Please vote before reading! Thank you
Happy reading___________________________
Makan malam menjadi penutup dari semua rutinitas sepanjang hari ini. Setelah selesai, semua anak diberi waktu bebas untuk melakukan kegiatan apapun sesuka mereka. Batasnya hingga jam 10 malam. Di atas itu semua anak sudah dipastikan berbeda di kamar mereka masing-masing.
Anak-anak kecil berlarian kesana kemari di sekitar ruang tengah, lalu bersembunyi di dekat perabotan di sana. Terkekeh-kekeh dibalik sana. Mengintip dari celah kecil mencari keberadaan seseorang yang tengah berjaga.
"Willy, Seny, Keln, Tao, Jenver," Helz memanggil mereka yang mengajaknya bermain satu-satu.
Bergerak kesana-kemari seolah sedang kesulitan mencari keberadaan mereka, padahal sebenarnya dia tahu dimana mereka.
"Willy, Seny, Keln, Tao, Jenver," panggil Helz sekali lagi.
Matanya tertuju pada meja yang ada di dekatnya, menyadari sesuatu yang ada di bawah sana. Kemudian berkokok di sebelah meja lalu mengintip bawahnya. Terlihat seorang anak laki-laki kecil, bersujud di bawah sana. Tidak lama kemudian dia menoleh ke sebelah kiri, saat menoleh ke sebelah kanan dia melihat Helz sedang memandangnya, tersenyum tipis.
"Willy."
"Yah, kakak kok bisa lihat aku," ucapnya dengan nada rengek.
"Bagaimana mau tidak tahu kalau kamu sembunyinya disitu,"
Sementara Jean, Sloan, dan Riven rebahan di atas selembar karpet yang digelar di tengah-tengah ruangan. Menatap langit-langit yang penuh dengan berbagai corak berwarna putih dan coklat. Serta lampu yang menggantung di tengah-tengah sana. Membuat sekeliling begitu terang benderang, terutama saat malam hari. Jave duduk di sofa terus sibuk dengan tumpukan buku di sebelahnya, melupakan kejadian tadi siang. Dan Juloan.. tidak ada yang tahu ada apa dengannya. Di terus mengurung diri dikamar sejak jam makan malam berakhir.
Juloan duduk di kursinya, terus menerus memandangi gambarnya. Kemudian bangkit berdiri dari kursi lalu melangkah menuju pintu. Tangannya bergerak memutar knop pintu, lalu mengintip dari sela-sela pintu. Menelusuri lorong dari sana. Akhirnya dia pun melangkah keluar kamar, celingak-celinguk mencari sesuatu.
Dari jalur kiri, Sion berjalan dengan sedikit melompat-lompat sambil bersenandung kecil, berjalan ke lorong kamarnya. Kemudian berhenti saat melihat Juloan berdiri di tengah-tengah lorong sambil menatapnya melongo.
"Juloan, akhirnya kamu keluar juga. Aku kira kamu sudah tidur tadi?" ucap Sion girang sambil menarik tangan kanan Juloan lalu diayunkan.
Juloan hanya mengangguk singkat, menarik tangan kanannya dari Sion lalu berhambur memeluknya. Sion terdiam, kemudian membalas pelukan Juloan.
"Kamu kenapa tiba-tiba seperti ini?"
"Tidak ada,"
Juloan terus memeluk dan engan melepaskannya. Kelamaan Sion mulai risih, mencoba melepaskan pelukan Juloan darinya. Tapi Juloan semakin mempererat pelukannya, membuat Sion sesak.
"Kenapa kamu mencoba melepaskan diri seperti itu?"
Pertanyaan Juloan membuat Sion bingung. Dia memilih diam tidak melakukan apapun, pasrah dengan apa yang dilakukan Juloan kepadanya.
Juloan pun mengeluarkan pensil dari lengan bajunya, dan hendak menandai sesuatu di punggung Sion. Tapi belum sempat Juloan melakukannya, Helz, Jean, Jave, Sloan, dan Riven datang berombongan. Seketika Juloan langsung melepaskan pelukannya dan menyembunyikan kedua tangannya ke belakang. Sion sedikit tertegun dengan perubahan cepat sikap Juloan.
"Juloan, kamu-"
Belum sempat Sion selesai dengan kalimatnya, Juloan langsung masuk ke kamarnya begitu saja. Tidak peduli yang lain bagaimana. Sion berbalik badan ke arah Helz, Jean, Jave, Sloan, dan Riven berada, lalu mengangkat bahu. Mereka pun saling melempar tatapan satu sama lain bergantian.
Juloan bersandar pada pintu sambil menetralkan napasnya yang tersengal. Jantungnya berdegup kencang, keringat bercucuran deras dari dahi dan lehernya, serta wajahnya menjadi begitu pucat, seolah sedang tertangkap basah melakukan hal-hal yang mencurigakan.
Perlahan dia luruh ke bawah, masih terus bersandar pada pintu. Terduduk lemas, mengusap keringat dengan lengan bajunya. Lalu dia mengeluarkan pensil yang tadi disembunyikan di dalam lengan baju
. Kemudian melemparkannya ke meja, jatuh tepat di atas gambarannya yang terbentang di atas meja."Sion.." gumamnya lirih.
Juloan pun berdiri dan beralih duduk di atas kasur. Kemudian merebahkan tubuhnya, melipat kedua tangannya ke belakang kepala sebagai bantalan. Menatap langit-langit kamar yang putih polos, tidak ada lampu yang menggantung di sana. Karena Juloan tidak suka dengan cahaya lampu yang menurutnya begitu terang. Dia lebih mengandalkan cahaya yang masuk dari kamarnya, entah itu cahaya matahari hari ataupun rembulan. Sayangnya, langit malam terlihat kosong karena rembulan tertutup oleh gumpalan-gumpalan awan, menghalangi cahayanya yang redup untuk bersinar di langit malam. Menjadikan kamar Juloan yang tanpa lampu, gelap gulita. Tapi Juloan terbiasa dengan itu dan dia tetap bisa melihat dalam kegelapan.
"Malam yang suram..." gumam Juloan diikuti dengan hembusan napas panjang.
Perlahan Juloan menutup matanya, sedikit merubah posisinya ke kanan menghadap tembok. Hingga akhirnya benar-benar tertidur.
---------- To be continued ----------
08 . 09 . 24
First version: 14 . 04 . 24
KAMU SEDANG MEMBACA
✓INSIDE HOUSE 【 Open PO 】
HororTerbit melalui event Pensi TEORI KATA PUBLISHING Vol 14. Kisah dimulai dengan kehidupan ketujuh laki-laki yang tinggal bersama seorang wanita tua bernama Lenny, disebuah rumah kecil sederhana, sebelum akhirnya tinggal di panti asuhan bersama Ethel...