor dan bau, kalau kau tidak belajar dengan baik.. Maka hidupmu akan sama seperti dia, memungut sampah." Haechan meremas sapu yang dia pegang, kata-katanya benar sekali. Andai dia bersekolah.. Mungkin hidupnya tidak akan seburuk ini. Ibu dan anak tersebut berlalu begitu saja meninggalkan Haechan, sesekali tangan kasar dan mungil itu mencoba menutupi kehamilannya.

Jam makan siang sudah tiba, Haechan lagi-lagi duduk di atas trotoar jalan dan membuka kotak bekal berisi Nasi dan telur. Dia benar benar harus berhemat, walaupun semua kebutuhan pokoknya terlah dipenuhi oleh Jaemin tapi dia seharusnya memiliki usaha sendiri. Walaupun sudah dingin nasi itu masih terasa enak daripada sebuah bakpao tanpa isi, setidaknya nasi lebih terasa mengenyangkan.

"Ketemu!" sebuah suara pria terdengar ditelinga Haechan, dia segera menatap sosok itu. Ternyata benar.. Jaemin berdiri di sampingnya dengan membawa bungkusan makanan yang begitu banyak, wajahnya berkeringat banyak menandakan dia berlari disepanjang jalan. Bukankah tempat perusahaan dengan tempat dia bekerja lumayan jauh? Apa dia jalan kaki? Sepertinya memang iya.

"Ayo makan bersama..." mata itu seakan mengharapkan sebuah anggukan iya pada Haechan. Haechan ragu dengan makanan yang dibawa Jaemin, dia takut Jaemin menaruh sesuatu dialam makanan tersebut.

"Kau mau makan disini?" Jaemin kembali bertanya, Karena merasa kasihan dengan Jaemin akhirnya Haechan mengiyakan. Segera bokong padat Jaemin menyentuh tanah, dia ikut duduk dipinggir jalan dengan balutan jas dan celana mahal.

"Kau yakin mau makan disini?" kini Haechan yang mempertanyakan hal tersebut.

"Heemm tentu saja, bukannya sama saja mau dimanapun, kita tetap bisa makan kan?" Jaemin membuka beberapa tepak plastik bening dan kotak strerofom yang berisi daging, ikan, sayur, dan beberapa kaleng susu untuk Haechan.

"Persiapanmu sangat detail." ucap Haechan.

"Tentu saja, kau tau aku berlarian di swalayan seperti orang gila, berteriak sana sini memanggil para pegawai dan memaksa mereka untuk membantuku berbelanja susu kaleng, juga ketika aku memesan beberapa makanan aku harus mengantri begitu lama.. Akhirnya aku membungkam semua pelanggan dengan Black Card yang aku punya.. Mereka semua langsung memberikan aku jalan untuk antri lebih dulu.." memang.. Seorang yang memiliki uang sama saja seperti mengendalikan dunia, apapun bisa dibeli dengan uang, kebahagiaan, cinta, kebutuhan, keinginan, segalanya.. Termasuk membeli seorang budak. Haechan kembali diam, ah.. Sakit sekali ketika mengingat hal itu.

"Sayang.. Kau tidak apa-apa??" Jaemin menatap Haechan khawatir.. Dia menepuk pelan pundak Haechan.

"Aku tidak apa-apa.. Kau makan saja dulu.. Napsu makanku tiba tiba menghilang.." Haechan meletakkan sendoknya kembali kedalam kotak bekal dia menatap daging-daging itu dengan mata yang sayu. Jaemin yang begitu khawatir dengan kondisi kesehatan Haechan akhirnya mulai cerewet, terus membujuk Haechan agar mau makan walau hanya beberapa sendok. Percakapan mereka berdua terus berlanjut hingga akhirnya Haechan kembali makan dan bercanda lagi dengan Jaemin sampai waktu istirahat habis.

Hampir 2 minggu Jaemin terus menemani Haechan, dia berharap agar suatu saat Haechan mulai bergantung padanya dan mau menikah dengannya. Membayangkan Haechan mengenakan jas berwarna putih dan berjalan dialtar bersamanya sangat membuat Jaemin semakin bersemangat kerja, akhir-akhir ini dirinya mulai membuka usaha baru seperti membuka bisnis kuliner, perlengkapan rumah tangga, dan sebagainya. Jaemin mencoba pelan-pelan melepas tanggung jawabnya terhadap perusahaan pada Jeno. Dia ingin sekali hidup sederhana bersama Haechan dan bayi mereka nanti, mendirikan sebuah rumah kecil di dekat perkebunan, jauh dari suasana kota yang suntuk.

PLEASE DON'T FVCK ME AGAIN « FT : NOMINHYUCK »Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang