Baskara berdiri di depan kulkas minimarket yang ada di depan kompleks perumahan, ia tampak kebingungan dengan jajaran soft drink, aneka minuman teh, kopi kalangan, dan yoghurt banyak varian. Ia memasukkan tangannya ke kantung hoodie yang ia kenakan, menelisik satu per satu minuman, beberapa belum pernah ia minum sedangkan sisanya ia sudah hafal rasanya.
Ia menghela napas, tangannya meraih minuman yang biasa ia minum. Yoghurt plan. Ia memasukkan beberapa botol yoghurt pada keranjang dan memilih beberapa snack ringan tanpa pertimbangan.
"Mau pake kantong?" Kini Baskara ada di hadapan pegawai kasir.
"Enggak," Baskara begitu hafal dengan pertanyaan SOP pegawai di minimarket ini.
"Pulsanya sekalian, Kak?"
"Enggak."
"Rokok ..."
"Enggak, saya masih di bawah umur."
"Member.."
"Enggak punya."
"Baik, Kak. Untuk kembaliannya apa boleh di donasikan?"
"Enggak."
Ganteng-ganteng pelit, pikir pegawai kasir minimarket itu.
Biarin, Baskara langsung keluar dari minimarket itu dan duduk di kursi minimarket yang terbuat dari besi, kakinya ia silangkan sambil menikmati yoghurt favoritnya. Ia hanya terpaku, menikmati jalanan yang mulai sepi. Tangannya langsung meraih ponsel, begitu yoghurt yang di bukanya telah tandas.
Udah jam segini, waktu menunjukkan pukul 02.47 WIB. Ia langsung berdiri, membuang sampahnya ke tong sampah dan berjalan dengan kantung belanjaan di tangan. Tak ada hal luar biasa, hanya sebuah keseharian baginya. Bundanya pun tak mempermasalahkan karena sedang tidak ada di rumah, Baskara sendirian di rumahnya. Sendiri di rumah luas itu.
Langkahnya terhenti tak jauh dari rumahnya, seseorang tampak turun dari motor tepat di depan rumahnya. Motor itu tampak tak asing baginya, orang yang turun dari motor itu membuka helm dan tampaklah Asha dengan rambutnya yang berantakan dan lepek.
"Gue duluan," ujar Dio yang mengantarkan Asha pulang.
"Yoi," jawab Asha santai. Motor itu langsung tancap gas, menghilang di tengah keheningan malam. Mata Asha terpaku pada kepergian Dio, hingga dirinya tak menyadari keberadaan Baskara yang ada di sana.
"Dari mana?" Asha terkejut dengan suara Baskara. "Malem-malem anak cewek bukannya di rumah, malah keluyuran,"
"Bukan urusan lu," Asha membuka pintu pagar rumah Baskara, namun pagar itu terkunci.
Baskara mengangkat kunci yang ada diantara telunjuk dan jempolnya, "Lu salah rumah."
"Dih! Iya tau," Asha berjalan menuju rumahnya, ia agak ragu saat menyentuh pagar rumahnya. Sebaliknya, Baskara berjalan dengan santai menuju rumahnya, dengan santai membuka gembok pagar yang menjadi barrier pelindung pertama di rumahnya. "Gue minta tolong," Baskara terkejut dengan keberadaan Asha di belakangnya.
"Dih, tadi sok tantrum sekarang minta tolong. Ogah," Baskara bersiap menutup pagar rumahnya, namun kaki Asha menghalangi pintu itu untuk tertutup.
"Ya maaf."
"Enggak gue maafin, jauhin kaki lu dari pager gue."
"Ogah sebelum lu maafin gue."
"Idih ogah atau gue teriak maling nih,
MA..." Asha langsung menarik kakinya saat itu juga, Baskara pun menutup pintu pagar rumahnya sambil menatap Asha yang berdiri di depan rumahnya. "Kok lu belum masuk rumah?" Baskara penasaran dengan Asha yang tak bisa masuk ke rumahnya sendiri, malah meminta bantuan padanya."Kan gue kabur dari rumah," Asha melihat secercah harapan baginya.
"Kabur kok balik, aneh."
"Ya sebentar doang buat main."
"Main apa jam segini?"
"Lu juga keluar jam segini."
"Gue ke minimarket depan, orang tua gue lagi gak ada juga," jawab Baskara santai. Asha kalah telak, gadis itu menunduk karena benar-benar kehabisan cara untuk kembali ke rumahnya. Sebuah ide jail terpikir oleh Baskara, "Gue bantuin."
"Serius?"
"Iya. Tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya?" Pikiran Asha begitu buntu saat ini.
"Nanti gue simpen dulu, yang penting lu deal atau enggak."
Tanpa ragu Asha menyetujui hal itu tanpa berpikir panjang, kepalanya telah buntu. Tak ada yang dapat membantunya untuk sekarang, kecuali Baskara.
...
"Ini asli gue diginiin?" Asha telah menunggu Baskara sejak jam 6 pagi. Pesan singkat dari Baskara di Senin pagi membuat Asha buru-buru mandi dan bersiap menuju sekolah, pesan singkat itu berisi sebuah ancaman yang bagi Asha mematikan.
Baskara 🐶
Lu dimana? Gue tunggu di depan sekolah jam 6, kalo telat sorry to say gue punya nomor bokap lu 😜
It's me Asha
Bohong!!Asha terdiam begitu menerima screenshot yang Baskara kirimkan, laki-laki itu ternyata masuk dalam grup kompleks yang biasanya berisi nomor penghuni kompleks, tak terkecuali Abraham.
Oh shit! Asha langsung melempar handphonenya dan bersiap ke sekolah tanpa berlama-lama. Saat tiba di parkiran sekolah, ia hanya bertemu satpam yang sedang menyeruput kopi di posnya, para petugas kebersihan sekolah pun sedang membersihkan area outdoor sekolah. Asha menunggu dalam mobilnya dengan tak sabaran, Scoppy putih yang ia tunggu terparkir tak jauh dari sana.
"Jadi gimana?" Asha langsung menghampiri Baskara yang baru selesai memarkirkan motor, ia tak langsung menjawab malah membuka helmnya dan meletakkan helm itu di spion motornya.
"Bawain tas gue," Baskara langsung melempar ranselnya pada Asha.
"Serius gue diginiin?"
"As you wish young lady, lu kan bakal lakuin apapun asal gue bantuin lu hari Minggu lalu."
"Really gue diginiin?"
"Iyalah, jangan sampe lecet ya. Selamat ketemu di kelas," Baskara langsung meninggalkan Asha. Asha terdiam sejenak, ia akhirnya mulai merutuki kebodohannya yang tak menyadari sikap Baskara yang iseng.
Sialan! Ia mulai kembali ke kebiasaannya, mengumpat.
Bersambung ...
...
Halo! Makasih udah mampir di cerita aku, jangan lupa vote dan kasih komentar ya buat ninggalin jejak kalian.🤍🤍🤍
😙 See you di next chapter 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissident : I Want Freedom!
Genç KurguPapa? Mama? Maksudnya sepasang manusia yang ngasih beban ekpektasi ke gue? - Asha Alexa Purnama