Makasih udah mampir jangan lupa vote ya... Happy reading guys 😗
🤍🤍🤍
...Angin malam terasa begitu menusuk tulang, Asha langsung merapatkan tubuhnya pada laki-laki yang memboncengnya. Tak ada obrolan diantara keduanya, hanya ada raungan knalpot motor yang melewati satua dua kendaraan membelah lautan kendaraan. Perlahan jalanan kota berubah menjadi pemukiman padat penduduk, aroma busuk air sungai langsung menusuk hidung. Pemukiman padat penduduk semakin jarang, mereka memasuki area pabrik hal itu tampak dari jalanan yang di dominasi truk-truk besar. Motor kawasaki itu meliuk-liuk melewati truk besar, sesekali suara klakson menyertai mereka dari belakang. Suara cacian dari para supir truk tak membuat motor itu gentar. Motor itu memasuki area pabrik yang tampak terbengkalai, menyusuri jalan yang sepi dan berhenti tepat di depan sebuah bangunan paling besar.
"Gila ya, Lu! Lu bawa satu nyawa ege," Asha langsung memukul-mukul dada laki-laki yang mengantarkannya.
"Ya maap," laki-laki itu membuka helm dan meletakkannya di atas motor tanpa ragu. "Ngomong-ngomong cowok tadi siapa?" laki-laki itu tampak penasaran, namun tangannya langsung memasang kacamata bulat dan menaikkan poninya.
"Tetangga baru," jawab Asha, gadis itu langsung berjalan menuju pintu gedung besar di hadapannya.
"Lu, masih gak mau buka helm?" Dio - orang yang menjemput Asha, langsung memarkirkan motornya di depan bangunan yang tampak terbengkalai itu.
"Enggak, lu tau itu pesona gue," jawab Asha sambil membuka lebar-lebar pintu itu, hingga tampaklah segerombolan orang sedang bersantai.
Beberapa sedang duduk di atas motor sport yang berjejer di pojok kanan dekat pintu bangunan, beberapa sedang duduk tak jauh dari sana. Mereka duduk melingkar di atas sofa, sisanya duduk di lantai yang beralaskan tikar. Sisa makanan ringan, sampah-sampah sisa makanan, dan botol minuman bekas mereka. Stick PS bertebaran dimana-mana, mereka sedang bersantai mungkin usai bermain video games. Layar televisi di hadapan mereka menunjukkan salah satu film horor, Asha hanya tersenyum di balik helmnya, melihat orang-orang yang jarang di temuinya bersantai. Ketukan pintu besi terdengar, Asha menoleh mendapati laki-laki yang mengantarnya sedang mengetuk pintu. Selain Asha, orang-orang pun langsung menoleh ke sumber suara. Mereka langsung berdiri begitu mata mereka menangkap sosok Asha yang ada di ambang pintu.
"Salam untuk wakil ketua Lucifer," suara menggema itu membuat Asha menoleh ke semua orang. Ia berdehem dan memberikan isyarat untuk bersantai kembali.
"Gue kira siapa," seseorang tampak keluar dari ruangan yang ada di pojok atas bangunan itu, ruangan yang biasanya menjadi ruang oprasional - tentu jika pabrik itu beroprasi, di rombak menjadi ruang ketua Lucifer. Asha menatap malas laki-laki yang melangkah turun dari tangga besi, tak seorang pun dapat mengabaikan keberadaannya. Bukan hanya karena jabatannya yang tinggi, postur tubuhnya yang kelewat sempurna dan wajahnya yang kebarat-baratan membuat semua orang terdiam. "Alexa-nya gue," laki-laki itu hampir memeluk Asha, namun yang seseorang menggantikan Asha. "Oh shit! Dio come on, lu nanti ya," laki-laki itu memberikan wink pada Dio - orang yang mengantarkan Asha. Langkahnya yang gagah dan angkuh menjadi melambai begitu melihat Asha di hadapannya.
"Idih jauh-jauh deh."
"Cih," laki-laki itu menghalihkan pandangaannya. "Oh shit! Who is here? Alexa! Lu kemana aja ege?" Laki-laki dengan kaus hitam polos itu begitu memeluk Asha dengan penuh kerinduan.
"Alan, come on I just try to be normal person," Asha melepas pelukannya.
"Oh honey, gue kangen banget sama lu dan if you know gue juga kangen sama wajah lu," jawab Alan sambil melepas pelukannya.
"You always bullshit, Dude," selain Dio tak ada satupun yang mengetahui wajah Asha.
Alan tertawa lepas melihat Asha, "Ayo kita ke ruangan." Alan langsung membawa Asha kearah ruangan yang baru saja ia tinggalkan. "Gue tau lu punya bodyguard karena gue yang kasih, tapi kenapa dia protektif banget sih ke lu?" Alan melihat kearah Dio yang bersiap mengekor mereka.
"Dio, gue duluan, Alan aman," ujar Asha.
"As you wish," ujar Dio langsung berjalan menuju kerumunan orang yang ia kenal.
"Let's go honey," ujar Alan sambil menggandeng tangan Asha dengan santai.
"Jadi ada apa?" Asha masuk ke dalam ruangan dan melihat kearah luar, kearah segerombolan orang yang sedang bercengkrama dengan santai. Alan sedang memastikan tak ada yang mengikuti mereka, saat itu pula ia menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
"Ada pengedar diantara kita," suara Alan yang mendayu seperti seorang playboy terdengar begitu berat.
"Narkoba?"
"Ya kali pengedar seblak," Alan terdengar malas. Alan memilih untuk duduk di sofa yang berada di ujung ruangan, matanya memandang pada Asha yang enggan melepas helm kapanpun dan dimanapun bahkan saat dirinya ke toilet. Tangannya melingkat di depan dada, bertanya-tanya identitas wanita di hadapannya.
Sebaliknya, dari ruangan ini Asha memperhatikan semuanya dengan seksama. Kesibukannya untuk mengikuti lomba dan segudang jadwal bimbel membuatnya semakin jarang ke tempat ini. Ia melipat tangan di depan dada, dari balik helm ia menelisik satu persatu anggota geng motor itu. Dari sini ia dapat melihat wajah-wajah baru para anggota termasuk ... Itu Adnan? Asha menyipitkan matanya. Anjir itu Adnan, Asha mematung melihat Adnan sedang mengobrol diantara banyak kerumuman, namun rambut Adnan yang ini tampak lebih panjang.
"Lu ada nama?" Asha menoleh pada Alan yang sedang memerhatikannya.
"Ada anak baru," dengan langkah santai Alan berjalan kearah tempat Asha berdiri dan berdiri tepat di sampingnya. "Kemungkinan dia," jemari Alan menunjuk salah satu laki-laki yang familiar di hidupnya.
"Lu yakin?" Asha langsung menatap Alan, yang di tatap menoleh dengan senyuman ramah.
"Belum," Alan mengehela napas berat. "Gue butuh lu, buat nyari informasi sama Dio. Gue sama Japra bagian ngawasin lapangan."
"Siapa namanya?"
"Adnan," Asha terdiam saat nama itu di sebut. "Tapi dia mau di panggil Dwi."
Dwi? Bukannya Pratama Putra? Pikirannya mencocokkan bayangan Adnan yang selama beberapa minggu terakhir bersamanya dan laki-laki bernama Dwi itu. Twins? Atau dia palsuin nama?
"Wait," lamunan Asha terhenti tepat ketika panggilan masuk ke ponsel Alan. Alan menjauh dan mendekat ketika selesai menelpon. "Ayo kita berangkat," ujar Alan sambil keluar dari ruangan itu.
...
Halo! Makasih udah mampir di cerita aku, jangan lupa vote dan kasih komentar ya buat ninggalin jejak kalian.
🤍🤍🤍
😙 See you di next chapter 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissident : I Want Freedom!
Teen FictionPapa? Mama? Maksudnya sepasang manusia yang ngasih beban ekpektasi ke gue? - Asha Alexa Purnama