Chapter 2: White and Purple

12.7K 474 106
                                    


"Berhati-hatilah saat mengemudi."

"Ya, sampai jumpa."

"Krap."

Aku mengucapkan salam perpisahan sebelum memandang mobil yang baru saja kuturuni melaju pergi. Phi Fah-lah yang mengantarku pulang ke asrama. Kami banyak berbicara tentang hal-hal yang terjadi selama kami tidak bertemu, tapi tidak ada yang istimewa. Jika boleh kutebak, dia mungkin hampir tidak memikirkanku. Setelah pindah, dia pasti bertemu dengan lingkungan baru, hal-hal baru, dan terus berjalan maju di jalannya sendiri.

Berbeda denganku yang masih tersesat.

Tapi aku senang bahwa Phi Fah senang bertemu denganku, meskipun hanya sebagai adik laki-laki tetangga yang sudah lama tidak bertemu. Aku berjalan ke kamar dengan lelah. Hari ini cukup melelahkan karena aku berjalan-jalan sepanjang hari. Belum lagi terkena panas matahari. Aku melepaskan tas dan meletakkan barang-barang di sebelah tempat tidur, mengambil kamera dan membuka foto-foto yang kuambil hari ini.

Beruntung sekali hari ini bisa mengambil foto langit yang begitu cerah. Hampir tidak ada awan sama sekali. Hari ini, kau begitu cerah....

Aku melirik ke arah dinding di atas meja tulisku, di mana foto-foto tertempel. Saat aku baru belajar fotografi, aku meminta Fan menjadi model. Awalnya, dia menolak dan mengatakan bahwa dia tidak suka difoto, tapi akhirnya dia selalu mengizinkanku untuk memotretnya. Kami bepergian ke banyak tempat bersama untuk mengambil gambar. Jadi, dinding di depanku penuh dengan kenangan.

Aneh, dulu aku tidak pernah memikirkannya, tapi setelah Fun tidak ada, semua kenangan itu kembali mengalir seolah-olah ingin mengingatkanku agar tidak melupakannya. Setiap foto memiliki cerita, dan setiap cerita itu melibatkanku.

Aku ingat semuanya.

Aku duduk di kursi meja tulis. Di sampingku ada tumpukan buku untuk ujian kedokteran. Di dekatnya, ada rak buku, dan di sisi lain laci kecil untuk menyimpan barang-barang. Aku membuka laci paling bawah, tempat foto-foto Fan yang dulu diambil dengan kamera film.

Foto ini indah juga. Mungkin kutempel juga nanti...

Aku ingat aku tidak terlalu suka pakaian yang dipakai Fan saat foto itu diambil, karena terlalu terbuka. Fan akhirnya mengenakan baju tambahan meskipun cuaca sangat panas waktu itu.

Aku selalu menuruti keinginan Fan, makanya dia jadi manja seperti ini. Kalau dipikir-pikir, dulu Phidan Fan selalu menuruti apapun keinginanku, termasuk soal memelihara kucing. Karena aku bilang ingin memelihara kucing, tapi ibu tidak mengizinkan, jadi PhiFahyang memeliharanya untukku.

Ibu...

Aku masih memanggilnya ibu, meskipun sebenarnya... bukan. Karena...

Ketika ada yang bertanya bagaimana kabar ibu, aku ingin menjawab, "Aku tidak tahu, sejak ibu bercerai dengan ayah, aku tidak tahu lagi kabarnya."

Daripada menjawab, "Aku tidak tahu, karena aku tidak tahu siapa ibuku sebenarnya."

Dulu aku pernah menyalahkan segalanya yang terjadi padaku, tapi setelah kupikir lagi, semuanya memang memiliki alasan. Bayangkan ada satu keluarga, ayah, ibu, dan seorang putri berusia satu tahun. Semuanya tampak baik-baik saja. Keluarga itu hangat dan bahagia, dengan seorang malaikat kecil sebagai bukti cinta mereka.

Tapi tiba-tiba, seorang bayi ditemukan ditinggalkan, dan ternyata bayi itu adalah anak dari sang ayah. Keluarga itu hancur. Sang ibu kehilangan cinta dan kepercayaannya pada suaminya, tapi dia tetap harus tinggal karena ada putri mereka, dan dia harus menjadi ibu bagi bayi itu juga.

Kalau dia membenciku, itu wajar. Aku adalah bukti dari keburukan hidupnya. Setiap kali dia memandangku, aku tidak tahu seberapa penuh kebencian yang tersirat dari matanya.

SOUTH : BESIDE THE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang