Chapter 1: Typhoon

14.6K 492 133
                                    


Keuntungan dari cuaca panas adalah langit yang cerah, dan itu menarikku untuk keluar berjalan-jalan di luar, meskipun matahari terik menyilaukan. Tapi, sinar seperti ini justru membuat foto terlihat bagus. Lagipula, di kamar tidak ada yang bisa dilakukan.

Aku membereskan barang-barang, memasukkannya ke dalam ransel, lalu mengambil kamera favoritku dan mengalungkannya di leher. Aku bersiap untuk pergi berjalan-jalan memotret di kota Chiang Mai. Aku baru beberapa hari berada di sini, sudah hampir dua bulan sejak sebelum semester dimulai.

Aku, Typhoon... akan menjadi mahasiswa tahun pertama di fakultas kedokteran hewan, di kampus yang jauh dari rumah dan tak kukenal. Aku datang sendirian, tanpa tahu apa-apa. Tapi tidak apa-apa, karena aku selalu sendirian, sama seperti di rumah. Setidaknya, aku berada lebih dekat sekarang...

Saat ujian, aku memilih fakultas kedokteran sebagai pilihan pertama, dan kedokteran hewan sebagai pilihan kedua. Awalnya aku tidak berpikir akan lulus, tapi ketika diterima di kedokteran hewan, aku bimbang untuk sementara waktu, apa akan melanjutkan belajar atau berhenti dan tinggal di rumah untuk kembali belajar. Tapi pada akhirnya, aku memutuskan untuk melanjutkan, karena alasan yang sama...

Aku tidak ingin tinggal di rumah.

Berada di sini... seharusnya lebih baik.

Dan bukan hanya lebih baik untukku.

Aku pindah sendiri ke asrama yang ayahku cari, dan dia sudah mengurus segalanya. Dia tidak mengeluh atau bertanya sepatah kata pun saat aku bilang ingin belajar di sini.

Tentu saja, semakin jauh Typhoon, semakin baik.

Ayah menyuruh sekretarisnya mengirim uang setiap bulan. Aku lebih sering berbicara dengan sekretarisnya daripada dengan ayahku sendiri. Dia sibuk bekerja, tapi bukan berarti dia tidak punya waktu luang. Dia punya waktu, tapi memilih untuk tidak menghabiskannya bersamaku.

Setelah bercerai dari ibuku, hidupnya berjalan dengan baik. Putrinya yang berusia satu tahun sangat lucu, anak yang sangat menggemaskan. Jika suatu hari nanti kami bisa saling mengenal, aku akan menjadi kakak yang baik untuknya. Aku akan merawatnya seperti Fan merawatku. Tapi mungkin kesempatan itu tak akan pernah datang.

Tinggal sendirian di tempat jauh dari rumah tidak seburuk yang kupikirkan. Asramanya nyaman. Ayah sudah membiayai hidupku sejak lama. Kamera dan perlengkapannya, semuanya dari uang yang ia kirim tanpa bertanya. Dia tidak peduli untuk apa uang itu kugunakan, asalkan tidak berlebihan dan aku tidak sering mengganggunya, itu sudah cukup.

Typhoon hanyalah karakter tersembunyi dalam kehidupan ayahku. Wanita itu tidak boleh tahu kalau istri barunya pernah memiliki seorang putra bernama Typhoon. Tapi tidak apa-apa, aku tidak ingin menuntut apapun. Aku tidak ingin lagi mencari tempat untuk diriku sendiri.

Aku hanyalah Typhoon, topan, angin yang mengamuk dan menghancurkan segalanya, tapi tak ada yang bisa melihat.

Aku mengamati orang-orang yang berlalu lalang di kampus. Di liburan semester seperti ini, kampus tidak terlalu ramai. Suasananya sejuk dan tenang, membuatku tak bisa menahan diri untuk mengangkat kamera dan memotret. Sebenarnya, aku memotret segalanya karena sangat suka fotografi. Itu satu-satunya hobiku, dan jika mungkin, aku tidak ingin hobiku hanya sebatas hobi.

Thorfan...

Hari ini cukup panas, tapi Fan pasti menyukainya.

Langit hari ini tanpa awan. Sangat cerah. Aku sudah mendapatkan foto untuk Instagram lagi.

Aku sangat suka memotret langit langit.

Alasannya karena dia... adalah satu-satunya langit untukku. Selalu begitu, dan akan terus begitu.

SOUTH : BESIDE THE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang