Chapter 14 : Peluang

35 5 4
                                    

Gadis bergaun hitam dengan surai violet indah itu tampak duduk dengan santai di meja kerjanya, jemarinya yang lentik tampak menggenggam pena berbulu sembari sibuk berkutat di atas gulungan kertas, sementara pikirannya yang tak kalah sibuk itu hany...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis bergaun hitam dengan surai violet indah itu tampak duduk dengan santai di meja kerjanya, jemarinya yang lentik tampak menggenggam pena berbulu sembari sibuk berkutat di atas gulungan kertas, sementara pikirannya yang tak kalah sibuk itu hanya terpaku memikirkan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang ia kerjakan.

Psyche Poli.

Medeia hanya teringat pada pertemuan canggung dengannya empat hari yang lalu. Saat itu, suasana di antara mereka sangatlah mencekam, terasa dingin seolah terpampang sebuah dinding es diantara mereka. Walaupun begitu, tatapan Psyche yang lembut tak pernah berubah meskipun mereka berbicara sesuatu yang sarkas dengan nada sopan.

Sesuatu telah berubah, ada yang tak sesuai dengan rumor yang beredar maupun informasi yang aku dapatkan tentang gadis itu, Medeia tahu itu.

“Dia berbeda, orang mengatakan bahwa sejak debutante. Ia sangatlah lembut dan juga pemalu hingga mengurung dirinya dirumah.” Gumamnya pada dirinya sendiri, sebelah jemarinya yang tak mau bersantai tampak mengetuk meja kayu mahoni itu dengan berirama.

Perempuan itu tak seperti rumornya. Dibanding terlihat lembut dan pemalu, ia hanya menyembunyikan segala perasaannya dibalik tatapan matanya yang lembut.

Aku merasakannya, perasaan curiga dan waspada darinya. Raut wajah takut yang selalu ia sembunyikan dengan senyuman manis. Aku— tak tahu apa yang sedang ia rencanakan...

“Ha, terlebih dengan mudhanya dia merebut tunanganku...”

Tok... tok... tok...

Pintu itu diketuk, menampilkan Pelayan kepercayaannya yang membuat sejanak perhatian kecil itu teralih kepadanya. “Tuan Putri, Rin datang untuk menemui anda.” Usai mendapat anggukan singkat dari Medeia, Pelayan berbadan kecil itu melangkah dan segala sikap hormatnya sembari membawa seorang pelayan dengan wajah tertupi jubah hitam itu kedepannya.

“Baiklah. Tinggalkan kami berdua, Boddie.” Perintahnya bernada tegas, Pelayan bernama Boddie itu membungkuk patuh dan memundurkan langkahnya untuk segera menutup pintu.

Deg..

Rasanya adrenalin disekitarnya berpacu dengan tinggi, Pelayan itu membuka jubahnya dengan perasaan takut yang tak dapat ia sembunyikan di wajahnya. Sorot mata violet perempuan yang duduk di depannya tampak menajam ketika memperhatikan Rin yang baru muncul setelah sekian lamanya ia diberi tugas.

“Fft.., ku pikir kau sudah lupa dengan tugas mu. Apa yang membawamu datang kemari, Rin? Kupikir kau sangat nyaman berada dalam pelukan Nona yang baik hati hingga tak pernah menemuiku untuk melaporkan sesuatu sesuai perintah ku.” Seperti biasanya, kalimatnya yang dingin penuh dengan sesuatu yang sarkas.

Rin yang berdiri di hadapannya tampak takut untuk menghadapi sosok Medeia yang seperti ini. Terlebih, sejak pertemuannya dengan Psyche beberapa hari yang lalu. Sepertinya, perasaan ‘Tuannya’ ini tidak terlihat baik-baik saja.

Please, I Just Want To Live [I Wanna Be U Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang