Please vote before reading! Thank you
Happy reading___________________________
Dua Minggu berlalu, semua kembali normal seperti sedia kala. Meja makan di pojok tempat ketujuh anak itu biasa duduk berkumpul saat sarapan, makan siang, dan makan malam yang kini kembali penuh seperti biasa, tidak lagi hanya diisi tiga orang saja. Helz, Jave, dan Riven. Dan juga kelas ketujuh anak itu juga kembali di ramaikan oleh suara-suara mereka yang gemar bertanya atas hal yang ingin mereka ketahui.
“Own, aku datang bagaimana harimu semalam dua Minggu tanpa aku?” ujar Juloan girang saat memasuki kamarnya, matanya kemudian berkeliling mencari keberadaan Own dan dia melihat kucing itu sedang meringkuk di pinggir kasur dengan ekor bergelantungan.
Juloan pun mendekati Own, mendudukkan bokongnya di pinggiran kasur dan berbaring di sana dengan kaki bergelantungan. Own kemudian bangun, lalu berpindah di sebelah kepala Juloan. Meringkuk di sana.
“Own, aku ingin bicara sedikit tentang Sion. Aku jadi tidak nyaman dengannya sekarang…” Juloan menatap langit-langit kamar. Wajahnya langsung berubah murung tidak seperti saat memasuki kamar tadi yang terlihat ceria dan sumringah.
Own hanya mengeong, tanpa mengangkat kepalanya. Juloan menghela napas panjang kemudian mengubah posisi menjadi miring menghadap Own disebelahnya dan kembali lanjut berbicara, “Selama ini aku memang tidak pernah tahu bahasa kucing itu seperti apa selain meow meow, tapi aku suka mengatakan segalanya kepada mu. Sebenarnya ada kak Jave yang bisa aku ajak bicara tentang tentang apapun itu, tapi aku tidak suka ada orang yang terus-terusan di kamar ku.”
Akhirnya Own mengangkat kepalanya, menatap netra Juloan dengan mata sayu. Sebenarnya kucing itu sedang mengantuk di waktu siang-siang seperti ini, tapi dia tidak akan tidur kalau Juloan masih ada didekatnya.
Tiba-tiba saja Juloan bangkit berdiri, berpindah duduk di kursi. Lalu mengambil selembar kertas dan satu batang pensil dari atas mejanya, dan mulai menggoreskan pensil itu ke atas kertas.
“Sudah lama aku tidak melakukan ini,” gumamnya fokus menggambar.
Kelamaan goresan pensil itu menghasilkan sebuah bentuk gambar yang menakjubkan, gambar dirinya yang tengah memeluk Own dang wajah ceria. Tanpa sadar juga, Juloan ikut tersenyum setelah gambarnya itu jadi, mengangkat gambar itu dan membentangkannya di langit-langit dan menaruh gambar itu kembali di atas meja. Kemudian kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang, kali ini kakinya ikut dibentangkan di atas kasur. Perlahan mata Juloan menutup menutup dan akhirnya terlelap.
Own langsung bangun dari kasur itu, melompat naik ke atas meja dan melihat gambar di selembar kertas itu. “Semoga kamu tidak membenciku setelah tahu tentang aku…”
Malam hari setelah makan malam berakhir, ketujuh laki-laki itu berkumpul di tangga yang mengarah ke loteng itu. Helz, Jave, Jean, Sion, Sloan, dan Riven tampak bingung dan juga tubuh mereka langsung bergemetaran serta dibanjiri keringat. Menatap ke arah Juloan yang terus melihat ke arah atas sana dengan tenang, lalu beralih balik menatap mereka.
“Kenapa kita hanya diam disini?” Tanya Juloan yang hanya di balas tatapan ragu.
Juloan pun memutar bola matanya dan menghela napas, kembali berujar, “Aku pastikan kali ini tidak terjadi apa-apa, aku menjamin itu semua sepenuhnya, kalau aku bohong aku akan mengorbankan diri ku. Sekarang ikut aku naik ke atas sana, ada hal menarik yang bisa kita bahas di sana.” Kemudian melangkah naik ke anak tangga pertama dan naik ke anak tangga berikutnya.
Helz, Jave, Jean, Sion, Sloan, dan Riven saling tatap satu sama lain bergantian, terdiam di tempat. Sejenak Juloan berhenti, berbalik ke belakang melihat keenam laki-laki itu yang tak kunjung naik atau bahkan menginjakkan kaki di anak tangga pertama. Membuat menggerutu dalam hati.
“Ayolah, apakah semua kata-kata ku tidak meyakinkan?” tanyanya lantang, masih dengan wajah yang tenang.
Tampak tidak ada yang mau memulai, akhirnya Helz bersuka rela melangkah naik lebih dulu. Melihat itu Jave, Jean, Sloan dan Riven, juga ikut melangkah menaiki tangga, terus berjalan sampai ke atas loteng. Sementara Sion berjalan paling akhir, menginjakkan anak tangga satu persatu sambil terus melihat kaki-kakinya yang berjalan di atas sana. Pikirannya terasa kosong namun samar-samar dia teringat sesuatu yang membuatnya merasa ketakutan.
Melihat itu Juloan kembali menggerutu. Kemudian mengulurkan tangannya kepada Sion, berharap dia tidak ragu untuk ikut naik juga. Sesuai yang diharapkan kan Sion membalas uluran tangan Juloan, mereka berdua pun menaiki tangga bersama-sama.
---------- To be continued ----------
21 . 10 . 24
KAMU SEDANG MEMBACA
✓INSIDE HOUSE 【 Open PO 】
TerrorTerbit melalui event Pensi TEORI KATA PUBLISHING Vol 14. Kisah dimulai dengan kehidupan ketujuh laki-laki yang tinggal bersama seorang wanita tua bernama Lenny, disebuah rumah kecil sederhana, sebelum akhirnya tinggal di panti asuhan bersama Ethel...