Sakura sudah pulang ke rumah setelah sehari penuh menginap di rumah sakit. Tubuhnya mungkin mulai membaik, tetapi batinnya masih tergores. Ada perasaan kosong yang tak terdefinisikan yang kini menyelimuti dirinya. Lebih dari sekadar rasa sakit fisik, hatinya terluka. Setiap kali ia mengingat apa yang terjadi, batinnya terasa hancur. Bahkan ketika ia telah kembali ke rumah, tempat yang seharusnya menjadi sumber ketenangan, kenyamanan itu tidak kunjung datang.
Pagi itu berbeda. Biasanya, Sakura bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan bagi keluarganya. Namun, kali ini Sasuke melarangnya. "Istirahatlah," ucapnya tegas tapi lembut semalam. Sakura menuruti kata-kata suaminya. Tubuhnya masih lemah, dan di lubuk hatinya, ia tahu ia belum siap untuk berhadapan langsung dengan Sasuke. Ia merasa belum cukup kuat untuk menatap mata suaminya, mata yang selama ini selalu bisa membaca segala perasaannya, meski ia berusaha keras menyembunyikannya.
Sakura menghela napas panjang saat matanya tertuju pada jam dinding di ruang tamu. Sasuke dan Sarada sudah pergi lebih awal. Rumah terasa sunyi, dan kesunyian itu justru membuat suasana semakin menyesakkan. Dalam keheningan itu, Sakura mulai bersiap untuk kembali ke sekolah. Meskipun Sasuke memintanya untuk beristirahat dan mengambil izin lebih lama, ia memutuskan untuk tetap pergi. Ia sudah terlalu lama absen dan tidak ingin tertinggal lebih banyak pelajaran.
Sesampainya di sekolah, suasana terlihat normal seperti biasa. Tidak ada yang berubah, kecuali perasaan asing dalam hatinya. Sakura berjalan menyusuri lorong-lorong sekolah dengan kepala tertunduk, berusaha menghindari tatapan orang-orang. Ia sudah terbiasa merasa sendirian, bahkan di tengah keramaian. Meski ada beberapa siswa yang sesekali mengajaknya berbicara, Sakura sering kali merasa canggung. Masa lalu penuh dengan pengalaman buruk membuatnya menutup diri dari orang lain. Satu-satunya orang yang selalu bisa ia percaya hanyalah Gaara. Teman semasa kecilnya.
Sore itu, ketika jam sekolah berakhir, Sakura masih berada di kelas. Meja di depannya dipenuhi buku-buku, catatan, dan alat tulis. Ia sibuk menulis rangkuman materi yang tertinggal selama ia absen. Musik dari earphone-nya mengalun pelan, membantu mengalihkan pikirannya dari segala beban yang ia rasakan. Sakura begitu terfokus pada tugasnya hingga tidak menyadari langkah kaki yang mendekat.
Tiba-tiba, sebuah sentuhan lembut di pundaknya membuatnya tersentak kaget. Refleks, tangannya melayang, memukul orang yang berdiri di belakangnya.
"Aduh!" Lelaki itu meringis, memegangi keningnya.
Sakura menoleh cepat dan merasa bersalah. "Gaara! Kau mengagetkanku!" protesnya dengan nada kesal.
Gaara hanya tersenyum kecil, lalu menarik kursi di depan Sakura dan duduk dengan santai. "Kenapa kau belum pulang?" tanyanya, nada suaranya tenang seperti biasa.
Sakura menghela napas panjang dan kembali memfokuskan perhatiannya pada buku-buku di hadapannya. "Aku sedang menulis rangkuman materi yang tertinggal," jawabnya singkat, seolah tak ingin terganggu.
Gaara memperhatikannya sejenak, lalu menarik salah satu earphone yang dipakai Sakura dan memasukkannya ke telinganya sendiri. "Materi ini? Kau benar-benar bekerja keras. Kenapa tidak memintanya dariku saja?"
Sakura mendengus kecil. "Bagaimana aku bisa memintanya kalau aku bahkan tidak punya kontakmu?" balasnya sambil memperbaiki rambutnya yang berantakan akibat ulah Gaara.
"Kau bisa datang ke rumahku. Rumah kita cuma beberapa langkah saja, bukan?" sahut Gaara dengan santai.
Sakura tiba-tiba merasa canggung dengan ucapannya. Selama beberapa minggu terakhir, ia jarang terlihat di sekitar rumah. Gaara, yang menangkap kebingungan itu, akhirnya bangkit dari kursinya dan menatap Sakura dengan tatapan tajam.
"Akhir-akhir ini, aku jarang melihatmu di rumah. Apa kau pindah?" tanyanya dengan nada penasaran.
"T-tidak, aku tidak pindah," jawab Sakura cepat, kegugupannya tampak jelas. Ia mencoba menyembunyikan perasaannya, namun Gaara bisa merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
❥ Dear S | Sasusaku
Ficção AdolescenteSasuke, seorang duda yang ditinggal cerai oleh istrinya dan sudah memiliki seorang anak, kini menikah kembali dengan seorang gadis muda. Namun, pertanyaannya adalah, apakah Sasuke mampu membuka hatinya untuk istri barunya? Ataukah bayangan mantan is...