part 6

1 0 0
                                    

Malam itu, Rielana duduk sendirian di balkon rumahnya, memandangi bintang-bintang di langit. Air mata menetes di pipinya, tapi kali ini dia merasa sedikit lega. Meskipun hatinya masih terluka, dia tahu bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik untuk mereka berdua. Cinta mereka mungkin tak bisa bersatu di dunia ini, tapi kenangan tentang cinta itu akan selalu ada, mengisi ruang dalam hati mereka masing-masing.

Dalam kesunyian malam, Rielana berbisik pelan pada dirinya sendiri, "Mungkin ini jalan kita. Dan aku akan baik-baik saja."

Dan dengan itu, Rielana akhirnya bisa mulai merelakan cinta yang selama ini ia perjuangkan, membuka lembaran baru dalam hidupnya tanpa Ghazlan. Meski perpisahan itu menyakitkan, ia tahu bahwa cinta yang tulus tidak selalu harus memiliki, dan terkadang, melepaskan adalah bentuk cinta yang paling besar.

Beberapa bulan berlalu sejak Ghazlan menikah, dan hidup Rielana perlahan kembali normal, setidaknya di permukaan. Dia semakin fokus pada pekerjaannya dan berusaha menemukan kedamaian di tengah kesibukan. Teman-temannya, terutama Gabby, Jesslyn, dan Florence, selalu ada di sampingnya untuk memberikan dukungan. Namun, meskipun Rielana tampak kuat di luar, dalam hatinya, luka perpisahan dengan Ghazlan masih terasa.

Suatu hari, di kantor, Rielana mendapat kabar dari sebuah proyek besar yang akan dikelola oleh perusahaan ayahnya. Proyek tersebut melibatkan beberapa perusahaan besar lainnya, termasuk perusahaan milik keluarga Ghazlan, Winata Group. Sebuah kebetulan yang tak bisa dihindari. Rielana merasa gugup sekaligus tak nyaman dengan prospek bekerja sama dengan perusahaan keluarga mantan kekasihnya, terutama mengingat perasaan yang masih belum sepenuhnya sembuh.

Pada rapat pertama yang melibatkan semua pihak, Rielana datang dengan hati yang berdebar. Saat dia memasuki ruangan rapat yang megah, matanya langsung menangkap sosok Ghazlan di ujung ruangan. Meski Ghazlan sudah menikah, kehadirannya masih memberikan pengaruh besar pada hati Rielana. Pria itu tampak serius dan profesional, mengenakan setelan rapi dengan sikap tenang yang khas. Dia tersenyum tipis saat menyadari kehadiran Rielana, tapi tetap menjaga sikapnya.

Sepanjang rapat, mereka tidak banyak berinteraksi. Ghazlan berbicara soal teknis proyek bersama timnya, sementara Rielana hanya fokus pada presentasinya. Namun, di sela-sela rapat, ada saat-saat singkat di mana pandangan mereka bertemu, menciptakan ketegangan yang tak terucapkan.

Setelah rapat berakhir, Rielana keluar dari ruangan dengan perasaan campur aduk. Namun, sebelum dia sempat pergi, Ghazlan menyusulnya di koridor.

"Rie," panggil Ghazlan dengan nada pelan. "Boleh kita bicara sebentar?"

Rielana merasa ragu, tapi dia mengangguk. Mereka kemudian berjalan ke taman kecil di samping gedung kantor, tempat yang sepi dan jauh dari keramaian. Di sana, mereka berdiri dalam keheningan beberapa saat, sebelum Ghazlan akhirnya memulai percakapan.

"Maaf kalau ini membuatmu canggung," kata Ghazlan. "Aku nggak menyangka kita akan bertemu lagi di proyek ini."

Rielana tersenyum tipis. "Aku juga nggak menyangka. Tapi ini cuma pekerjaan, kan? Aku yakin kita bisa tetap profesional."

Ghazlan menatapnya dengan mata yang penuh perasaan. "Aku tahu ini nggak mudah buat kita berdua. Aku... aku minta maaf kalau semuanya berjalan seperti ini."

Rielana terdiam. Dalam hatinya, dia merasa perih. Dia tahu Ghazlan sudah berusaha semampunya, namun realitas kehidupan dan perbedaan yang mereka hadapi lebih besar dari cinta yang pernah ada.

"Ghaz, kamu nggak perlu minta maaf. Semua ini bukan salahmu. Aku sudah mencoba menerima kenyataan. Kamu sekarang sudah menikah, dan kita... kita punya jalan hidup masing-masing," jawab Rielana dengan suara bergetar.

Ghazlan mendekat sedikit, tatapannya semakin dalam. "Tapi aku nggak bisa membohongi perasaanku, Rie. Aku masih sering memikirkan kamu. Bahkan setelah semua ini terjadi, perasaan itu masih ada."

berbeda keyakinanWhere stories live. Discover now