Haruno Sakura tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah secepat ini. Awalnya, ia hanyalah seorang gadis muda yang belum lulus sekolah menengah, menjalani hari-harinya seperti remaja pada umumnya. Tapi segalanya berubah ketika ayahnya memutuskan menerima perjodohan tanpa memberinya pilihan. Sakura mendapati dirinya harus menikah dengan pria yang jauh lebih tua darinya-Uchiha Sasuke, seorang duda dengan satu anak. Itu adalah keputusan yang tak pernah terlintas dalam benaknya, namun kini menjadi kenyataan yang harus ia hadapi.
Hari pernikahan mereka tiba lebih cepat dari yang direncanakan. Sakura masih berada dalam masa liburan sekolah, jadi setidaknya ia tak perlu menjelaskan kepada teman-temannya tentang pernikahan mendadaknya. Tetapi, tak ada yang bisa menghapus kecanggungan yang ia rasakan saat berdiri di samping pria yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Saat upacara pernikahan berlangsung, Sakura merasa dunia seolah berputar lebih cepat. Sasuke, dengan sikapnya yang tenang namun dingin, menyematkan cincin di jari manisnya. Tangan besar pria itu terasa asing di genggamannya. Ketika tudung pengantinnya diangkat, Sakura menatap wajah pria yang kini menjadi suaminya. Sasuke adalah pria dengan bahu lebar, hidung mancung, dan onyx hitam, meskipun kerap terlihat tajam, berubah menjadi lembut saat tersenyum. Namun, senyuman itu terasa jauh dari jangkauannya.
Acara pernikahan mereka berlangsung singkat dan penuh formalitas. Ketika para tamu mulai meninggalkan gedung, Sakura merasa semakin terasing. Kini, ia hanya berdiri di sana bersama keluarga terdekat. Sasuke tampak sibuk berbicara dengan ayahnya, Uchiha Fugaku, yang menepuk bahu putranya dengan ringan.
"Sasuke, ayah tahu ini malam pertama kalian, tapi bisakah kalian tidak melakukannya malam ini?" ucap Damian, suaranya rendah namun jelas.
Uchiha Mikoto, ibu Sasuke, ikut menambahkan, "Benar. Sakura masih sekolah, dan sepertinya belum saatnya memikirkan soal anak." Tatapan tajamnya mengarah pada Sasuke, namun Sakura bisa merasakan beban dari setiap kata itu, seolah ditujukan padanya juga.
Sasuke tidak menanggapi. Tanpa sepatah kata, ia langsung masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu, meninggalkan Sakura yang masih terpaku di tempat. Sakura menatap kedua orang tuanya. Ibunya, Haruno Tsunade, terlihat tak kuasa menahan air mata. Ia memeluk Sakura erat, seolah tak rela melepas putrinya.
"Maafkan Bunda, sayang... Bunda tak bisa membahagiakanmu," bisik ibunya dengan suara bergetar penuh penyesalan.
Sakura tersenyum pahit. "Tidak, Bunda. Terima kasih sudah melahirkan aku," balasnya dengan lembut, meski hatinya ikut teriris. Sakura sejenak menatap ayahnya, Haruno Kakashi, yang terlihat enggan menatap putrinya. Sakura nelangsa, ayahnya benar-benar tak terlihat ada rasa bersalah di wajahnya. Setelah itu, ia melangkah ke arah mobil, mengikuti suaminya yang sudah menunggu. Perasaan canggung dan tak pasti menguasai pikirannya.
Di dalam mobil, suasana sunyi. Sasuke menyetir dengan tenang, pandangannya lurus ke depan. Tak ada percakapan di antara mereka selama perjalanan menuju hotel tempat mereka akan menghabiskan malam. Sakura sesekali mencuri pandang ke arah Sasuke, tapi pria itu tetap diam, tak menunjukkan emosi apapun. Wajahnya tegas, namun kosong.
Begitu tiba di hotel, Sasuke langsung menuju kamar mandi tanpa banyak bicara, meninggalkan Sakura sendirian di kamar. Sakura duduk di tepi ranjang, memandang sekeliling dengan perasaan campur aduk. Semuanya terasa asing baginya-dari ruangan yang mewah hingga pria yang baru saja menjadi suaminya. Ia berusaha menenangkan pikirannya yang kalut, tapi rasa canggung dan ketidakpastian terus menghantui.
Setelah beberapa saat, Sasuke keluar dari kamar mandi dengan langkah tenang. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia langsung berbaring di tempat tidur, punggungnya menghadap ke arah Sakura. Hati Sakura sedikit lega. Setidaknya malam ini, kekhawatiran terbesarnya tidak terjadi. Ia tahu dirinya belum siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi di balik pernikahan ini.
Dengan napas panjang, Sakura pun akhirnya memutuskan untuk mandi. Air dingin yang mengalir dari shower seolah mengalirkan ketenangan sesaat ke tubuhnya yang tegang. Setelah membersihkan diri, ia keluar dari kamar mandi dan berbaring di sisi lain tempat tidur, menjaga jarak dari Sasuke. Di tengah keheningan malam itu, Sakura memejamkan matanya, berharap esok hari akan membawa kepastian yang lebih baik, meskipun ia tahu, perjalanan hidupnya baru saja dimulai.
---
Pagi itu, Sakura terbangun dengan perlahan, tubuhnya terasa hangat dibalut sinar matahari yang menerobos masuk melalui tirai. Namun, seketika jantungnya berdebar kencang saat menyadari ada sesuatu yang berbeda. Ada tangan besar yang melingkari pinggangnya. Jantungnya berdegup semakin kencang. Dengan hati-hati, ia menoleh dan mendapati Sasuke masih tertidur di sampingnya. Wajahnya terlihat tenang, namun napas Sakura mendadak terasa berat.
Momen itu terasa canggung dan tak terduga. Ketika Sasuke akhirnya terbangun, suasana semakin kaku. Ia cepat-cepat melepaskan tangannya dari pinggang Sakura, tampak sama terkejutnya.
"Maaf," ucap Sasuke cepat, suaranya serak namun terdengar tulus. Ia tampak sedikit malu dan bersalah.
Sakura hanya mengangguk kecil, tersipu. Ia tak tahu harus berkata apa, hatinya campur aduk antara perasaan canggung dan bingung. Mereka berdua terdiam dalam keheningan yang panjang, seolah masih mencari cara untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan baru ini.
Setelah sarapan yang berlangsung singkat, mereka kembali menuju rumah Sasuke. Sakura menatap mansion besar di hadapannya, tempat yang kini harus ia sebut rumah. Gedung itu megah, dengan taman luas dan pilar-pilar tinggi yang membuatnya tampak semakin angkuh. Meski kagum, Sakura merasa asing dan canggung dengan rumah sebesar itu. Seolah gedung tersebut mencerminkan betapa jauh jarak antara dirinya dan suaminya yang baru ini.
Saat mereka tiba, pintu besar mansion terbuka, dan dari dalam, seorang gadis kecil berlari ke arah Sasuke dengan senyum cerah di wajahnya.
"Papaaaa!" seru gadis kecil itu penuh antusias sambil memeluk kaki ayahnya erat-erat.
Raut wajah Sasuke yang tadinya dingin seketika berubah lembut, penuh kasih sayang. Gadis kecil itu adalah putri Sasuke, Uchiha Sarada. Mata bulatnya bersinar penuh keceriaan, dan ia dengan cepat mulai menceritakan pada ayahnya tentang seekor kucing yang ia temukan kemarin. Suaranya melengking riang, membuat Sakura tak bisa menahan senyum kecil melihat pemandangan itu.
Namun, di tengah kegembiraannya, perhatian Sarada tiba-tiba beralih kepada Sakura. Gadis kecil itu menatapnya penuh penasaran, seolah baru sadar bahwa ada orang asing di sana.
"Papa, siapa kakak ini?" tanyanya polos, matanya berbinar saat memandang Sakura.
Sasuke, tanpa sedikit pun menatap Sakura, menjawab singkat. "Dia teman Papa yang akan menginap di sini."
Jawaban itu membuat Sakura merasa sedikit tersisih. Meski begitu, ia mencoba tersenyum kepada Sarada, tak ingin membuat suasana semakin canggung. "Namaku Haruno Sakura," ucapnya lembut, memperkenalkan diri.
Sarada balas tersenyum cerah. Senyum itu mengingatkan Sakura pada Sasukel-wajah mereka sangat mirip. Gadis kecil itu tiba-tiba mendekat, menggenggam tangan Sakura dengan penuh kehangatan. "Ayo, Kakak, main denganku!" ajaknya dengan antusias, mengguncang tangan Sakura dengan ceria.
Namun, sebelum Sakura sempat menanggapi, Sasuke dengan cepat memotong. "Sarada, jangan ganggu Sakura. Dia butuh istirahat setelah perjalanan jauh."
Nada suara Sakura terdengar tegas, meski tetap lembut saat berbicara dengan putrinya. Sarada mengangguk patuh, meski ada sedikit kekecewaan di wajahnya. Tapi sebelum pergi, ia sempat mengecup pipi Sakura dengan manis dan berucap, "Selamat tidur, Kak Sakura."
Setelah Sarada berlari pergi, suasana di antara Sasuke dan Sakura kembali dingin dan tegang. Sasuke menatap Sakura dengan ekspresi datar, namun sorot matanya penuh ketegasan. Seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan dengan jelas dan tanpa keraguan.
"Aku ingin memperingatkanmu satu hal," kata Sasuke tiba-tiba. Suaranya rendah namun tegas, nyaris tanpa emosi. "Jangan pernah katakan pada Sarada bahwa kau adalah ibu tirinya."
Sakura terdiam, tertegun mendengar kalimat itu. Kata-kata Sasuke terasa seperti tembok besar yang baru saja dibangun di antara mereka. Ia menyadari betul bahwa perjalanan hidupnya di mansion ini tidak akan mudah. Hubungan mereka belum bisa disebut harmonis, dan kini ia dihadapkan pada kenyataan bahwa ia tak hanya menikah dengan Sasuke, tapi juga masuk ke dalam kehidupan anak kecil yang mungkin belum siap menerima kehadirannya.
Sakura tahu, tantangan baru saja dimulai.
--- To Be Continued ---
KAMU SEDANG MEMBACA
❥ Dear S | Sasusaku
Teen FictionSasuke, seorang duda yang ditinggal cerai oleh istrinya dan sudah memiliki seorang anak, kini menikah kembali dengan seorang gadis muda. Namun, pertanyaannya adalah, apakah Sasuke mampu membuka hatinya untuk istri barunya? Ataukah bayangan mantan is...