001 Upacara Sekolah

68 17 16
                                    

Makasih udah mampir jangan lupa vote ya... Happy reading guys 😗

🤍🤍🤍

...

Beberapa minggu sebelumnya ...

Seperti hari-hari Senin biasanya, setiap siswa berdiri berdasarkan kelasnya. Namun, bedanya Senin hari ini terasa berbeda, panas matahari begitu menyengat kulit. Matahari seolah ada di ubun-ubun kepala, parahnya amanat pembina upacara berjalan begitu lama.

"Selamat pagi semuanya," suara laki-laki senja di balik mikrofon terdengar menggema ke setiap sudut barisan, hamparan anak SMA berbaris di hadapannya dengan emosi bercampur aduk. Rasanya amanat pembina upacara yang berlembar-lembar dan cuaca panas terik yang menyengat bukan merupakan kombinasi yang baik.

"Kak," salah satu siswa tampak begitu jengah, dirinya dan beberapa orang lain berdiri di barisan yang berbeda.

"Apaan?" jawab siswi yang berdiri tepat dibelakang dirinya.

"Tukeran boleh gak?"

"Why?"

"Panas bet," siswi itu baru menyadari wajah siswa di depannya begitu mengenaskan. Cahaya matahari yang terik langsung mengenai wajahnya yang ada di baris paling depan.

"Pfft ... Siapa suruh tinggi?"

"Ish Kak Asha," siswa itu menoleh pada seniornya. Bukannya dukungan yang ia dapat, beberapa orang langsung melebarkan mata padanya agar dirinya baris dengan benar.

"Makannya lu jangan tinggi-tinggi," Asha terkekeh melihat tingkah adik tingkatnya yang kepanasan.

"Kak," Adnan kembali memanggil Asha dengan wajah menghadap matahari.

"Apaan?"

"Kapan kita di panggil?" Asha merasa Adnan lebih berisik dari biasanya.

"Lu liat lembaran amanat upacara itu?" Adnan malah mengangguk sambil menunggu informasi dari kakak tingkatnya itu. "Liat gak?" Adnan lagi-lagi mengangguk. Menunggu informasi. "Liat gak?" Nada bicara Asha malah begitu iseng.

"Ish... iya liat."

"Nah, nama kita paling belakang," jawab Asha dengan singkat. Adnan kembali mengangguk mendapat jawaban itu, butuh waktu lima menit hingga akhirnya kalimat yang paling ditunggu terdengar.

"... dengan penuh kebanggaan bapak akan mengumumkan pemenang lomba sains tingkat nasional yang di selenggarakan oleh SMA Permata..." kalimat itu malah semakin panjang. Adnan menghela kasar. "Juara lomba cabang matematika perwakilan SMA Bhineka dengan anggota Adnan Husein Muhammad kelas 10 - 1 dan ketua tim Asha Alexa Purnama kelas 11 - 1," Adnan mengangkat bahunya dengan penuh percaya diri, dengan langkah pasti ia mengikuti kakak tingkatnya yang berjalan dengan penuh percaya diri.

Asha tersenyum begitu sumringah, berdiri dengan percaya diri di hadapan para siswa SMA Bhineka - tempatnya sekolah selama masa SMA. Namun, dalam hatinya ia sedang mencaci maki.

Sialan gua harusnya juara pertama bukan juara dua!

...

Sehari sebelumnya...

"Selanjutnya ... perwakilan dari SMA Bhineka! Mana suaranya?" suara sorak sorai para penonton begitu bergemuruh ketika MC memanggil perwakilan dari SMA Bhineka, gemuruh riuh semakin terdengar begitu Asha, Adnan, dan para perwakilan lomba cabang lomba akademik dan non akademik memasuki aula ruangan. Para peserta langsung duduk di kursi yang telah di sediakan.

Aula begitu bergemuruh dengan sorak-sorai para penonton, mereka tak sabar nama sekolah mereka di panggil satu per satu ketika pengumuman juara. Sedangkan pada peserta, tampak saling mengobrol di kursi yang telah di sediakan panitia. Tepat di tengah aula yang di kelilingi tribun, di hadapan para peserta sebuah panggung tampak begitu megah dengan dekorasi bunga di depan dan piala-piala keemasan begitu tampak menggoda di ujung belakang panggung.

Semua mata tertuju pada pintu masuk aula begitu nama tuan rumah penyelenggara lomba di sebut. "PERMATA! PERMATA! PERMATA!" Suara riuh itu kian ricuh saat seorang laki-laki masuk dengan santai. Diantara barisan siswa siswi itu tampak seorang laki-laki dengan seragam tak dikancing menampakkan kaus hitam yang ia kenakan, langkahnya begitu pasti. Ya semua peserta telah mendapatkan pengumuman hasil lomba setelah perlombaan, menjadikan pengumuman ini hanya ajang untuk selebrasi.

Mata Asha dan laki-laki itu bertemu. Alih-alih menatap penuh harap, Asha malah tampak merutuki laki-laki yang menatapnya. Asha mutuskan pandangan mereka sepihak, menyebabkan alis laki-laki itu bertaut keheranan.

Sialan! Asha mencaci dalam hati karena tak dapat menerima kekalahannya dari cowok narsis itu.

...

"Juara dua? Bangga kamu jadi pecundang?" tiba-tiba kalimat itu berdengung di kepala Asha begitu dirinya menerima mendali perak yang di kalungkan di hadapan seisi sekolah.

Sialan! Entah berapa kali ia memaki, namun intinya ia begitu kesal dengan mendali perak yang melingkar di lehernya.

Bersambung...





...
Halo! Makasih udah mampir di cerita aku, jangan lupa vote dan kasih komentar ya buat ninggalin jejak kalian.

🤍🤍🤍

😙 See you di next chapter 😙

Dissident : I Want Freedom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang