Bab I

2.7K 88 19
                                    

Pernikahan yang tak dilandaskan oleh cinta, kasih sayang akan terasa hambar. Pahit bagai kopi yang tak diberi gula itu lah yang tepat menggambarkan hubungan antara amera dan juga cesar yang kian lama terjalin. Walaupun dunia berasumsi pernikahan mereka bahagia, namun bagi kedua nya merasa pernikahan itu hanya lah sebuah sangkar emas. Tak ada kebahagiaan ataupun warna dalam kehidupan pernikahan mereka, hanya ada kegelapan yang tak pernah memudar. Di jodohkan oleh pria konglomerat tak pernah membuat amera merasa bahagia, begitupula dengan cesar. Mereka hanya berpura-pura bersikap baik-baik saja di mata orang lain. Mengobrol hangat, senyuman yang diberikan satu sama lain, foto pernikahan yang terpampang besar di dinding rumah mewah, itu semua hanya lah kepalsuan.

Malam itu juga amera sudah merasa sangat muak dengan drama pernikahan palsunya ini, ia kemasi barang-barang-barang nya kedalam koper kemudian melenggang keluar kamar menuruni anak tangga seraya membawa koper serta semua barang miliknya.

Cesar hanya melirik sekilas kemudian kembali menatap macbook ditangan nya, duduk di sofa ruang tamu.

"Apa kau akan pergi keluar kota lagi? Kapan kau akan pulang?" Tanya cesar dengan acuh tak acuh, mengira bahwa amera pergi untuk mengurus kerjaan nya. Memang amera sering pergi ke luar kota untuk mengurus kerjaan, bahkan bisa terhitung sebulan ada enam kali amera pergi tapi tidak dengan hari ini.

"Aku tak akan kembali," jawab amera ketika sampai di lantai terakhir, wanita itu masih tampak datar menjawab pertanyaan suaminya.

"Apa maksud mu?" Cesar yang bingung akhirnya menoleh ke arah amera dengan sorot mata nya yang tajam seolah olah meminta penjelasan dari istri nya.

"Aku akan pulang ke rumah orang tua ku."

Sontak perkataan wanita itu membuat cesar membeku sesaat, hingga akhirnya ia beranjak dari tempatnya menghampiri amera.

"Apa yang kau katakan barusan?"

"Aku bilang aku akan pulang ke rumah orangtua ku, aku sudah muak dengan semua ini cesar," terang amera tanpa ekspresi. Sudah selama ini pernikahan mereka, tapi tak pernah keduanya merasa bahagia.

Pria itu tercengang mendengar tuturan amera, tak biasa nya amera seperti ini.

"Kau pasti bercanda bukan? Ayolah ini sama sekali tak lucu."

"Aku tak bercanda cesar, ayo bercerai saja."

Telak perkataan amera seperti bom atom yang meledak, pria itu tercengang untuk kedua kalinya.

"Kau tak bisa mengatakan itu-"

"Kenapa aku tak bisa?" Pungkas amera menatap tajam lurus ke arah pria di depan nya. "Sudah dua tahun kita menikah, tapi tetap saja kita tak pernah bersikap layaknya sepasang suami istri. Aku muak cesar, aku muak. Aku bukan pajangan yang bisa kau pajang di dinding cesar, aku juga manusia. Aku punya perasaan."

Pria itu hanya diam sesaat sebelum berniat menjawab perkataan amera, "Tapi aku tak ingin bercerai."

Gelak tawa tersebut mengisi sudut kekosongan rumah mewah itu. "Itu lah lelaki, mereka tak pernah puas hanya dengan satu wanita," ucap amera menunjuk ke arah cesar dengan senyuman seringai. Ada perasaan kecewa dan sedih dalam sorot matanya.

"Apa maksud mu?" Tanya cesar dengan bingung.

"Kau berpura-pura tidak tahu rupanya, apa kau pikir aku diam selama ini karena aku tidak tahu semua kebohongan mu? Tidak! Aku tahu semuanya. Wanita itu, kau punya hubungan dengan nya bukan?"

Pria itu terdiam sejenak, tak menunjukkan respon terkejut. Hanya raut wajah kepanikan yang terpapang jelas pada mimik wajahnya.

"Dia hanya patner kerja ku."

"Patner kerja?" Amera terkekeh, untuk kesekian kalinya lagi wanita itu sudah sangat merasa muak akan sikap cesar. "Kau pergi berkencan dengan nya malam itu, apa kau pikir aku tidak tahu. Aku tidak sebodoh itu sampai tidak tahu jika suami ku sedang bermesraan dengan wanita lain di luar sana cesar." Nada nya meninggi hingga terdengar menggelegar seisi rumah dibuat oleh nya. Sedangkan cesar hanya menatap sendu karena akhirnya dia sudah tertangkap basah oleh istrinya sendiri.

"Aku menunggu mu malam itu, kau sudah berjanji pada ku untuk mengajak ku makan malam di luar tapi yang kudapatkan malah gambar mesra mu bersama wanita yang kau sebut patner kerja itu, apa kau pikir aku bodoh hingga tak tahu semua itu."

"Aku minta maaf." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut cesar. Tak ada sanggahan ataupun berniat membela diri. Apa yang dikatakan oleh amera semuanya benar.

"Sudah cukup, aku akan pergi sekarang. Aku akan mengirim surat perceraian nya segera." Amera hendak meraih kopernya namun cesar menghentikan nya.

"Aku minta maaf, aku tahu aku salah. Tapi tolong jangan pergi dari sini, ini rumah mu kau tak akan pergi kemana mana."

Saat cesar hendak mengambil alih koper milik amera, wanita itu segera menghalangi nya. Sudah cukup, keputusan wanita itu sudah sangat bulat untuk bercerai.

"Ini rumah mu dan akan selalu menjadi rumah mu, bahkan ini tak terasa rumah bagiku. Tak ada kehangatan dalam rumah ini dan keputusan ku tak akan pernah berubah cesar, kuharap kau menghargai itu."

"Amera aku..."

Itu kali pertama nya cesar memanggil namanya, sudah lama sekali amera mendambakan hal itu dari cesar,namun tak pernah sekali pun selama dua tahun ini cesar memanggil nya seperti itu, hanya baru kali ini. Dan itu terdengar indah.

"Aku tak bahagia cesar, aku tak bahagia dengan kepalsuan ini. Apa aku tak berhak mendapatkan kebahagiaan juga? Apa aku tak bisa memilih jalan hidup ku sendiri? Aku terjebak disini bersama mu dengan segala kepalsuan ini, aku tak menginginkan ini semua cesar."

Bulir bening membasahi kedua pipi wanita itu yang tak bisa lagi membendung perasaan sedihnya, amera terus berharap bahwa ada secercah kehangatan dalam hubungan nya namun pada akhirnya membuat dirinya terluka hari demi hari.

"Kita tak pernah saling mencintai jadi untuk apa kita teruskan hubungan ini, aku sudah muak cesar,aku sudah muak biarkan aku pergi. Ini membuat ku sesak."

Kacau semuanya, pria itu tak tahu lagi harus melakukan apa. Ia hembuskan napas frustasi seraya meraup wajahnya dengan kasar.

"Aku minta maaf, aku-"

"Kau tak salah cesar, aku lah yang salah karena memilih mu. Mungkin bagi mu pernikahan ini hanya permainan, tapi bagiku pernikahan ini adalah sesuatu yang sakral dan patut di hargai."

Amera menyeka air matanya dengan telapak tangan nya, berniat untuk melangkah melewati cesar.

"Amera tetap lah disini," pinta cesar yang sama sekali tak digubris oleh amera. Berkali-kali cesar memanggil tapi amera tetap dengan pendirian nya, ia tetap akan pergi dari sana karena tempat itu sama sekali tak mengharapkan keberadaan nya.

his farewell attempt (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang