03 • [Contract]

140 22 0
                                    

Haruno Sakura menatap pria di hadapannya dengan tatapan tajam, sedikit mengerutkan dahi ketika secarik kertas bermaterai diulurkan ke arahnya.

"Baiklah, Nona Sakura, bisa kau menandatangani ini?" kata Sasuke, suaranya datar, seolah kalimat itu tak mengandung makna apapun.

Sakura menatap kertas itu dengan perasaan campur aduk. Di bagian atas tertulis "Surat Perjanjian." Hatinya terasa semakin muak. Semua ini hanyalah bagian dari skenario yang membuatnya semakin terperosok dalam hubungan yang tak ia inginkan.

"Seperti yang sudah kau baca, aku tidak akan mencampuri urusanmu, dan begitu juga kau," lanjut Sasuke, tatapannya dingin dan tajam. Sakura menunduk, membaca ulang perjanjian itu. Namun, bagian terakhir membuatnya tercekat—"Kedua belah pihak tidak boleh jatuh cinta sampai kontrak ini selesai maupun tidak berlaku lagi."

Sakura tersenyum kecut. Begitulah akhirnya. Pernikahan mereka hanyalah kesepakatan bisnis tanpa cinta, dan kini tertulis dengan jelas bahwa cinta tidak boleh hadir di antara mereka.

"Aturan terakhir itu berlaku untuk kita berdua," tambah Sasuke, matanya masih tertuju pada berkas-berkas di mejanya. "Aku berjanji tidak akan menyentuhmu. Setelah tiga tahun, aku akan menceraikanmu."

Perasaan Sakura campur aduk, antara kecewa, marah, dan sedih. Mengapa Sasuke menerima perjodohan ini jika sejak awal dia tidak menginginkannya? Sakura mencoba menahan diri. Dia mendesah panjang, mencoba menyusun kata-kata yang tepat.

"Apakah ada lagi yang ingin kau katakan, Tuan Sasuke?" tanyanya dengan senyum tipis, berusaha keras menutupi rasa sakit yang berkecamuk dalam hatinya.

"Tidak," jawab Sasuke tanpa mengangkat pandangannya dari berkas di depannya.

Sakura bangkit, mengambil tasnya yang tergeletak di samping kursi. "Aku pulang dulu," ucapnya, melangkah menuju pintu. Namun sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, dia berhenti dan menoleh, ada sesuatu yang masih ingin dia tanyakan.

"Sasuke," suaranya terdengar sedikit bergetar. "Apa aku boleh memiliki seorang pacar?"

Pertanyaan itu membuat Sasuke mendongak, menatap Sakura dengan tatapan yang sulit ditebak. "Tentu saja," jawabnya datar.

Sakura merasakan air mata mendesak di sudut matanya, tetapi ia tidak ingin menangis di depan Sasuke. "Terima kasih," gumamnya pelan sebelum keluar dari ruangan, meninggalkan Sasuke dalam keheningan.

Di luar, Sakura tak lagi mampu menahan tangisnya. Langkah-langkahnya terasa berat, setiap tetes air mata mencerminkan rasa sakit yang terpendam dalam hatinya. Pernikahan ini hanyalah perjanjian tanpa emosi, sebuah ikatan tanpa kehangatan. Dia tahu, tiga tahun ke depan akan sangat sulit, namun dia bertekad untuk tetap menjalani semuanya. Ia tidak bisa mengecewakan keluarganya, terutama ayahnya yang sangat berharap banyak dari pernikahan ini.

Setibanya di rumah, Sakura berusaha menyibukkan diri di dapur. Tanpa sadar, pisau yang ia gunakan untuk mengupas kentang melukai jarinya. Darah mulai mengalir, menetes di atas meja.

"Kak Sakura, tanganmu!" seru Sarada, gadis kecil yang baru saja pulang dari sekolah, berlari dengan cemas ke arah Sakura.

Sakura terkejut, baru menyadari lukanya. Meringis kecil karena rasa sakit yang tiba-tiba menyengat, dia tersenyum tipis melihat kekhawatiran di wajah Sarada. Gadis kecil itu segera mengambil saputangan dari sakunya dan memberikan kepada Sakura.

"Terima kasih, Sarada," ucap Sakura sambil tersenyum lemah. Sarada bergegas mengambil kotak obat dari lemari dapur dan mulai membalut luka Sakura dengan hati-hati.

"Kakak harus lebih hati-hati!" Sarada memprotes dengan nada cemas, wajahnya terlihat marah kecil, membuat Sakura tersenyum melihat kepedulian gadis kecil itu.

❥ Dear S | SasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang